■ ADAKAH DO'A SETELAH SELESAI MELAKSANAKAN SHALAT JENAZAH? ■
Sebagian kaum Muslimin tatkala usai melakukan shalat jenazah (setelah salam ke kanan dan ke kiri), mereka kembali berdo'a dipimpin oleh Imam dan diaminkan oleh para Makmum. Perkara ini tidak ada sunnahnya (contoh atau perintah) dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan seluruh sahabat Beliau. Dan do'a untuk mayyit telah dipanjatkan ketika shalat jenazah (khususnya setelah takbir ke-tiga), dan kembali di do'akan setelah selesai penguburannya. Yang seharusnya adalah langsung bubar setelah shalat dan kemudian mengangkat jenazah untuk diantar ke penguburan.
Seorang Ulama, Syaikh Abu Umar Usamah Al-Utaibi mengatakan,
ﻓﺪﻋﺎﺀ ﺍﻹﻣَﺎﻡ ﺑَﻌْﺪَ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﺠﻨﺎﺯﺓ ﺑﺎﻟﻤﺄﻣﻮﻣﻴﻦ ﻭﺗﺄﻣﻴﻨﻬﻢ ﻋَﻠَﻰ ﺩﻋﺎﺋﻪ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﺍﻟﺸﻨﻴﻌﺔ ﺍﻟﻤﺤﺮﻣﺔ، ﻷَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲّ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭﺳﻠﻢ ﺇﻧﻤﺎ ﺩﻝ ﺃﻣﺘﻪ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀ ﻟﻠﻤﻴﺖ ﺃﺛﻨﺎﺀ ﺍﻟﺼَّﻼﺓ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺠﻨﺎﺯﺓ ﻭﺑﻌﺪ ﺍﻟﻔﺮﺍﻍ ﻣِﻦْ ﺩﻓﻨﻪ ﻭﺧﻴﺮ ﺍﻟﻬﺪﻱ ﻫﺪﻱ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ -ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋﻠﻴﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢ -
“Doa imam setelah shalat jenazah bersama makmum dan mereka mengaminkannya termasuk perbuatan bid’ah yang banyak tersebar. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya mengajarkan kepada umatnya terkait doa bagi jenazah untuk dilakukan ketika shalat jenazah dan setelah setelah memakamkan mayit. Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Setiap amalan yang bid'ah itu tertolak (tidak diterima oleh Allah subhanahu wa ta'ala), sebagaimana dalam hadits, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
ﻋَﻦْ ﺃُﻡِّ ﺍﻟﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ ﺃُﻡِّ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻬَﺎ ﻗَﺎﻟَﺖْ ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻣَﻦْ ﺃَﺣْﺪَﺙَ ﻓِﻲ ﺃَﻣْﺮِﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﻣَﺎ ﻟَﻴْﺲَ ﻓِﻴﻪِ ﻓَﻬُﻮَ ﺭَﺩٌّ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻭﻣﺴﻠﻢ ﻭﻓﻲ ﺭﻭﺍﻳﺔ ﻟﻤﺴﻠﻢ [ ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﻋَﻤَﻼً ﻟَﻴْﺲَ ﻋَﻠَﻴْﻪ ِﺃَﻣْﺮُﻧَﺎ ﻓَﻬُﻮَ ﺭَﺩٌّ ]
Dari Ibunda kaum mukminin, Ummu Abdillah Aisyah –semoga Allah meridhainya- beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu hal yang baru dalam perkara kami ini yang tidak ada (perintahnya dari kami) maka tertolak."
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat Muslim: "Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak ada perintah kami, maka tertolak."
Wallahu a'lam.
Semoga bermanfaat, sebarkan ke Umat Islam
Sebagian kaum Muslimin tatkala usai melakukan shalat jenazah (setelah salam ke kanan dan ke kiri), mereka kembali berdo'a dipimpin oleh Imam dan diaminkan oleh para Makmum. Perkara ini tidak ada sunnahnya (contoh atau perintah) dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan seluruh sahabat Beliau. Dan do'a untuk mayyit telah dipanjatkan ketika shalat jenazah (khususnya setelah takbir ke-tiga), dan kembali di do'akan setelah selesai penguburannya. Yang seharusnya adalah langsung bubar setelah shalat dan kemudian mengangkat jenazah untuk diantar ke penguburan.
