Jumat, 28 November 2014

Amal Pahala

Bismillahirrahmanirrahim,
Abul-Laits berkata: “Sungguh untung orang -orang yang diberi Allah s.w.t. pengertian dan disadarkan dari kelalaian, dan dipimpin sehingga berfikir bagaimana akhirnya mati. Semoga Allah s.w.t. menjadikan penghabisan umur kami dalam kebaikan, serta mendapat khabar gembira, sebab orang mukmin pasti mendapat khabar gembira ketika maut, yaitu dalam ayat yg artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, percaya benar-benar kepada Allah dan Rasullullah, kemudian tetap istiqomah dalam menunaikan kewajipan dan meninggalkan larangan istiqamah dalam kata dan perbuatannya mengikuti benar-benar sunnatur Rasul, maka akan datang kepadanya Malaikat menyampaikan khabar gembira. kamu jangan takut dan jangan susah, dan bergibaranlah kamu akan mendapat syurga yang dijanjikan, kepadamu”
Sebagaimana diterangkan oleh Nabi Muhammad s.a.w. Khabar gembira itu terdapat dalam lima bentuk:
1.Untuk orang awam yang mukmin diberitahu: Jangan takut, kamu tidak akan kekal dalam neraka bahkan kamu tetap akan mendapat syafaat para Nabi-nabi dan orang-orang solihin, dan jangan sedih atau berduka atas kekurangan pahala dan kamu pasti masuk syurga.
2,Untuk orang yang ikhlas: Kamu jangan khuatir, karena amalmu telah diterima, dan jangan sedih terhadap kekurangannya pahala, karena kamu pasti mendapat pahala berlipat ganda.
3,Untuk orang-orang yang bertaubat:Kamu jangan khuatir terhadap dosa-dosamu, maka semua sudah diampuni, dan jangan sedih terhadap pahala, pasti kamu dapatkan atas amalmu sesudah taubat.
4,Untuk orang-orang yang zahid: Kamu jangan khuatir mahsyar atau hisab, dan jangan berduka sebab akan dikurangi pahalamu yang berlipat-lipat ganda itu, dan terimalah khabar gembira bahwa kamu akan masuk syurga tanpa hisab.
5,Untuk ulama yang mengajarkan kebaikan pada manusia: Kamu jangan takut dari dahsyat hari kiamat, dan jangan berduka sebab Allah s.w.t. akan membalas amalmu dengan syurga, juga orang-orang yang mengikuti jejakmu.
Dan sungguh untung orang yang mendapat berita gembira pada ketika matinya, sebab berita gembira hanya untuk orang mukmin yang baik amal perbuatannya maka turunlah Malaikat kepadanya, lalu manusia bertanya: “Siapakah kamu, kami tidak melihat muka yang lebih elok dari kamu dan yang lebih harum dari baumu?”
Jawab Malaikat: “Kamu dahulu kawanku yang mencatat amalmu ketika didunia, dan kami juga menjadi kawanmu diakhirat.” Maka seharusnya bagi orang yang berakal sadar dari kelalaiannya, dan tanda kesadaran itu ada empat yaitu: 1.Mengatur urusan dunia dengan tenang dan merasa masih banyak waktu. 2.Memperhatikan urusan akhirat dengan cermat dan sungguh karena merasa waktunya mendesak dan tidak dapat ditunda. 3.Mengatur urusan agama dengan rajin-rajin mencari ilmunya. 4. Bergaul dengan sesama makhluk dengan saling nasihat dan sabar, dan yang paling utama ialah orang yang mempunyai lima sifat yaitu:
(1)Tekun beribadat kepada Tuhan
(2)Sangat berguna terhadap sesama manusia
(3)Semua orang merasa aman dari gangguan
(4)Tidak iri terhadap orang lain
(5)Selalu bersiap untuk menghadapi maut.
Ketahuilah saudaraku bahwa kami dijadikan untuk mati, dan tidak dapat lari daripadanya.
> Firman Allah s.w.t.:”Engkau akan mati dan mereka juga akan mati”.
> Dan Firman Allah s.w.t : “Katakanlah: Tidak akan berguna bagimu lari menghindari maut, jika kamu lari dari maut atau perang, karena demikian keadaannya maka kewajiban seorang muslim harus siap-siap benar untuk maut sebelum tibanya.
> Firman Allah s.w.t. yang berbunyi: “Inginkanlah mati jika kau benar-benar dalam imanmu”.
> Firman Allah s.w.t. lagi : “Dan mereka tidak akan ingin mati kerana mengetahui amal kejahatan dirinya”.
Dalam kedua ayat ini maka nyatalah Allah s.w.t. menjelaskan bahwa seseorang yang benar-benar beriman dan ikhlas kepada Allah s.w.t. tidak gentar akan mati bahkan rindu kepada kematian untuk segera bertemu dengan Allah s.w.t. dan sebaliknya orang munafik, ia akan lari karena merasakan amal perbuatannya sangat sedikit
Abud-Dardaa r.a. berkata: “Saya suka kepada kemiskinan karena itu sebagai tawadhu’ merendah diri kepada Tuhanku, dan aku suka penyakit sebab itu sebagai penebus dosa, dan aku suka kepada kematian karena rindu kepada Tuhanku.”
>Abdullah bin Mas’uud r.a
. berkata: “Tiada seorang yang hidup melainkan mati itu lebih baik baginya, jika ia baik, maka firman Allah s.w.t.: “Apa yang disediakan oleh Allah lebih baik bagi orang yang bakti taat”. Dan bila ia durhaka, maka friman Allah s.w.t. “Sesungguhnya Kami membiarkan mereka supaya bertambah dosa, dan untuk mereka bersedia siksa yang sangat hina”.
>Anas r.a. berkata: “Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: ““Mati itu bagaikan kendaraan seorang mukmin".
>Ibn Mas’ud r.a. berkata: Nabi Muhammad s.w.t. ditanya: “Siapakah mukmin yang utama dan yang manakah yang terkaya?” Rasullullah s.a.w. menjawab: “Yang terbaik budi akhlaknya, dan mukmin yang terkaya ialah yang banyak ingat mati dan baik persediaannya.” Nabi Muhammad s.a.w bersabda yang dirmaksud: “Orang yang sempurna akal ialah yang selalu memeriksa dirinya dan beramal untuk bekal sesudah mati. Sedang yang bodoh ialah yang selalu menurutkan hawa nafsunya, dan mengharapkan pengampunan Allah.”(Yakni tanpa amal). semoga bermanfaat
Wassalam

SYAFAAT NABI MUHAMAD DI AKHIRAT NANTI MENURUT AL-QUR'AN

BAGAIMANAKAH SYAFAAT NABI MUHAMAD DI AKHIRAT NANTI MENURUT AL-QUR'AN?
Bismillahirrahmanirrahim,
QS. Ali-Imran 3:23-25.Tidakkah engkau perhatikan.kepada orang2 yang telah diberi bagian kitab (Taurat )? mereka diseru supaya berpegang pada kitab Allah. .untuk memutuskan hukum. diantara mereka, kemudian sebagian mereka. berpaling (merobahnya), Hal itu adalah mereka berkata; Kami tidak akan disentuh oleh api neraka. selain beberapa hari saja, yang dapat dihitung (sehabis dosa). Mereka diperdayakan dalam agama mereka. yang selalu mereka ada2kan. Bagaimana jika (nanti)?. mereka kami kumpulkan pada hari kiamat yang tidak diragukan kejadiannya..(kebenarannya) (dari apa2 yang mereka ada2kan) .dan setiap jiwa diberi balasan yang sempurna, sesuai dengan apa yang telah dikerjakannya. dan mereka tidak dizalimi ,(tidak dirugikan)
QS.az-Zumar 39:69-70. Dan bumi (padang mahsyar). menjadi terang benderang dengan cahaya keadilan Tuhannya. dan diberikanlah buku (pertimbangan amal). masing2 dan didatangkanlah para nabi dan saksi2. dan diberilah keputusan diantara mereka dengan adil .sedang mereka tidak dirugikan. Dan disempurnakan bagi tiap2 jiwa. balasan.apa yang telah dikerjakannya……
QS Al-Mu-minun 23:102-108. Maka siapa yang berat timbangan kebaikannya. itulah orang2 yang beruntung, dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya. Maka itulah orang yang merugikan dirinya, mereka kekal dalam neraka ……….
Sedangkan orang2 kafir tidak mendapatkan kitab timbangan amal, bahkan langsung digiring keneraka. berdasarkan alquran…yang dijelaskan .oleh ayat-ayat dibawah ini…
QS.Al-Kahf18:105. Mereka orang kafir kepada Allah terhadap pertemuannya. dengan Allah maka sia2lah amal mereka, dan kami tidak memberikan pertimbangan amal terhadap mereka di hari kiamat .(tidak mendapatkan kitab) .
QS.Ibrahim14:18. Orang2 kafir terhadap Allah amalannya seperti abu ditiup angin .tidaksanggup mengambil buah hasil jerih payahnya.
QS.Az-Zumar39:71.Orang2 kafir kepada Allah digiring keneraka (tanpa dihisap). Secara berbondong2, sehingga apabila sampai keneraka. Pintu2nya dibukakan penjaga2.neraka berkata kepada mereka, apakah belum pernah datang padamu. rasul2 dari kalanganmu.yang membacakan ayat2Ku. dan memperingatkan kepadamu akan pertemuanhari ini?
QS. Al-Bakarah 2:217. Barang siapa murtad dari agamanya .lalu ia mati pada tetap kafir,……Maka gugurlah amal mereka, mereka itu ahli neraka mereka kekal didalamnya… (orang2 kapir tidak mendapatkan kitab amalan diakhirat).
QS. Al-Bakarah 2:78-81. Dan sebagian mereka ada yang buta huruf, tidak memahami kitab (taurat). kecuali hanya menduga-duga , maka celakalah orang2 yang menulis kitab dengan tangannya (merubah dan menduga2). kemudian ia berkata ini dari Allah,untuk menjualnya dengan harga murah, maka celakalah mereka. karena tulisan tangan mereka (meng-ada2) . . dan celakalah mereka dengan apa yang mereka perbuat, dan mereka berkata .kami tidaklah akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja, (sehabis dosa, disepuh dulu)…?? Katakanlah (Muhammad) sudahkah kamu menerima janji dari Allah. sehingga Dia tidak akan mengingkarinya ?.ataukah kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui :?. (bukan demikian). barang siapa yang berbuat dosa.dan dia telah meliputi dosanya .maka ia kekal dalam neraka selama2nya”

Orang Kafir Tidak Mendapatkan Kitab Timbangan Amal.

Orang-orang  kafir tidak mendapatkan kitab timbangan amal.
Berdasarkan ayat-ayat dalam alqur'an orang-orang kafir langsung digiring keneraka, ini ayat-ayatnya…
> QS.Al-Kahf18:105. Mereka orang kafir kepada Allah terhadap pertemuannya. dengan Allah maka sia2lah amal mereka, dan kami tidak memberikan pertimbangan amal terhadap mereka di hari kiamat .(tidak mendapatkan kitab) .
>QS.Ibrahim14:18. Orang2 kafir terhadap Allah amalannya seperti abu ditiup angin .tidaksanggup mengambil buah hasil jerih payahnya.
>QS.Az-Zumar39:71.Orang2 kafir kepada Allah digiring keneraka (tanpa dihisap). Secara berbondong2, sehingga apabila sampai keneraka. Pintu2nya dibukakan penjaga2.neraka berkata kepada mereka, apakah belum pernah datang padamu. rasul2 dari kalanganmu.yang membacakan ayat2Ku. dan memperingatkan kepadamu akan pertemuanhari ini?
>QS. Al-Bakarah 2:217. Barang siapa murtad dari agamanya .lalu ia mati pada tetap kafir,……
Maka gugurlah amal mereka, mereka itu ahli neraka mereka kekal didalamnya… (orang2 kapir tidak mendapatkan kitab amalan diakhirat).

QS. Al-Bakarah 2:78-81. Dan sebagian mereka ada yang buta huruf, tidak memahami kitab (taurat). kecuali hanya menduga-duga , maka celakalah orang2 yang menulis kitab dengan tangannya (merubah dan menduga2). kemudian ia berkata ini dari Allah,untuk menjualnya dengan harga murah, maka celakalah mereka. karena tulisan tangan mereka (meng-ada2) . . dan celakalah mereka dengan apa yang mereka perbuat, dan mereka berkata .kami tidaklah akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja, (sehabis dosa, disepuh dulu)…?? Katakanlah (Muhammad) sudahkah kamu menerima janji dari Allah. sehingga Dia tidak akan mengingkarinya ?.ataukah kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui :?. (bukan demikian). barang siapa yang berbuat dosa.dan dia telah meliputi dosanya .maka ia kekal dalam neraka selama2nya.

Renungan : Shalat Tahajud

Renungan : Shalat Tahajud
Bissmillahirrahmanirrahim,
Allah Ta’ala berfirman,“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. ” (QS. Az Zumar: 9).
Yang dimaksud qunut dalam ayat ini bukan hanya berdiri, namun juga disertai dengan khusu’ (lihat tafsir alquran Al ‘Azhim, 12: 115).
Salah satu maksud ayat ini, “Apakah sama antara orang yang berdiri untuk beribadah (di waktu malam) dengan orang yang tidak demikian?!” (Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 7/166). Jawabannya, tentu saja tidak sama.
Nabi saw bersabda,“Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah –Muharram-. Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Nabi saw bersabda,“Hendaklah kalian melaksanakan qiyamul lail (shalat malam) karena shalat amalan adalah kebiasaan orang sholih sebelum kalian dan membuat kalian lebih dekat pada Allah. Shalat malam dapat menghapuskan kesalahan dan dosa. ” (Lihat Al Irwa’ no. 452. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Mu’adz bin Jabal ra berkata, “Shalat hamba di tengah malam akan menghapuskan dosa.” Lalu beliau membacakan firman Allah Ta’ala,“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, …” (HR. Imam Ahmad)
‘Amr bin Al ‘Ash ra berkata, “Satu raka’at shalat malam itu lebih baik dari sepuluh rakaat shalat di siang hari.” (Disebutkan oleh Ibnu Rajab dalam Lathoif Ma’arif 42 dan As Safarini dalam Ghodzaul Albaab 2: 498)
Ibnu ‘Abbas ra berkata, “Barangsiapa yang shalat malam sebanyak dua raka’at maka ia dianggap telah bermalam karena Allah Ta’ala dengan sujud dan berdiri.” (Disebutkan oleh An Nawawi dalam At Tibyan 95)
Ada yang berkata pada Al Hasan Al Bashri , “Begitu menakjubkan orang yang shalat malam sehingga wajahnya nampak begitu indah dari lainnya.” Al Hasan berkata, “Karena mereka selalu bersendirian dengan Ar Rahman -Allah Ta’ala-. Jadinya Allah memberikan di antara cahaya-Nya pada mereka.”
Abu Sulaiman Ad Darini berkata, “Orang yang rajin shalat malam di waktu malam, mereka akan merasakan kenikmatan lebih dari orang yang begitu girang dengan hiburan yang mereka nikmati. Seandainya bukan karena nikmatnya waktu malam tersebut, aku tidak senang hidup lama di dunia.” (Lihat Al Lathoif 47 dan Ghodzaul Albaab 2: 504)
Imam Ahmad berkata, “Tidak ada shalat yang lebih utama dari shalat lima waktu (shalat maktubah) selain shalat malam.” (Lihat Al Mughni 2/135 dan Hasyiyah Ibnu Qosim 2/219)
Tsabit Al Banani berkata, “Saya merasakan kesulitan untuk shalat malam selama 20 tahun dan saya akhirnya menikmatinya 20 tahun setelah itu.” (Lihat Lathoif Al Ma’arif 46). Jadi total beliau membiasakan shalat malam selama 40 tahun. Ini berarti shalat malam itu butuh usaha, kerja keras dan kesabaran agar seseorang terbiasa mengerjakannya.
Ada yang berkata pada Ibnu Mas’ud, “Kami tidaklah sanggup mengerjakan shalat malam.” Beliau lantas menjawab, “Yang membuat kalian sulit karena dosa yang kalian perbuat.” (Ghodzaul Albaab, 2/504)
Lukman berkata pada anaknya, “Wahai anakku, jangan sampai suara ayam berkokok mengalahkan kalian. Suara ayam tersebut sebenarnya ingin menyeru kalian untuk bangun di waktu sahur, namun sayangnya kalian lebih senang terlelap tidur.” (Al Jaami’ li Ahkamil Qur’an 1726)

Suratan Amalan

Suratan Amalan
Bismillahirrahmanirrahim,
Ibn Mas'ud ra berkata: "Pada hari kiamat jika seorang hamba melihat dalam suratan amalnya pada awalnya ada maksiat dosa, lalu diakhirnya hasanat kebaikan, lalu diulang dari awal, tiba-tiba terlihat semuanya hasanat kebaikan.
Dari Abu Dzar Alghifari ra dari Rasulullah s.a.w. mirip dengan ini dan inilah artinya: "Allah mengganti dosa-dosa mereka dengan hasanat."
Aisyah r.a. berkata Rasulullah s.a.w. bersabda: "Suratan amal itu tiga hal yaitu:1. Suratan amal yang diampuni oleh Allah swt. 2. Suratan amal yang tidak diampuni oleh Allah swt dan 3. Suratan amal yang tidak ditinggalkan sedikit pun
> yang diampuni oleh Allah maka dosa seseorang terhadap Allah antara dia dengan Allah.
> yang tidak diampuni oleh Allah swt, maka syirik mempersekutukan Allah swt. Allah s.w.t. berfirman : "Innahu man yusyrik billahi faqad harrama Allah alaihil janna ta wama'wahunnar." (Sesungguhnya siapa yang mempersekutukan Allah maka Allah akan mengharamkan padanya surga dan tempatnya dalam neraka).
> yang tidak ditinggalkan sedikitpun maka dosa seseorang terhadap sesama manusia maka harus dibalas dan dikembalikan tiap hak kepada yang berhak)
Abu Hurairah r.a. berkata Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiap hak harus dikembalikan kepada yang berhak pada hari kiamat sehingga diberi kesempatan untuk kambing yang tidak bertanduk untuk membalas kambing yang bertanduk untuk menanduknya. Karena itu jika dosaku dengan sesama manusia, maka harus diselesaikan dengan baik didunia, adapun kalau antara dia langsung dengan Allah, maka Allah swt maha pengampun lagi mudah memaafkan asalkan mau bertobat. Sebab tiap hak sesama manusia harus dikembalikan, jika tidak dikembalikan didunia maka harus dibayar (diganti) dengan hasanat kebaikan amal yang telah dilakukan pada hari kiamat.
Dari Jundub bin Abdullah r.a. berkata: Rasulullahsaw bersabda, “Barangsiapa memperdengarkan amalnya kepada orang lain maka Allah akan mempermalukannya di hari kiamat dan barangsiapa yang memperlihatkan amalnya kepada orang lain maka Allah akan membalas riya’nya itu.”(Bukhari –Muslim)

SYARAT DITERIMANYA AMAL IBadah

SYARAT DITERIMANYA AMAL
Assalamualaikum wr.wb.
Saudaraku –yang semoga dirahmati Allah-, seseorang yang hendak beramal hendaklah mengetahui bahwa amalannya bisa diterima oleh Allah jika memenuhi dua syarat diterimanya amal. Kedua syarat ini telah disebutkan sekaligus dalam sebuah ayat,:
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan Rabbnya dengan sesuatu pun.” (QS. Al Kahfi 18 : 110)
> Ibnu Katsir mengatakan mengenai ayat ini, “Inilah dua rukun diterimanya amal yaitu [1] ikhlas kepada Allah dan [2] mencocoki ajaran Rasulullah saw.”
Rasulullah saw bersabda,“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari 20 dan Muslim 1718).
> Beliau saw juga bersabda,“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim 1718)
> Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hadits ini adalah hadits yang sangat agung mengenai pokok Islam. Hadits ini merupakan timbangan amalan zhohir (lahir). Sebagaimana hadits innamal a’malu bin niyat [sesungguhnya amal tergantung dari niatnya] merupakan timbangan amalan batin. Apabila suatu amalan diniatkan bukan untuk mengharap wajah Allah, pelakunya tidak akan mendapatkan ganjaran. Begitu pula setiap amalan yang bukan ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka amalan tersebut tertolak. Segala sesuatu yang diada-adakan dalam agama yang tidak ada izin dari Allah dan Rasul-Nya, maka perkara tersebut bukanlah agama sama sekali.” (Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 77, Darul Hadits Al Qohiroh)
Beliau rh juga mengatakan, “Secara tekstual (mantuq), hadits ini menunjukkan bahwa setiap amal yang tidak ada tuntunan dari syari’at maka amalan tersebut tertolak. Secara inplisit (mafhum), hadits ini menunjukkan bahwa setiap amal yang ada tuntunan dari syari’at maka amalan tersebut tidak tertolak. …Jika suatu amalan keluar dari koriodor syari’at, maka amalan tersebut tertolak.
Dalam sabda beliau saw ‘yang bukan ajaran kami’ mengisyaratkan bahwa setiap amal yang dilakukan hendaknya berada dalam koridor syari’at. Oleh karena itu, syari’atlah yang nantinya menjadi hakim bagi setiap amalan apakah amalan tersebut diperintahkan atau dilarang. Jadi, apabila seseorang melakukan suatu amalan yang masih berada dalam koridor syari’at dan mencocokinya, amalan tersebutlah yang diterima. Sebaliknya, apabila seseorang melakukan suatu amalan keluar dari ketentuan syari’at, maka amalan tersebut tertolak. (Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 77-78)
Jadi, ingatlah wahai saudaraku. Sebuah amalan dapat diterima jika memenuhi dua syarat ini yaitu harus ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw. Jika salah satu dari dua syarat ini tidak ada, maka amalan tersebut tertolak.

Tentang Siksaan Neraka

Neraka Itu, Sakitnya Disana.

Hadits Nabi sudah jelas, "takutlah kalian kepada neraka, meski sebiji kurma, jika kalian tidak mendapatinya maka berkatalah yang baik" [HR Bukhari]
(اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ ، فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ (رواه بخاري

ada kabar buruk, diceritakan neraka itu memiliki tujuh pintu, ( لها سبعة أبواب/ lahaa sab'atu abwaab), "neraka itu memiliki tujuh pintu" [Qur'an Surah Al Hijr: 44], kanan kiri, disekelilin penghuni neraka itu api yang menyala-nyala. selain itu neraka juga berlapis-lapis, dan tempat bagi orang yang munafek ituu.. ditempatkan pada bagian yang paling bawah.
"andaisaja seseorang memasuki neraka, kemudian dikeluarkan ke dunia, pastilah mati semua penduduk bumi, dikarenakan bau busuk pada tubuhnya" demikian sedikit kisah al ghazali dalam Mukasyafatu Al Quluub.