Seorang Ulama, Syaikh Abu Umar Usamah Al-Utaibi mengatakan,
ﻓﺪﻋﺎﺀ ﺍﻹﻣَﺎﻡ ﺑَﻌْﺪَ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﺠﻨﺎﺯﺓ ﺑﺎﻟﻤﺄﻣﻮﻣﻴﻦ ﻭﺗﺄﻣﻴﻨﻬﻢ ﻋَﻠَﻰ ﺩﻋﺎﺋﻪ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﺍﻟﺸﻨﻴﻌﺔ ﺍﻟﻤﺤﺮﻣﺔ، ﻷَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲّ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭﺳﻠﻢ ﺇﻧﻤﺎ ﺩﻝ ﺃﻣﺘﻪ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀ ﻟﻠﻤﻴﺖ ﺃﺛﻨﺎﺀ ﺍﻟﺼَّﻼﺓ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺠﻨﺎﺯﺓ ﻭﺑﻌﺪ ﺍﻟﻔﺮﺍﻍ ﻣِﻦْ ﺩﻓﻨﻪ ﻭﺧﻴﺮ ﺍﻟﻬﺪﻱ ﻫﺪﻱ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ -ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋﻠﻴﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢ -
“Doa imam setelah shalat jenazah bersama makmum dan mereka mengaminkannya termasuk perbuatan bid’ah yang banyak tersebar. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya mengajarkan kepada umatnya terkait doa bagi jenazah untuk dilakukan ketika shalat jenazah dan setelah setelah memakamkan mayit. Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Setiap amalan yang bid'ah itu tertolak (tidak diterima oleh Allah subhanahu wa ta'ala), sebagaimana dalam hadits, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
ﻋَﻦْ ﺃُﻡِّ ﺍﻟﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ ﺃُﻡِّ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻬَﺎ ﻗَﺎﻟَﺖْ ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻣَﻦْ ﺃَﺣْﺪَﺙَ ﻓِﻲ ﺃَﻣْﺮِﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﻣَﺎ ﻟَﻴْﺲَ ﻓِﻴﻪِ ﻓَﻬُﻮَ ﺭَﺩٌّ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻭﻣﺴﻠﻢ ﻭﻓﻲ ﺭﻭﺍﻳﺔ ﻟﻤﺴﻠﻢ [ ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﻋَﻤَﻼً ﻟَﻴْﺲَ ﻋَﻠَﻴْﻪ ِﺃَﻣْﺮُﻧَﺎ ﻓَﻬُﻮَ ﺭَﺩٌّ ]
Dari Ibunda kaum mukminin, Ummu Abdillah Aisyah –semoga Allah meridhainya- beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu hal yang baru dalam perkara kami ini yang tidak ada (perintahnya dari kami) maka tertolak."
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat Muslim: "Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak ada perintah kami, maka tertolak."
Wallahu a'lam.
Semoga bermanfaat, sebarkan ke Umat Islam
YANG HARUS DIMENGERTI PEMAHAMAN WAHABI adalah bahwa Setiap amal perbuatan yang tidak ada contohnya dari Baginda Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam itu berarti BID’AH, dengan pemahaman selanjutnya bahwa setiap bid’ah itu sesat, dan setiap kesesatan pelakunya akan menjadi penghuni Neraka.
BalasHapusPemahaman sempit karena meng-artikan sabda Baginda Rasulullah Sallallaahu ‘alaihi wasallam secara harfiah namun diterapkan secara Amm (umum), sehingga ummat islam tidak bisa mengikuti perkembangan zaman, bahkan tidak mungkin bisa menjadi pelaku pelopor modernisasi dalam bidang apapun, yang ada bahwa Ummat Islam akan tercipta sebagai sekelompok manusia propitip yang tidak bisa menerima perubahan/modernisasi zaman.
Salah satu Contoh adanya perbuatan/amal Ibadah Fardu yang mutlak harus dilakukan dengan mengerjakan bid’ah; adalah pelaksanan Ibadah Haji.
- Di zaman Rasulullah; para sahabat dapat beribadah haji secara individu kapanpun mereka mau, akan tetapi sekarang harus melalui Pemerintah, dan kehadiran kita di Tanah Haram dibatasi.
- Biaya perjalanan haji harus dikoordinir Pemerintah dan harus menyetor melalui Bank
Dan di dalamnya diwajibkan ikut Asuransi Jiwa (yang artinya kita judi dengan mempertaruhkan nyawa; kita bayar premi sekian, kalau kita mati maka keluarga kita akan mendapat santunan sekian, kalau kita bisa pulang haji hidup2 maka premi tadi menjadi hak milik pihak Asuransi). Ini bukan cuma bid’ah, tapi sudah “Haram”.
- Calon jamaah tidak bisa memilih ingin berhaji dengan cara apa (qiran, tamattu, ifrad) dan belakangan ini munculnya fatwa bahwa untuk mengambil miqat harus dari atas pesawat, padahal kita belum tahu akan berhaji secara Tamattu, qiran, atau ifrad).
- Di zaman Rasulullah sallallaahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat umumnya berangkat dari rumah mengendarai bighal, unta, kuda, atau berjalan kaki bagi yang tidak mampu. Tapi zaman sekarang kemana kita bisa beli bighal, unta, atau kuda, dan berapa lama belajar mengendarainya, berapa lama waktu yang dibutuhkan hingga bisa menginjak tanah haram, itupun; jika tidak masuk dalam sistim quota yang ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi dan Pemerintah kita, maka sudah dipastikan kehadiran kita di Tanah Haram akan dianggap sebagai Pendatang Haram
- Pemerintah Arab Saudi pun saat ini berbuat dzolim seperti penguasa Ka’bah di zaman Jahiliyah, bahwa setiap calon Jamaah Hai harus “membayar Visa” kalau ingin masuk Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Dan kita ya... harus nurut, harus bayar supaya bisa berhaji, karena salah satu rukun haji itu harus Tawaf dan Sai.
Hukum Pemerintah kita saja bahwa setiap penyuap dan yang disuap akan
sama-sama dihukum. Atau Pembuat, pengedar, dan yang mengkonsumsi miras atau narkoba semuanya akan dihukum.
Nah, Kalao mau Ibadah Haji harus mengikuti apa-apa yang dicontohkan oleh Rasulullah Sallallaahu ‘alaihi wasallam, dan tidak boleh mengerjakan apapun yang tidak dilakukan oleh Rasulullah Sallallaahu ‘alaihi wasallam.
Tolong tunjukin gimana caranya?