اَللَّهُمَّ أَجِرْنَا مِنَ النَّارِ، وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ، وَمِنْ كُلِّ عَمَلٍ يُقَرِّبُنَا إِلَى النَّارِ، وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْأَبْرَارِ بِرَحْمَتِكَ يَا عَزِيْزُ يَا غَفَّارُ، اَللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتَنَا، وَلَا نَفْضَحُنَا بَيْنَ يَدَيْكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
Ya Alloh, semoga Engkau selamatkan kami dari neraka, dari siksa api neraka, dan dari tiap-tiap amal perbuatan yang mendekatkan kami pada api neraka. Ya Alloh, semoga Engkau masukkan kami kedalam syurga berserta amal kebaikan,Ya Alloh dengan rahmat-MU.. wahai Yang Maha Mulia.. wahai Yang Maha Pemaaf. Ya Alloh, semoga Engkau tutupi keburukan kami, dan semoga Engkau tidak membuka aib keburukan kami dihadapan-MU.. wahai Engkau Yang Maha Pengasih, diantara yang Mengasihi (kasihanilah kami, sayangilah kami).

Kitab Al Adab Fid Din ADAB SUAMI DAN ISTRI KEPADA DIRINYA SENDIRI

ADAB SUAMI DAN ISTRI KPD DIRINYA SENDIRI
Dinukil dari kitab Al Adab Fid Din karya Imam Ghozzali

أَدَابُ الرَّجُلِ مَـعَ نَفْــسِـهِ :
لُــزُومِ الجُــمْعَـةِ وَالجَــمَـاعَـةِ ، وَنَظَــافَـةُ المَــلْبَسِ ، وَإدَامَــةُ السِـوَاكِ ، وَلَا يَـلْبَسِ المَشْــهُورِ ، وَلَا المَــحْقُـورِ ، وَلَا يُطِــيلُ ثِــيَـابُـهُ تَكَــبُّـراً ، وَلَا يُقَــصِــرُهَــا تَمَــسّْـكُناً ، وَلَا يُكْثِـرَ التَّـلَفُّـتَ فِـي مَشْيَــتِهِ ، وَلَا يَنْظُرُ إلَــى غَيْـرِ حُرْمَــتِـهِ ، وَلَا يُبْصِـقِ فِـي حَـالَ مُــحَـادَثَـتِهِ ، وَلَا يُكْثِـرُ القُـعُـودَ عَـلَى بَـابِ دَارِهِ مَـعَ جِــيرَانِــهِ ، وَلَا يُكْــثِـرُ لِإخْـوَانِــهِ الحِدِيثُ عَـنْ زَوجَــتِـهِ وَمَــا فِي بَيْــتِـهِ .

Adab suami kpd dirinya sendiri adalah :
Senantiasa memelihara sholat jum'at dan sholat jama'ah, memakai pakaian bersih dan selalu menggosok gigi. Tidk memakai pakaian yg mencolok tdk pula pakaian yg hina, Tidak memanjangkan pakaian karena kesombongan tidak pula memendekkannya karena ingin di anggap sbg orang miskin.
Tidak banyak melirik ketika berjalan dan tidak melihat kepada selain mahromnya.
Tidak meludah ketika bercakap2, tidak banyak duduk di pintu rumah bersama tetangganya dan tidak banyak berbicara kepada teman2nya ttg istri dan apa yg ada di dalam rumahnya.

أَدَابُ الـمَــرأَةِ فِــي نَـفْسِـهَـا :
لَازِمَـةٌ لِمَــنْزِلـهَـا ، قَـاعِــدَةٌ فِــي قَــعْـرِ بَيْتِــهَـا ، لَا تُكْــثِـر صُــعُــودِهَــا وَلَا إطِـلَاعِ الكَـلامِ لِجِــيرَانِـهَـا ، وَلَا تَدْخُــلُ عَلَيْــهِمْ إلَّا فِـي حَــالٍ يُوجِـبُ الدُّخُــول ، تَــسْتُرُ بَعْلَــهَـا فِــي نَظَــرِهِ ، وَتَحْــفَظْـهُ فِــي غِيبَــتِهِ ، وَلَا تَخْــرُجُ مِـنْ بَيْــتِهِ ، وَإنْ خَــرَجَــتْ فَمُتَخَبِـئَــةٌ ، تَطْلُــبُ المَــوَاضِعَ الخَـــالِيَـة ، مَصُــونَةٌ فِــي حَـاجَـاتِهَـا ، بَــلْ تَتَنَــاكَـرُ مِـمَنْ يَعْرِفُـهَـا ،

Adabnya istri pada dirinya sendiri adalah :
Senantiasa membiasakan diri tinggal dirumahnya, Duduk di dalam rumahnya dan tidak banyak keluar rumah.
Tidak memperhatikan perkataan tetangganya dan tidak bergaul dengan mereka kecuali sebatas keperluan.
Menyenangkan suaminya ketika dia memandangnya, Menjaga diri ketika suami tdk ada.
Tidak keluar dari rumahnya, kalaupun keluar melakukannya secara sembunyi2, mencari tempat yg sepi dan yg dapat menjaga keperluannya bahkan berpura2 tdk tahu kepada orang yg mengenalnya.

هِمَّــتُهَـا إصْلَاحُ نَفْسِــهَـا، وَتَدْبِيرُ بَيْتِـهَـا ، مُــقْبَلَةً عَــلَى صَـلَاتِــهَـا وَصَوْمِـهَـا ، نَــاظِرَةٌ فِي عَيْــبِهَـا ، مُــتَفَكِّـرَةٌ ديْـنَـهَـا ، دَائِــمَةٌ صَمْـتِـهَـا ، غَــاضَةٌ طَـرَفَـهَـا ، مُـراقِبَةٌ لِـرَبِّـهَـا ، كَـثِيرَةُ الذِّكْــرِ لَـهُ ، طَــائِـعَـةٌ لِبَـعْلِـهَـا ، تَحُـــثُّـهُ عَـلَـى طَلَبِـهِ الحَلَالِ ، وَلَا تَطْلُبُ مِـنْـهُ الكَثِــيرَ مِـنَ النُّــوَالِ ،

keinginannya adalah memperbaiki dirinya, mengatur rumahnya dan senantiasa bersiap menyambut shalat dan puasanya. Memperhatikan aib dirinya dan memikirkan agamanya. Memelihara diamnya dan menundukkan pandangannya. selalu mengingat Tuhannya dan banyak berdzikir kepada-Nya .
Ta'at kepada suaminya, mendorongnya utk mencari harta halal dan tdk menuntut darinya pemberian yg banyak.

ظَــاهِرَةُ الحَــيَـاءِ ، قَلِـيلَةُ الخَنَـاءِ ، صَبُـورَةٌ شَكُــورَةٌ مُــؤَثِــرَةٌ فِــي نَـفْسِـهَـا ، مُــوَاسِيَـةٌ مِـنْ حَـالِـهَـا وَقُـوَتِـهَـا.
وَإذَا اسْتَــأْذَنَ بِبَــابِـهَا صَـدِيقٌ لِبَــعْلِـهَـا وَلَيْــسَ بَعْــلُهَـا حَــاضِـراً ، لَــمْ تَسْتَـفْهِــمْهُ ، وَلَا فِـي الكَـلامِ تُعَــاوِدْهُ ، غِـيرَةً مِـنْهَـا عَــلَى نَفْـسِـهَـا وَعَــلَى بَعْلِـهَـا مِـنْـهُ

Senantiasa menampakkan rasa malu dan menghindari perkataan keji. Bersikap sabar dan banyak bersyukur, suka mengalah dan memperhatikan keadaan dan kemampuan dirinya.
Apabila ada teman suami mengetuk pintu rumahnya , sementara suami tdk ada dirumah, janganlah bertanya dan banyak berkata kepadanya sebagai wujud rasa cemburu dalam dirinya dan yg ada pada suaminya.

wallohu a'lam.

الادب في الدين
حجة الاسلام الغزالى

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Ya Allah ya Tuhan kami, kokohkanlah cinta kasih (suami-istri) kami sebagaimana kokohnya cinta kasih antara Nabi Adam dan Siti Hawa

Aamiin

Kitab An Nawadir Tentang Jenis makhluk Ciptaan Allah

JENIS-JENIS MAKHLUK
Dinukil dari kitab An Nawadir Syeh Syihabuddin Al Qolyubi

Di dalam hadis disebutkan :
" Allah menciptakan jin dalam 3 jenis :
1. jenis seperti ular,
2. jenis seperti kalajengking atau hewan yg hidup di tanah,
3. jenis yg lain seperti angin.

Allah juga menciptakan manusia dalam 3 jenis :
1. jenis seperti binatang yang mempunyai hati tapi tidak bisa memahami, mempunyai telinga tapi tidak bisa mendengar dan mempunyai mata tapi tidak bisa melihat.
2. jenis yang secara fisik seperti manusia tapi jiwanya seperti setan,
3. jenis yang lain seperti malaikat yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya ."

wallohu a'lam.

النوادر
للشيخ شهاب الدين القليوبي

Yaa Allah, kami berlindung kepada-Mu dari godaan syetan yg terkutuk dan jadikanlah kami termasuk orang yg mendapatkan naungan pada hari tiada naungan kecuali naungan-Mu.

Aamiin

KITAB BIDAYATUL HIDAYAH KARYA IMAM AL GHOZZALI

KITAB BIDAYATUL HIDAYAH KARYA IMAM AL GHOZZALI (15)

ولتكن أوقاتك بعد الصلاة إلى طلوع الشمس، موزعة على أربع وظائف: وظيفة في الدعوات، ووظيفة في الأذكار والدعوات؛ وتكررها في مسبحة، ووظيفة في قراءة القرآن، ووظيفة في التفكر، فتفكر في ذنوبك وخطاياك وتقصيرك في عبادة مولاك، وتعرضك لعقابه الأليم وسخطه العظيم.

dan jadikanlah waktu2mu setelah sholat sampai munculnya matahari terbagi dalam 4 tugas,
tugas pertama untuk doa,
tugas kedua utk dzikir dan doa, dan mengulang ulanginya dgn tasbih,
tugas ketiga untuk membaca alqur'an,
tugas ke empat untuk tafakkur, yaitu mentafakkuri dosa2 dan kesalahan2 mu serta kemalasanmu dalam beribadah thd Tuanmu, dan jg tafakkur ttg amalmu yg mendatangkan siksa yg menyakitkan dan kemurkaan-Nya yg Agung.

وترتب بتدبيرك أورادكن في جميع يومك لتتدارك به ما فرط من تقصيرك، وتحترز من التعرض لسخط الله تعال الأليم في يومك، وتنوي الخير لجميع المسلمين وتعز ألا تشغل في جميع نهارك إلا بطاعة الله تعالى، وتقصد في قلبك الطاعات التي تقدر عليها وتختار أفضلها، وتتأمل تهيئة أسبابها لتشتغل بها؛ ولا تدع عنك التفكر في قرب الأجل، وحلول الموت القاطع للأمل، وخروج الأمر عن الاختيار، وحصول الحسرة والندامة بطول الاغترار.

dan urutkanlah dgn cara mengatur wirid2mu dalam seluruh hari2mu utk menutupi kelalaian dari kesalahan2mu, dan jagalah dirimu dari datangnya murka Allah ta'ala yg menyakitkan didalam hari2mu,
niatkanlah kebaikan utk seluruh muslimin dan janganlah engkau menyibukkan dirimu diseluruh siangmu kecuali utk taat kepada Allah ta'ala,
dan niatlah dlm hatimu utk ketaatan yg kamu mampu melaksanakannya dan pilihlah yg paling afdhol, dan fikirkalah persiapan2 sebab2 amal tsb agar kamu bisa sibuk dgn amalan itu,
dan janganlah kau tinggalkan tafakkur ttg dekatnya ajal dan datangnya maut yg bisa memutuskan angan2, bisa mengeluarkan perkara dari pilihan, dan hasilnya kerugian, penyesalan sebab lamanya ketertipuan.

وليكن من تسابيحك، وأذكارك عشر كلمات: إحداهن: لا إله إلا الله، وحده لا شريك له، له الملك، له الحمد، يحيى ويميت، وهو حي لا يموت، بيده الخير، وهو على كل شيء قدير.
الثانية: لا إله إلا الله الملك الحق المبين.
الثالثة: لا إله إلا الله الواحد القهار، رب السموات والأرض وما بينهما العزيز الغفار.

dan jadikanlah bacaan tasbih dan dzikir2mu itu sepuluh kalimat, salah satunya adalah
laa ilaaha illalloh wahdahu laa syariikalah lahul mulku walahul hamdu yuhyii wayumiit wahuwa hayyun laa yamuut biyadihil khoir wahua alaa kulli syaiing qodiir.
kedua : laa ilaaha illalloh al malikul haqqul mubiin
ketiga: laa ilaaha illalloh al waahidul qohhar robbus samaawaati wal ardhi wamaa baina humal azizul goffaar.

الرابعة: سبحان الله، والحمدلله، ولا إله إلا الله، والله أكبر، ولا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم.
الخامسة: سبوح قدوس رب الملائكة والروح.
السادسة: سبحان الله وبحمده، سبحان الله العظيم.
السابعة: أستغفر الله العظيم الذي لا إله إلا الله هو الحي القيوم، وأسأله التوبة والمغفرة.

keempat : subhaanalloh wal hamdulillah walaa ilaaha illalloh wallohu akbar walaa haula walaa quwwata illa billahil aliyyil adhiim.
kelima : subbuhung quddusur robbul malaikati war ruuh.
keenam : subhaanalloh wabihamdih subhaanallohil adhim.
ketujuh : astagfirullohal adhiim alladzii laa ilaaha illa huwal hayyul qoyyuum wa as aluhut taubata wal magfiroh.

الثامنة: اللهم لا مانع لما أعطيت ولا معطي لما منعت، ولا راد لما قضيت ولا ينفع ذا الجد منك الجد.
التاسعة: اللهم صلى على محمد، وعلى آل محمد وصحبه وسلم.
العاشرة: بسم الله الذي لا يضر مع اسمه شيء في الأرض ولا في السماء، وهو السميع العليم.

kedelapan : Allahumma laa mani'a lima a'toita walaa mu'tia limaa mana'ta , walaa roodda lima qodhoita wala yangfa'u dzal jaddi mingkal jadd.
kesembilan : Allahumma sholli 'alaa muhammad wa 'alaa ali muhammad wasohbihi wasallim.
kesepuluh : bismillaahilladzi laa yadhurru ma'as mihii syaiun fil ardhi walaa fis samaa' wahuwas sammi'ul aliim.

كرر كل واحدة من هذه الكلمات إما مائة مرة أو سبعين مرة، أو عشر مرات، وهو أقله، ليكون المجموع مائة. ولازم هذه الاوراد، ولا تتكلم قبل طلوع الشمس؛ ففي الخبر أن ذلك أفضل من اعتاق ثمان رقاب من ولد اسماعيل- على نبينا وعليه الصلاة والسلام- أعني الاشتغال بالذكر إلى طلوع الشمس من غير أن يتخلله كلام.

ulang ulangilah setiap satu dari kalimat2 ini bisa 100, 70 ataupun 10 kali , 10 ini yg paling sedikit agar jumlahnya menjadi 100. dan jg tetapilah wirid2 ini.
janganlah berbicara sebelum keluarnya matahari, dalam hadis dikatakan bahwa hal tsb itu lebih utama dari pada memerdekakan 8 budak dari anak turunya nabi ismail ( sholawat dan salam semoga tercurah kpd nabi kita dan nabi ismail )
maksudku adalah menyibukkan diri dgn dzikir sampai keluarnya
matahari tanpa menyelinginya dgn pembicaraan.

Kitab Minhajul Arifin Tentang Etika Bersujud

ETIKA BERSUJUD
Dinukil dari kitab Minhajul Arifin karya Imam Ghozzali

السجود
و اسجد لله سجود عبد متواضع علم أنه خلق من تراب يطؤه جميع الخلق و أنه ركب من نطفة يستقذرها كل أحد , فإذا فكر في أصله و تأمل تركيب جوهره من ماء و طين ازداد لله تواضعا , و يقول في نفسه : ويحك لم رفعت رأسك من سجودك لِمَ لَم تمت بين يديه و قد جعل الله السجود سبب القرب إليه

Sujud
Hendaklah kamu bersujud kepada Allah seperti sujudnya seorang hamba yg Tawadhu', yg mengetahui bahwa dia diciptakan dari tanah yg di injak2 seluruh makhluk , dan bahwa sanya dia tersusun dari air mani yg di anggap kotor oleh setiap orang. Apabila dia memikirkan asal usulnya dan memperhatikan susunan substansinya yg terdiri dari air dan tanah maka akan bertambahlah kerendahan hatinya kepada Allah.
dia berkata kpd dirinya sendiri : " celakalah kamu, mengapa kamu mengangkat kepalamu dari sujudmu ? mengapa kamu tidak mati saja di hadapanya ? padahal Allah telah menjadikan sujud itu sebagai wahana bertaqorrub kepada-Nya ? "

فقال تعالى : { و اسجد و اقترب } , فمن اقترب منه بعد من كل شيء سواه , و احفظ صفة سجودك في هذه الآية : { منها خلقناكم و فيها نعيدكم و منها نخرجكم تارة أخرى } . و استغن بالله عن غيره فإنه روى عن النبي ( صلي الله عليه و سلم ) أنه قال : " قال الله تبارك و تعالى : لا أطلع على القلب عبد فأعلم منه حب العمل بطاعتي إلا توليت تقويمه و سياسته " .

Allah ta'ala berfirman yg artinya :
" sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kpd Tuhan) "
( QS 96:19)
Barang siapa yg dekat kepada-Nya maka dia akan jauh dari setiap sesuatu selain-Nya . Dan Hendaklah kamu jaga sifat sujudmu di dalam ayat ini :
" dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kalian, kepadanya Kami akan mengembalikan kalian dan darinya pula Kami akan mengeluarkan kalian pada kali yg lain " ( QS 20: 55)
Hendaklah kamu memohon pertolongan Allah sebab telah diriwayatkan dari Nabi shollallohu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda :
" Allah ta'ala berfirman, Tidaklah Aku memperhatikan kalbu seorang hamba lalu aku mengetahui kecintaanya utk beramal dalam upaya menaati-Ku, melainkan Aku akan urusi kelurusan dan pengaturannya."

Wallohu a'lam.

منهاج العارفين
حجة السلام الغزالي

اَللّٰهُمَّ أَحْيِنَا مِسْكِِيْنًا، وَأَمِتْنَا مِسْكِيْنًَا وَاحْشُرْنَا فِيْ زُمْرَةِ الْمَسَاكِيْنِ

Ya Allah, hidupkanlah kami dalam keadaan Tawadhu' dan khusyu', dan matikanlah kami dalam keadaan Tawadhu' dan khusyu' , dan kumpulkanlah kami (pada hari kiamat) dalam rombongan orang-orang yg Tawadhu' dan khusyu' ...

Aamiin

Kebenaran Riwayat Tabarruk Imam Syafi’i Dengan Bekas Cucian Gamis Imam Ahmad

Kebenaran Riwayat Tabarruk Imam Syafi’i Dengan Bekas Cucian Gamis Imam Ahmad

Di antara sekian banyak hal yang Allah jadikan sebab bagi seseorang untuk memperoleh barakah dari-Nya adalah bertabarruk dengan para Nabi, para wali, dan dengan para ulama yang mengamalkan ilmu-ilmunya (al-‘Ulama al-Amilin), serta dengan orang-orang saleh. Allah berfirman mengenai ucapan nabi Yusuf:

اذْهَبُوا بِقَمِيصِي هَذَا فَأَلْقُوهُ عَلَى وَجْهِ أَبِي يَأْتِ بَصِيرًا (يوسف: 93
“Pergilah kalian dengan membawa gamisku ini, lalu letakkanlah ke wajah ayahku, maka ia akan dapat melihat kembali”. (QS. Yusuf: 93)



1476762_10201216862329647_2027166840_n
Dalam ayat ini terdapat penjelasan bahwa Nabi Ya’qub bertabarruk dengan gamis Nabi yusuf. Nabi Ya’qub mencium dan menyentuhkan gamis tersebut ke matanya, sehingga beliau bisa melihat kembali. Ini merupakan dalil paling nyata bolehnya bertabarruk dengan orang shalih melalui segala apa yang berhubungan dengannya semisla gamis atau lainnya. Ajaran haq ini terus dilakukan oleh kaum muslimin dari masa Nabi, sahabat, tabi’in dan seterusnya hingga masa kita sekarang ini. Hal ini juga pernah dicontohkan oleh imam Syafi’i rahimahullah terhadap gamis imam Ahmad bin Hanbal rahiumahullah.



Berikut riwayat imam Syafi’i bertabarruk dengan bekas cucian gamis imam Ahmad bin Hanbal :



Ibnu Jawzi menuturkan sebuah kisah : “bahwa pada suatau malam, Imam Syafi’i bermimpi bertemu Rasulullah saw. dan memerintahnya agar menyampaikan salam beliau kepada Imam Ahmad ibn Hanbal.

Kesokan harinya, Imam Syafi’i memerintahkan Rabî’- murid beliau- agar membawakan surat menemui Imam Ahmad ibn Hanbal. Rabî’ bergegas pergi menuju kota Baghdad dan menyerahkan surat tersebut, setelah membacanya, Ahmad meneteskan air mata. Rabi’ bertanya kepadanya, ‘Ada apa di dalamnya wahai Abu Abdillah?’ Ahmad menjawab ‘Beliau menyebut bahwa beliau melihat nabi dalam mimpi dan berkata kepadanya, ’Tulislah surat kepada Abu Abdillah Ahmad ibn Hanbal dan sampaikan salamku kepadanya! Dan katakan, ‘Engkau akan diuji dan dipaksa mengatakan bahwa Alquran itu makhluq, maka jangan engka turuti permintaan mereka, Allah akan meninggikan derajatmu sebagai panutan di setiap masa hingga hari kiamat. Rabi berkata, “Aku berkata, ‘Ini kabar gembira.’ Lalu Ahmad melepas baju dalamnya yang menyentuh badannya dan menyerahkannya kepadaku, aku mengambilnya dan akupun pulang menuju negeri Mesir bersama surat jawaban Ahmad. Setelah aku serahkan kepadanya, ia bertanya, ‘Apa yang ia berikan kepadamu?’ Aku menjawab, ‘baju gamis yang langsung menyentuh badannya’ Syafi’i berkata kepadaku, ‘Aku tidak ingin merampasnya darimu, tapi basahi dia dan serahkan kepadaku sisa air cuciannya agar aku juga dapat mendapat berkah sepertimu. Maka, kata rabi’, ‘Aku mencucuinya, dan aku bawakan sisa air cuciannya kepadanya aku telakkan di botol, aku menyaksikan beliau setiap hari mengambil sedikit air darinya dan mengusapkannya ke wajah beliau, untuk mengambil keberkahan dari Ahmad ibn Hanbal.[1]

Abul Jauza mengatakan :

Kisah ini tidak shahih, dimana ia dibawakan dalam beberapa sanad dalam sebagian kitab para ulama.
Sanad Pertama

Diriwayatkan oleh Ibnul-Jauziy dan Ibnu ‘Asaakir dari jalan Abu ‘Abdirrahman Muhammad bin Al-Husain : Aku mendengar Muhammad bin ‘Abdillah bin Syaadzaan : Aku mendengar Abul-Qaasim bin Shadaqah : Aku mendengar ‘Aliy bin ‘Abdil-‘Aziiz Ath-Thalhiy : Ar-Rabi’ telah berkata kepadaku bahwasannya Asy-Syafi’iy pergi menuju Mesir…. (dst. dari kisah ini).

Taarikh Dimasyq 5/312, Manaaqib Al-Imam Ahmad oleh Ibnul-Jauziy hal. 609 – dan dari jalan Ibnul-Jauziy, Al-Maqdisiy meriwayatkannya dalam Mihnatul-Imam Ahmad hal. 7.

Dalam sanad ini terdapat rawi yang bernama Muhammad bin Al-Husain Abu ‘Abdirrahman As-Sulamiy. Tertuduh memalsukan hadits. Dan perawi yang di atasnya ada yang tidak diketemukan biografinya.

Tertulis dalam Lisaanul-Miizaan (7/92 no. 6695 – tahqiq : ‘Abdul-Fattaah Abu Ghuddah, Cet. 1/Thn. 1423) saat menyebutkan biografi Muhammad bin Al-Husain Abu ‘Abdirrahman As-Sulamiy :

قال الخطيب قال لي محمد بن يوسف القطان كان يضع الأحاديث للصوفية

“Al-Khathiib berkata : Telah berkata kepadaku Muhammad bin Yusuf Al-Qaththaan : “Ia memalsukan beberapa hadits untuk shufiyyah” [selesai].

Bahkan Ibnul-Jauziy yang membawakan kisah ini pun memberikan jarh kepada Muhammad bin Al-Husain ini dengan perkataannya :

محمد بن الحسين أبو عبد الرحمن السلمي الصوفي حدث عن الأصم وغيره قال أبو بكر الخطيب قال لي محمد بن يوسف القطان كان السلمي غير ثقة وكان يضع للصوفية الأحاديث

“Muhammad bin Al-Husain Abu ‘Abdirrahman As-Sulamiy Ash-Shuufiy, menceritakan hadits dari Al-Asham dan yang lainnya. Telah berkata Abu Bakr Al-Khathiib : Telah berkata kepadaku Muhammad bin Yusuf Al-Qaththaan : “As-Sulamiy bukan seorang yang terpercaya (tsiqah), dan ia memalsukan beberapa hadits untuk Shufiyyah” [Adl-Dlu’afaa’ wal-Matrukiin oleh Ibnul-Jauziy, 3/52-53 no. 2952, tahqiq : Abul-Fidaa’ ‘Abdullah Al-Qaadliy, Daarul-Kutub].

Sanad Kedua

Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asaakir dalam Taarikh Dimasyq (5/312 – tahqiq : ‘Umar bin Gharamah Al-‘Amrawiy, Daarul-Fikr, Cet. Thn. 1415) : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Jabbaar bin Muhammad bin Ahmad Al-Hawaariy Al-baihaqiy Al-Faqiih – dengan didikte di Baghdad – : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Imam Abu Sa’iid Al-Qusyairiy dengan didikte, dan ia adalah ‘Abdul-Waahid bin ‘Abdil-Kariim : Telah memberitakan kepada kami Al-Haakim Abu Ja’far Muhammad bin Muhammad Ash-Shaffaar : Telah memberitakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf, ia berkata : Aku mendengar Muhammad bin ‘Abdillah Ar-Raaziy, ia berkata : Aku mendengar Ja’far bin Muhammad Al-Maalikiy, ia berkata : Telah berkata Ar-Rabii’ bin Sulaiman : “Sesungguhnya Asy-Syafi’iy –rahimahullah - pergi menuju Mesir……(dst. dari kisah ini)”.

Dan dari jalannya (Ibnu ‘Asaakir), As-Subkiy meriwayatkannya dalam Thabaqaat Asy-Syafi’iyyah Al-Kubraa (2/35).

Terdapat tashhif dalam sanad antara Taariikh Ibnu ‘Asaakir dimana padanya tertulis Ja’far bin Muhammad Al-Maalikiy, sedangkan dalam Ath-Thabaqaat tertulis Abu Ja’far Muhammad Al-Malathiy.

Sanad riwayat ini gelap. Ada beberapa perawi yang tidak diketahui dan tidak diketemukan biografinya – selain dari Ar-Rabii’ bin Sulaiman. Wallaahu a’lam.

Sanad Ketiga

Diriwayatkan oleh Ibnul-Jauziy dalam Manaaqib Al-Imam Ahmad (hal. 610 – tahqiq Dr. ‘Abdullah bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy) : Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Naashir : telah memberitakan kepada kami Abu ‘Aliy Al-Hasan bin Ahmad : Telah mengkhabarkan kepada kami Ibrahim bin ‘Umar Al-Barmakiy, ia berkata : Aku mendapatkan dalam kitab ayahku, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr Ahmad bin Syaadzaan, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Isa Yahya bin Sahl Al-‘Ukbariy dengan ijazah (ijin periwayatan). Al-Barmakiy berkata : Dan aku menulis dari jalan Abu Ishaaq bin Syaqlaa – ia datang kepada kami, dan kemudian meminta ijin darinya (untuk meriwayatkan) - mereka berdua berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Abul-Qaasim Hamzah bin Al-Hasan Al-Haasyimiy Asy-Syaafi’iy – ia seorang yang terpercaya – berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr ‘Abdullah bin Muhammad An-Naisaburiy, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Ar-Rabii’ bin Sulaiman, ia berkata : Ditulis di hadapan Asy-Syaafi’iy sebuah surat untuk Abu ‘Abdillah Ahmad bin Hanbal…..(dst. dari kisah ini).

Sanad riwayat ini gelap. Ada beberapa perawi yang tidak diketemukan biografinya lagimajhul.

Adz-Dzahabiy berkata dalam biografi Ar-Rabii’ bin Sulaiman Al-Muadzdzin :

ولم يكن صاحب رحلة فأما ما يروى أن الشافعي بعثه إلى بغداد بكتابه إلى أحمد بن حنبل فغير صحيح

“Tidaklah ia pernah menjadi shaahibu rihlah. Adapun apa-apa yang diriwayatkan bahwasannya Asy-Syafi’iy mengutusnya ke Baghdad dengan membawa surat untuk Ahmad bin Hanbal, maka kisah tersebut tidak benar (tidak shahih)” [Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 12/587-588, Muassasah Ar-Risalah, Cet. 9/1413].

Yang menguatkan pernyataan Adz-Dzahabiy adalah bahwa tidak ada seorang punmuhaddits ‘Iraq yang menukil darinya, bahwa mereka mendengar riwayat dari Ar-Rabii’ di ‘Iraq, padahal mereka adalah golongan yang masyhur dengan tahdiits-nya. Apalagi Al-Khathiib tidak menuliskan biografi Ar-Rabii’ dalam kitabnya Taariikh Baghdaad, padahal kitab tersebut masyhur dalam penyebutan orang-orang yang pernah menjadi penduduk atau singgah di Baghdad. Wallaahu a’lam.

Jawaban saya :
Kisah ini tidak serta merta ditolak mentah-mentah, karena sebagaimana telah disebutkan sendiri oleh Abul Jauza bahwa kisah ini diriwayatkan dengan tiga jalur dan tiga sanad yang berlainan. Walaupun sanad pertama ada perowi yang lemah, maka sanad kedua dan ketiga menutupinya meskipun ada rowinya yang majhul. Karena jahalah rawi adalah kelemahan yang ringan. Dan para ulama telah menerima dan menukil dari masa ke masa dalam kitab-kitab mereka hingga masa kita sekarang ini.

Kisah ini, meskipun salah satu sanadnya ada yang lemah, maka kisah ini statusnya hasan li ghoirihi karena diriwayatkan dengan beberapa jalur yang berbeda-beda. Sebagaimana kaidah hadits bahwasanya Hasan li Ghoirihi adalah :

هو الحديث الضعيف اذا روي من طريق اخرى مثله او اقوى منه
“ Adalah hadits dhaif jika diriwayatkan melalui jalan (sanad) lain yang sama atau lebih kuat “

هو الضعيف اذا تعددت طرقه ولم يكن سبب ضعفه فسق الراوي او كذبه
“ Adalah hadits dhaif jika berbilangan jalan sanadnya dan sebab kedhaifannya bukan karena fasik atau dustanya perowi “.

Dari dua definisi di atas dapat dipahami bahwa hadits dhaof bisa naik menjadi hasan li ghoirihi dengan dua syarat, yaitu :

1. Harus ditemukan periwayatan sanad lain yang seimbang atau lebih kuat. Dalam kasus kisah imam Syafi’i di atas, telah ditemukan dua sanad lainnya yang seimbang atau bahkan lebih kuat karena dhaifnya hanya karena tidka ditemukan salah satu tarjamah perowinya.

2. Sebab kedhaifannya tidak berat, seperti dusta dan fasik, tetapi ringan seperti hafalan yang kurang atau terputusnya sanad atau tidak diketahui dengan jelas (majhul) identitas perawinya. Dan pada sanad-sanad lainnya, kelemahannya hanya dari sisi jahalah perawinya, sehingga hal ini dinilai ringan.



Dengan ini, maka kisah tabarruk imam Syafi’i di atas bisa kita katakan kisah yang bernilai hasan li ghoirihi. Karena kesahihan atau kehasanan suatu hadits tidak mesti harus tergantung dengan perawinya akan tetapi bisa juga dari hadits penguat lainnya, sebagaimana dikatakan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar :

صحة الحديث وحسنه ليس تابعاً لحال الراوي فقط بل لأمور تنضم إلى ذلك من المتابعات والشواهد ، وعدم الشذوذ والنكارة

“ Kesahihan dan kehasanan hadits tidak hanya mengikuti keadaan perawinya, akan tetapi bisa juga karena perkara-perkara yang terkumpul dari mutaba’at dan syawahidnya dan tidak adanya kejanggalan dan keburukan maknanya “.

Dan perlu Abul jauza ketahui, bahwasanya hujjah kami dalam melegalkan tabarruk dengan bekas-bekas orang shalih bukan hanya kisah imam Syafi’I ini saja, melainkan kami memiliki banyak hujjah dan dalil tentang ini, di antaranya :

Imam Ahmad bin Hanbal pernah bertabarruk dengan jubbah imam Yahya bin Yahya, Ibnu Muflih al-Hanbali bercerita :

قال المروذي في كتاب الورع : «سمعت أبا عبد الله يقول قد كان يحيى بن يحيى أوصى لي بجبته فجاءني بها ابنه فقال لي فقلت رجل صالح قد أطاع الله فيها أتبرك بها

“ Berkata imam al-Marrudzi di kitab al-Wara’nya, “ Aku mendengar Abu Abdillah berkata, “ Yahya bin Yahya pernah berwsiat kepadaku tentang jubbahnya, lalau putranya datang kepadaku dengan membawa jubbah ayahnya itu. Maka dia bertanya padaku dan aku menjawabnya, “ Dia adalah orang sholeh yang telah ta’at kepada Allah, aku bertabarruk dengan jubahnya “.[2]



Imam Nawawi ketika menyebutkan hadits tabarruk dengan jubbah Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, setelahnya beliau berkomentar :

وفى هذا الحديث دليل على استحباب التبرك بآثار الصالحين وثيابهم

“ Dan di dalam hadits ini merupakan dalil atas dianjurkannya bertabarruk dengan bekas-bekas orang-orang shalih dan pakaian mereka “.[3]

Al-Hafidz Ibnu Hajar ketika berkomentar setelah menyebutkan suatu hadits :

وفيه استعمال آثار الصالحين ولباس ملابسهم على جهة التبرك والتيمن بها
“ Dan dalam hadits itu merupakan dalil menggunakan bekas-bekas orang shalih dan pakaian mereka dengan cara bertabarruk dengannya “ [4]

عَنْ مَوْلَى أسْمَاءَ بِنْتِ أبِي بَكْر، قَالَ: أخْرَجَتْ إليْنَا جُبّةً طَيَالِسَةً كَسْرَوَانِيّةً لَهَا لَبِنَةُ دِيْبَاجٍ وَفَرْجَاهَا مَكْفُوْفَانِ، وَقَالَتْ: هذِهِ جُبّةُ رَسُوْلِ اللهِ صَلّى اللهُ عَليْهِ وَسَلّمَ كَانَتْ عِنْدَ عَائِشَةَ، فَلَمَّا قُبِضَتْ قَبَضْتُهَا، وَكَانَ النّبيّ صَلّى اللهُ عَليهِ وَسَلّمَ يَلبِسُهَا فَنَحْنُ نَغْسِلُهَا لِلْمَرْضَى نَسْتَشْفِيْ بِهَا، وَفي روَاية: نَغْسِلُهَا للمَرِيْضِ مِنَّا
“ Dari hamba sahaya Asma’ binti Abi Bakar ash-Shiddiq, bahwa ia berkata: “Asma’ binti Abi Bakar mengeluarkan jubah –dengan motif– thayalisi dan kasrawani (semacam jubah kaisar) berkerah sutera yang kedua lobangnya tertutup. Asma’ berkata: “Ini adalah jubah Rasulullah. Semula ia berada di tangan ‘Aisyah. Ketika ‘Aisyah wafat maka aku mengambilnya. Dahulu jubah ini dipakai Rasulullah, oleh karenanya kita mencucinya agar diambil berkahnya sebagai obat bagi orang-orang yang sakit”. Dalam riwayat lain: “Kita mencuci (mencelupkan)-nya di air dan air tersebut menjadi obat bagi orang yang sakit di antara kita”. (HR. Muslim : 3/1641)

Al-Imam Ibn Hibban dalam kitab Shahih-nya menuliskan sebagai berikut:

بَابُ ذِكْرِ إِبَاحَةِ التَّـبَرُّكِ بِوَضُوْءِ الصَّالِحِيْنَ مِنْ أَهْلِ العِلْمِ إِذَا كَانُوْا مُتَّبِعِيْنَ لِسُنَنِ الْمُصْطَفَى صَلَّى اللهُ عَليْه وَسَلّمَ، عَنْ ابْنِ أَبِيْ جُحَيْفَةَ، عَنْ أَبِيْهِ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَليْه وَسَلّمَ فِيْ قُبَّةٍ حَمْرَاءَ وَرَأَيْتُ بِلاَلاً أَخْرَجَ وَضُوْءَهُ فَرَأَيْتُ النَّاسَ يَبْتَدِرُوْنَ وَضُوْءَهُ يَتَمَسَّحُوْنَ.

“Bab menyebutkan kebolehan tabarruk dengan bekas air wudlu orang-orang saleh dari kalangan para ulama, jika mereka memang orang-orang mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah”. Dari Ibn Abi Juhaifah, dari ayahnya, bahwa ia berkata: Aku melihat Rasulullah di Qubbah Hamra’, dan aku melihat Bilal mengeluarkan air wudlu Rasulullah, kemudian aku melihat banyak orang memburu bekas air wudlu tersebut, mereka semua mengusap-usap dengannya” .

Dalam teks itu sangat jelas bahwa Ibn Hibban memahami tabarruk sebagai hal yang tidak khusus kepada Rasulullah saja, tetapi juga berlaku kepada al-Ulama al-‘Amilin. Karena itu beliau mencantumkan hadits tentang tabarruk dengan air bekas wudlu Rasulullah di bawah sebuah bab yang beliau namakan: “Bab menyebutkan kebolehan tabarruk dengan bekas air wudlu orang-orang saleh dari kalangan para ulama, jika mereka memang orang-orang mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah”.

Shofiyyah an-Nuuriyyah

Refrensi:
[1] Manaqib Ahmad ibn Hanbal”: 455 dan “Al Bidayah wa an Nihayah”; Ibnu Katsir,10/331 dari al Baihaqi
[2] Al-Aadab asy-Syar’iyyah, Ibn muflih : 2/235
[3] Syarh Sahih Muslim : 14/44
[4] Fath al-Bari : 10/198

Mencium Tangan Orang Tua dan Orang Alim

Mencium Tangan Orang Tua dan Orang Alim

Perlu diketahui bahwa mencium tangan orang yang saleh, penguasa yang bertakwa dan orang kaya yang saleh adalah perkara mustahabb (sunnah) yang disukai Allah. Hal ini berdasarkan hadits-hadits Rasulullah dan dan atsar para sahabat, yang akan kita sebutkan berikut ini.

Di antaranya, hadits riwayat al-Imam at-Tirmidzi dan lainnya, bahwa ada dua orang Yahudi bersepakat menghadap Rasulullah. Salah seorang dari mereka berkata: “Mari kita pergi menghadap -orang yang mengaku- Nabi ini untuk menanyainya tentang sembilan ayat yang Allah turunkan kepada Nabi Musa”. Tujuan kedua orang Yahudi ini adalah hendak mencari kelemahan Rasulullah, karena beliau adalah seorang yang Ummi (tidak membaca dan tidak menulis). Mereka menganggap bahwa Rasulullah tidak mengetahui tentang sembilan ayat tersebut. Ketika mereka sampai di hadapan Rasulullah dan menanyakan prihal sembilan ayat yang diturunkan kepada Nabi Musa tersebut, maka Rasulullah menjelaskan kepada keduanya secara rinci tidak kurang suatu apapun. Kedua orang Yahudi ini sangat terkejut dan terkagum-kagum dengan penjelasan Rasulullah. Keduanya orang Yahudi ini kemudian langsung mencium kedua tangan Rasulullah dan kakinya. Al-Imam at-Tarmidzi berkata bahwa kulitas hadits ini Hasan Shahih#.

Abu asy-Syaikh dan Ibn Mardawaih meriwayatkan dari sahabat Ka’ab ibn Malik, bahwa ia berkata: “Ketika turun ayat tentang (diterimanya) taubat-ku, aku mendatangi Rasulullah lalu mencium kedua tangan dan kedua lututnya”#.

Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam kitabnya al-Adab al-Mufrad bahwa sahabat ‘Ali ibn Abi Thalib telah mencium tangan al-‘Abbas ibn ‘Abd al-Muththalib dan kedua kakinya, padahal ‘Ali lebih tinggi derajatnya dari pada al-‘Abbas. Namun karena al-‘Abbas adalah pamannya sendiri dan seorang yang saleh maka dia mencium tangan dan kedua kakinya tersebut#.

Demikian juga dengan ‘Abdullah ibn ‘Abbas, salah seorang dari kalangan sahabat yang masih muda ketika Rasulullah meninggal. ‘Abdullah ibn ‘Abbas pergi kepada sebagian sahabat Rasulullah lainnya untuk menuntut ilmu dari mereka. Suatu ketika beliau pergi kepada Zaid ibn Tsabit, salah seorang sahabat senior yang paling banyak menulis wahyu. Saat itu Zaid ibn Tsabit sedang keluar dari rumahnya. Melihat itu, dengan cepat ‘Abdullah ibn ‘Abbas memegang tempat pijakan kaki dari pelana hewan tunggangan Zaid ibn Tsabit. ‘Abdullah ibn ‘Abbas menyongsong Zaid untuk menaiki hewan tunggangannya tersebut. Namun tiba-tiba Zaid ibn Tsabit mencium tangan ‘Abdullah ibn ‘Abbas, karena dia adalah keluarga Rasulullah. Zaid ibn Tsabit berkata: “Seperti inilah kami memperlakukan keluarga Rasulullah”. Padahal Zaid ibn Tsabit jauh lebih tua dari ‘Abdullah ibn ‘Abbas. Atsar ini diriwayatkan oleh al-Hafizh Abu Bakar ibn al-Muqri dalam Juz Taqbil al-Yad.

Ibn Sa’d juga meriwayatkan dengan sanad-nya dalam kitab Thabaqat dari ‘Abd ar-Rahman ibn Zaid al-‘Iraqi, bahwa ia berkata: “Kami telah mendatangi Salamah ibn al-Akwa’ di ar-Rabdzah. Lalu ia mengeluarkan tangannya yang besar seperti sepatu kaki unta, kemudian dia berkata: “Dengan tanganku ini aku telah membaiat Rasulullah”. Oleh karenanya lalu kami meraih tangan beliau dan menciumnya”#.

Juga telah diriwayatkan dengan sanad yang shahih bahwa al-Imam Muslim mencium tangan al-Imam al-Bukhari. Al-Imam Muslim berkata kepadanya:

وَلَوْ أَذِنْتَ لِيْ لَقَبَّلْتُ رِجْلَكَ.
“Seandainya anda mengizinkan pasti aku cium kaki anda”#.

Dalam kitab at-Talkhish al-Habir, al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani menuliskan sebagai berikut: “Tentang masalah mencium tangan ada banyak hadits yang dikumpulkan oleh Abu Bakar ibn al-Muqri, beliau mengumpulkannya dalam satu juz penuh. Di antaranya hadits ‘Abdullah ibn ‘Umar, dalam menceritakan suatu peristiwa di masa Rasulullah, beliau berkata:

فَدَنَوْنَا مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَبَّلْنَا يَدَهُ وَرِجْلَهُ (رواه أبو داود)
“Maka kami mendekat kepada Rasulullah lalu kami cium tangan dan kakinya”. (HR. Abu Dawud)

Di antaranya juga hadits Shafwan ibn ‘Assal, dia berkata: “Ada seorang Yahudi berkata kepada temannya: Mari kita pergi kepada Nabi ini (Muhammad). Kisah lengkapnya seperti tertulis di atas. Kemudian dalam lanjutan hadits ini disebutkan:

فَقَبَّلاَ يَدَهُ وَرِجْلَهُ وَقَالاَ: نَشْـهَدُ أَنَّكَ نَبِيٌّ.
“Maka keduanya mencium tangan Nabi dan kakinya lalu berkata: Kami bersaksi bahwa engkau seorang Nabi”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Para Penulis Kitab-kitab Sunan (al-Imam at-Tirmidzi, al-Imam an-Nasa’i, al-Imam Ibn Majah, dan al-Imam Abu Dawud) dengan sanad yang kuat.

Juga hadits az-Zari’, bahwa ia termasuk rombongan utusan ‘Abd al-Qais, bahwa ia berkata:

فَجَعَلْنَا نَتَبَادَرُ مِنْ رَوَاحِلِنَا فَنُقَبِّلُ يَدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
“Maka kami bergegas turun dari kendaraan kami lalu kami mencium tangan Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam”. (HR. Abu Dawud)

Dalam hadits tentang peristiwa al-Ifk (tersebarnya kabar dusta bahwa as-Sayyidah ‘Aisyah berbuat zina) dari 'Aisyah, bahwa ia berkata: “Abu Bakar berkata kepadaku:

قُوْمِيْ فَقَبِّلِيْ رَأْسَهُ.
“Berdirilah dan cium kepalanya (Rasulullah)”. (HR. Ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir)#.

Dalam kitab sunan yang tiga (Sunan Abu Dawud, at-Tirmidzi dan an-Nasa-i) dari ‘Aisyah, bahwa ia berkata:

مَا رَأَيْتُ أَحَدًا كَانَ أَشْبَهَ سُمْتًا وَهَدْيَا وَدَلاًّ بِرَسُوْلِ اللهِ مِنْ فَاطِمَةَ، وَكَانَ إِذَا دَخَلَتْ عَلَيْهِ قَامَ إِلَيْهَا فَأَخَذَ بِيَدِهَا فَقَبَّلَهَا وَأَجْلَسَهَا فِيْ مَجْلِسِهِ، وَكَانَتْ إِذَا دَخَلَ عَلَيْهَا قَامَتْ إِلَيْهِ فَأَخَذَتْ بِيَدِهِ فَقَبَّلَتْهُ، وَأَجْلَسَتْهُ فِيْ مَجْلِسِهَا.
“Aku tidak pernah melihat seorangpun lebih mirip dengan Rasulullah dari Fathimah dalam sifatnya, cara hidup dan gerak-geriknya. Ketika Fathimah datang kepada Rasulullah, maka Rasulullah berdiri menyambutnya lalu mengambil tangan Fathimah, kemudian Rasulullah mencium Fathimah dan membawanya duduk di tempat duduk beliau. Dan apabila Rasulullah datang kepada Fathimah, maka Fathimah berdiri menyambutnya lalu mengambil tangan Rasulullah, kemudian mencium Rasulullah, setelah itu ia mempersilahkan beliau duduk di tempatnya”.

Demikian penjelasan al-Hafizh Ibn Hajar dalam kitab at-Talkhish al-Habir.

Dalam hadits yang terakhir disebutkan, juga terdapat dalil tentang kebolehan berdiri untuk menyambut orang yang masuk datang ke suatu tempat, jika memang bertujuan untuk menghormati bukan untuk menyombongkan diri dan menampakkan keangkuhan.

Sedangkan hadits riwayat al-Imam Ahmad dan al-Imam at-Tirmidzi dari Anas ibn Malik yang menyebutkan bahwa para sahabat jika mereka melihat Rasulullah mereka tidak berdiri untuknya karena mereka mengetahui bahwa Rasulullah tidak menyukai hal itu, hadits ini tidak menunjukkan kemakruhan berdiri untuk menghormati. Pemaknaan hadits ini bahwa Rasulullah tidak menyukai hal itu karena beliau takut akan diwajibkan hal itu atas para sahabat. Dengan demikian, Rasulullah tidak menyukai hal itu karena beliau menginginkan keringanan bagi ummatnya. Sebagaimana sudah diketahui bahwa Rasulullah kadang suka melakukan sesuatu tapi ia meninggalkannya meskipun ia menyukainya karena beliau menginginkan keringanan bagi ummatnya.

Sedangkan hadits yang diriwayatkan oleh al-Imam Abu Dawud dan al-Imam at-Tirmidzi bahwa Rasulullah bersabda:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَتَمَثَّلَ لَهُ الرِّجَالُ قِيَامًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ (رَوَاه أبو دَاوُد والتّرمذيّ)

berdiri yang dilarang dalam hadits ini adalah berdiri yang biasa dilakukan oleh orang-orang Romawi dan Persia kepada raja-raja mereka. Jika mereka ada di suatu majelis lalu raja mereka masuk, maka mereka berdiri untuk raja tersebut dengan Tamatstsul; artinya berdiri terus hingga sang raja pergi meninggalkan majelis atau tempat tersebut. Ini yang dimaksud dengan Tamatstsul dalam bahasa Arab.

Sedangkan riwayat yang disebutkan oleh sebagian orang bahwa Rasulullah menarik tangannya dari tangan orang yang hendak menciumnya, ini adalah hadits yang sangat lemah menurut ahli hadits#.

Maka sangat aneh bila ada orang yang menyebut-nyebut hadits dla’if ini dengan tujuan menjelekkan perbuatan mencium tangan. Bagaimana dia meninggalkan sekian banyak hadits shahih yang membolehkan mencium tangan, dan dia berpegangan dengan hadits yang sangat lemah untuk melarangnya!? Hasbunallah.

Sumber :
http://pustaka.islamnet.web.id/Bahtsul_Masaail/Aswaja/Ad-Durarus%20Saniyyah%20Fiy%20Bayaani%20al-Maqalaati%20al-Sunniyyah%20-%20Khalil%20Abu%20Fatih/Buku%200/Mencium%20Tangan%20Orang%20Tua%20dan%20Orang%20Alim.htm

Tempat Paling Utama Antara Makkah Dan Madinah

TAHUKAH ANDA ???

Bahwa berdasarkan ijma' (konsensus empat imam) Makkah dan Madinah adalah tempat yg paling utama,
dan telah menjadi kesepakatan Tiga imam (hanafi, syafi'i dan ahmad) bahwa Makkah lebih utama daripada Madinah, sedangkan menurut Imam Malik bahwa Madinah lebih utama daripada Makkah,
perbedaan pendapat tersebut adalah selain tempat mulia yang menyimpan jasad Rosululloh shollallohu alaihi wasallam karena tempat tersebut adalah lebih utama daripada langit dan bumi secara pasti.

Imam Al Baijury dalam kitab hasiyah 'alas syamail menuturkan bahwa termasuk khowasul Makkah adalah jika ditulis di dahi orang yg mimisan dgn darah mimisan tersbut :
" MAKKAH WASATUL BILAD WALLOHU ROUFUM BIL 'IBAD "
maka darah orang mimisan akan berhenti.

Wallohu a'lam bis showab

Referensi kitab Nurud dholam karya Syeh Nawawi Banten halaman 28

Biografi AL-IMAM SUFYAN ATS-TSAURY

AL-IMAM SUFYAN ATS-TSAURY
oleh: Ulinuha Asnawi

Nama aslinya Abu Abdillah Sufyan bin Sa’id bin Masruq al Kufi, ia seorang Al-hafidh adl Dlabith (Penghapal yang cermat). Ia lahir di Kufah pada tahun 97 H..Ayahnya Sa’id salah seorang ulama Kufah, Ia cermat dalam periwayatan hadist sehingga Syu’bah bin al-Hajjaj, Sufyan bin Uyainah dan Yahya bin Ma’in menjulukinya “Amirul Mu’minin fi al-Hadits”, gelar yang sama disandang oleh Malik bin Anas.

Mula-mula ia belajar dari ayahnya sendiri, kemudian dari banyak orang-orang pandai di masa itu sehingga akhirnya ia mencapai keahlian yang tinggi di bidang Hadits dan teologi. Ia telah mendirikan sebuah madzhab fiqh yang bertahan selama dua abad.

Mengenai beliau, Al-Khatib al Baghdadi berkata: “Sufyan adalah salah seorang diantara para imam kaum muslimin dan salah seorang dari pemimpin agama, kepemimpinannya disepakati oleh para ulama, sehingga tidak perlu lagi pengukuhan terhadap ketelitian, hapalan”.

Sufyan at-Tsauri meriwayatkan hadist dari Al-A’masi (sulaiman bin Mihran), Abdullah bin Dinar, Ashim al-Ahwal, Ibn al-Munkadir dan lainya.

Sedangkan yang diriwayatkan darinya ialah Aburahman Auza’I, Abdurahman bin Mahdi, Mis.ar bin Kidam dan Abban bin Abdullah al-Ahmasi. Orang terakhir yang meriwayatkan darinya adalah Ali bin al-Ja’d.

Abdullah bin Mubarak berkata:” Aku telah mencatat dari 1.100 orang guru dan aku tidak pernah mencatat dari seseorang yag keutamaanya melebihi Sufyan”. Namun ada diantara ulama meriwayatkan dari Ibn Mubarak bahwa Sufyan Ats-Tsauri terkadang meriwayatkan Hadits Mudallas.

Ibnu Mubarak berkata:” Aku pernah menceritakan hadits kepada Sufyan, lalu pada kesempatan lain aku datang kepadanya ketika ia tengah men tadlis kan hadits tersebut, dan ketika ia melihatku tampak ia malu dan berkata :” Aku meriwayatkan bersumber dari anda”. Jika ini benar, untuk menyepakati antara dua perkataan Ibn al-Mubarak maka pen tadlisan yang dilakukan Sufyan itu termasuk tadlis yang tidak membuatnya tercela. Karena itu ia berkata kepada Ibn Mubarak : “Aku meriwayatkannya bersumber dari anda”. Dengan perkataan tersebut ia menghendaki bahwa sanad hadits yang samapai kepadanya tersebut dianggap tsiqah.
Al-Imam Ats Tsauri wafat di Basrah pada tahun 161 H.

Dinukil dari: Biografi sufyan Ats-Tsauri dalam Thabaqaat Ibn Sa’ad 6/257, Tahdzib at Tahdzib : Ibnu Hajar Asqalani 4/111.

Silahkan dibagikan, jika sekiranya menambah kemanfaatan pada sahabat semua

Kitab An- Nawadir Tentang Niat Yang baik Dan Tulus

NIAT YANG BAIK DAN TULUS.
Dinukil dari kitab An Nawadir Syeh Syihabuddin Al Qolyuby

Dikisahkan bahwa pada suatu malam sekawanan perampok keluar utk merampok rombongan pedagang. Malam itu mereka mendatangi sebuah gubug dan rencananya akan mereka jadikan sebagai tempat menginap.Mereka lalu mengetuk pintu gubug tersebut dan berkata :
" Kami adalah para mujahid yg habis berperang dan ingin menginap di tempatmu."
Begitu mendengar pengakuan mereka, tanpa curiga pemilik gubug tsb membukakan pintu dan mempersilahkan masuk. Pemilik gubug itu melayani semua kebutuhan mereka dgn sepenuh hati. Dengan itu dia berharap bisa mendekatkan diri kpd Allah dan mendapatkan barokah dngan melayani para mujahid.

Pemilik gubug tsb mempunyai seorang anak laki2 yg lumpuh dan tdk bisa berdiri.
Lalu pemilik gubug mengambil sisa minuman kawanan perampok yg mengaku sbg mujahid tersebut dan berkata kpd istrinya :
" usapkanlah sisa minuman ini ketubuh anak kita, semoga dgn barokah para mujahid ini dia bisa sembuh ."
Dan sitrinya pun melakukan semua perintah suaminya.

ketika menjelang pagi, para perampok itu keluar dan bergerak ke suatu daerah utk merampok, sore harinya mereka kembali ketempat tsb dngan membawa hasil rampokan mereka.
Ketika sampai disana, mereka melihat anak laki2 dari pemilik gubug itu telah bisa berjalan dgn tegak. Mereka heran,lalu mereka bertanya kepada pemilik gubug itu :
" ini anak yg kemaren kami lihat tdk bisa berdiri ?"
" iya, saya mengambil sisa2 minuman kalian semua dan saya usapkan ketubuhnya, dan Alhamdulilah dengan barokah kalian dia sembuh ."
jawab pemilik gubug dengan penuh syukur.

Mendengar itu mereka tersentak dan langsung menangis sambil berkata kpd pemilik gubug :
" ketahuilah, sebenarnya kami bukan mujahid melainkan kawanan penyamun yg keluar utk merampok, Allah menyembuhkan anakmu karena niatmu yg baik dan tulus. Sejak saat ini kami bertaubat kpd Allah ."
Setelah kejadian itu mereka kemudian bertaubat dan benar2 menjadi pejuang dan mujahid dijalan Allah ta'ala sampai mereka meninggal dunia.

Wallohu a'lam

النوادر
للشيخ شهاب الدين القليوبي

رَبِّ اغْفِرْ لَنا، وَتُبْ عَلَيْنا، إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الْغَفُورُ

Yaa Allah ..
ampunilah kami dan terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau Maha penerima Taubat ...

Aamiin

Tidak Dibenarkan Jika Tidak Perlu Bermadzhab dalam Beragama

 Tidak dibenarkan jika beranggapan, "Tidak perlu bermadzhab dalam beragama."
Mengapa harus bermadzhab?

MENGAPA HARUS BERMADZHAB
Oleh: Firman Wahyudi.

Mengapa harus bermadzhab?
Kalaw boleh mengoreksi pertanyaan ini, maka yang lebih tepat adalah mengapa kita harus bermadzhab empat?
Jawab
Al Qur’an jauh.. jauh hari telah menjawab, pertanyaan ini.
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (الأنبياء [21]: 7)
Artinya: “Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.” (QS. Al-Anbiya’ [21]: 7)
Ayat ini, secara spesifik telah menjelaskan tanyalah kepada orang yang ahli, dalam perkara yang kalian tidak mengetahui kebenaran-nya?

Sedangkan orang yang ahli dalam ilmu agama, kalaw dipersempit adalah para mujtahid, suatu kesalahan yang fatal, jika beranggapan bahwa dia mampu ber-istinbath langsung pada Al Qur’an dan Hadits, tanpa memandang Ulama terdahulu. Atau sebagian kelompok dari golongan tertentu yang mengatakan “kembali ke-Al Qur’an & Hadits..” pernyataan ini, adalah pertanyaan yang bodoh, seakan mereka menganggap para Ulama terdahulu, salafuna saleh tidak ber-jtihad dengan Al Qur’an & Hadits.
Sementara sejarah berbicara, bahwa pada masa kini sudah tidak ditemukan seorangpun yang mencapai posisi mujtahid. Bahkan Ibnu Hajar menegaskan, bahwa setelah priode asy-Syafi’i tidak pernah ditemukan lagi seorang mujtahid muthlaq atau mujtahid mustaqil.

Sebenarnya, madzhab yang boleh diikuti tidak terbatas pada empat saja. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Sayyid Alawi bin Ahmad as-Seggaf dalam Majmu’ah Sab’ah Kutub Mufidah:”Sebenarnya yang boleh diikuti itu tidak hanya terbatas pada empat madzhab saja. Bahkan masih banyak madzhab ulama (selain madzhab empat) yang boleh diikuti, seperti madzhab Sufyan ats-Tsauri, Sufyan bin ‘Uyainah, Ishaq bin Rahawaih, Daud azh-Zhahiri dan al-Auza’i [Majmu’ah Sab’ah Kutub Mufidah, hlm 59].
Namun mengapa yang diakui serta diamalkan oleh golongan kami, yaitu “Ahlussunnah wal-jamaah” hanya empat madzhab saja? Sebenarnya, yang menjadi salah satu faktor adalah tidak lepas dari murid beliau-beliau yang kreatif, yang membukukan pendapat-pendapat imam mereka sehingga semua pendapat imam tersebut dapat terkodifikasi dengan baik, akhirnya validitas dari pendapat-pendapat tersebut tidak diragukan lagi. Di samping itu, madzahibul arba’ah ini telah teruji keshalihannya sepanjang sejarah, sebab memiliki metode istinbat yang jelas dan sistematis, sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Sebagaimana masih ditegaskan oleh Sayyid ‘Alawi bin Ahmad as-Seggaf dalam Majmu’ah Sab’ah Kutub Mufidah: “Sekelompok ulama dari kalangan ashhab kita (ashhâbina) mengatakan, bahwa tidak diperbolehkan bertaklid kepada selalin madzhab yang empat, karena selain yang empat itu jalur periwayatannya tidak valid, sebab tidak ada sanad (mata rantai) yang bisa mencegah dari kemungkinan adanya penyisipan dan perubahan. Berbeda dengan madzhab yang empat. Para tokohnya telah mengerahkan kemampuannya untuk meneliti setiap pendapat serta menjelaskan setiap sesuatu yang memang pernah diucapkan oleh mujtahind-nya, atau yang tidak pernah dikatakan, sehingga para pengikutnya merasa aman dari terjadinya perubahan, distorsi pemahaman, serta meraka juga mengetahui pandapat yang shahih dan yang lemah.” [Majmu’ah Sab’ah Kutub Mufidah, hlm 59]
Selain pendapat Sayyid ‘Alawi bin Ahmad as-Seggaf dalam Majmu’ah Sab’ah Kutub Mufidah diatas, Ulama sebelumnya juga telah membahas tentang perlu-nya, bermadzhab.

۞ Syeh Muhammad Amin Alkurdy Annaqsyabandy, dalam kitab beliau Tanwiru Al Qulub mengatakan;
وَمَنْ لَمْ يُقَلِّدُ وَاحِدًا مِنْهُمْ، وَقَالَ أَنَا أَعْمَلُ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ مُدَعِّيًا فَهْمَ الْأَحْكَامِ مِنْهُمَا فَلَا يُسَلِّمُ لَهُ، بَلْ هُوَ مُخْطِئٌ، ضَالٌّ مُضِلٌّ سِيَّمَا فِي هَذَا الزَّمَانِ، اَلَّذِيْ عَمَّ فِيْهِ الْفُسُقُ وَكَثُرَتْ الدَّعْوَى الْبَاطِلَةَ لِأَنَّهُ اسْتَظَهَرَ عَلَى أَئِمَّةِ الدِّيْنِ وَهُوَ دُوْنَهُمْ فِي الْعِلْمِ وَالْعَمَلِ وَالْعَدَالَةِ وَاْلإِطْلَاعِ.
Artinya: "Dan barangsiapa yang tidak mengikuti salah satu dari mereka (Imam madzhab) dan berkata "saya beramal berdasarkan alQuran dan hadits", dan mengaku telah memahami hukum-hukum alquran dan hadits maka orang tersebut tidak dapat diterima, bahkan termasuk orang yang bersalah, sesat dan menyesatkan terutama pada masa sekarang ini dimana kefasikan merajalela dan banyak tersebar dakwah-dakwah yang salah, karena ia ingin mengungguli para pemimpin agama padahal ia di bawah mereka dalam ilmu, amal, keadilan dan analisa". [Tanwiir Al Qulub 74-75]

۞Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatho Ad-Dimyathi As-Syafi'I, dalam kitab-nya I’anatu At Thalibin mengatakan;
كُلٌّ مِنَ الْأَئِمَّةِ اْلأَرْبَعَةِ عَلَى الصَّوَابِ، وَيَجِبُ تَقْلِيْدُ وَاحِدٍ مِنْهُمْ، وَمَنْ قَلَّدَ وَاحِدًا مِنْهُمْ خَرَجَ مِنْ عِهْدَةِ التَّكْلِيْفِ وَعَلَى الْمُقَلِّدِ أَرْجِحِيّةٌ مَذْهَبَهُ أَوْ مُسَاوَاتُهُ. وَلَايَجُوْزُ تَقْلِيْدُ غَيْرِهِمْ فِى إِفْتَاءٍ أَوْ قَضَاءٍ. قَالَ اِبْنُ حَجَرْ وَلَايَجُوْزُ الْعَمَلُ بِالضَّعِيْفِ بِالْمَذْهَبِ وَيَمْتَنِعُ التَّلْفِيْقُ فِى مَسْأَلَةٍ كَأَنْ قَلَّدَ مَالِكًا فِى طَهَارَةِ الْكَلْبِ وَالشَّافِعِىْ فِى مَسْحِ بَعْضِ الرَّأْسِ (إعانة الطالبين, الجزء 1 الصفحة 17)
Artinya: "Setiap imam empat itu.. berjalan dijalan yang benar, maka wajiblah bagi umat islam untuk bertaqlid kepada salah satu diantara empat, sebab orang yang sudah bertaqlid kepada salah satu imam madhzhab empat tersebut, maka ia telah terlepas dari tanggungan dalam keagamaan, dan orang yang bertaqlid haruslah yakin bahwqa madzhab yang ia ikuti itu benar dan sama benarnya dengan yang lain serta tidak boleh bertaqlid kepada madzhab lain selain madzhab yang ia ikuti, seperti apa yang dikatakan oleh ibnu hajar alhaitami: tidak boleh seseorang yang menganut suatu madzhab berbuat talfiq (mencampur adukkan madzhab untuk mencari yang ringan-ringan) misalnya mengikuti imam malik yang mensucikan anjing dan juga mengikuti imam syafi'ie dalam membasuh sebagian kepala dalam berwudu''. [I'anatut Tholibin I/17]
Sekiranya cukup, yang kami sampaikan tentang sangat perlunya bermadzhab dalam beragama islam yang benar dan sesuai ajaran rosulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam

ADABNYA PENGAJAR DAN PELAJAR dari Kitab Al adab Fid Din Karya Imam Ghozalli

ADABNYA PENGAJAR DAN PELAJAR
Dinukil dari kitab Al Adab Fid Din karya Imam Ghozzali

أَدَبُ العَــالِـمِ :
لُـزُوْمُ الْعِــلْمِ ، وَالعَـمَلُ بِـالْعِــلْمِ ، وَدَوَامِ الْوَقَـــارِ ، وَمَـنْعُ التَّــكَـبْرِ ، وَتَـرْكِ الإدِّعَــاءِ بِـهِ ، وَالرِفْـقُ بِـالْمُــتَعَـلِّـمِ ، وَالتَّـأَنِّـي بِـالْمُــتَعَجْـرِفِ ، وَاصْـلَاحُ الْمَسْـئَلةِ لِلْبَـلِيْدِ ، وَتَـرْكُ الأَنَـفَـةِ مِـنْ قَـوْلِ لَا أَدْرِي ، وَتَكُــونَ هِمَّــتَهُ عِنْدَ السُـؤَالِ اِخْلَاصَـهُ مِـنَّ السَّائِلِ لِإخْلَاصِ السَّــائِلِ ، وَتَـركُ التَّـكَلُّفَ ، وَاسْـتِمَـاعِ الحُجَّـةِ وَالْقُـبُـولُ لَـهَا وَإنْ كَــانَتْ مِـنْ الخَــصْمِ .

Adabnya Pengajar adalah :
Selayaknya terus mencari dan mengamalkan ilmunya, selalu tenang , meninggalkan sifat takabbur dan tidak mengundangnya.
Mengasihi pencari ilmu dan tdk bersegera kepada orang yg sombong. Menyelesaikan masalah orang awam dan tidak merasa gengsi utk mengatakan " saua tdk tahu "
Memberikan perhatian serius atas pertanyaannya penanya dan tdk berpura-pura.
Memperhatikan dan menerima argumen walaupun itu berupa bantahan.

أَدَبُ الْمُــتَعَلِـمُ مَـعَ العَـالِمْ :
يَـبْدَؤُهُ بِـالسَـلَامْ ، وَيَـقِـلُّ بَيْنَ يَدَيْـهِ الكَـلَامْ ، وَيَـقُـومُ لَـهُ إذَا قَــامْ ، وَلَا يَقُـولُ لَـهُ : قَـالَ فُـلَانْ خِلَافَ مَـا قُـلْتَ ، وَلَا يَــسْأَلُ جَـلِيْسَــهُ فِــي مَجْــــلِسِهِ ، وَلَا يَبْـتَسِــمُ عِـنْدَ مُخَـــاطَبَتِـهِ ، وَلَا يُشِـيرُ إلَيْهِ بِخِلَافِ رَأْيِــهِ ، وَلَا يَـأْخُذْ بِثَــوْبِهِ إذَا قَــامْ ، وَلَا يَسْـتَفْـهِمْــهُ عَـنْ مَسْـئَـلَةٍ فِـي طَرِيــقِه حَـتَّـى يَبْـلُغُ إلَـى مَنْــزِلِـهِ وَلَا يُكْـثِرُ عَـلَيْهِ عِنْدَ مَــلَلَهِ .

Adabnya Pelajar di hadapan Pengajar adalah :
Selayaknya senantiasa memulai pertemuan dengan mengucapkan salam kpd pengajar, tidak banyak berbicara dihadapannya, ikut berdiri ketika dia berdiri, dan tidak mengatakan : " fulan mengatakan sesuatu yg berbeda dgn apa yg anda katakan ".
Tidak bertanya kepada teman ketika duduk dihadapan pengajar,tidak tertawa ketika pengajar berbicara dan tidak memperlihatkan kpdnya pendapat yg bertentangan dgn pendapatnya.
Tidak memegang bajunya ketika dia berdiri, tidak meminta suatu penjelasan masalah ketika di tengah perjalannya hingga sampai kerumahnya dan tidak banyak bertanya ketika dia jenuh.

Wallohu a'lam.

الادب في الدين
حجة الاسلام الغزالي


Ya Allah, berikanlah manfaat kepada kami dengan apa-apa yang Engkau ajarkan kepada kami, dan ajarkanlah kami apa-apa yang bermanfaat bagi kami dan tambahkanlah ilmu kepada kami...

Aamiin

Sholawat Ke Enam dari kitab Afdholus Sholawat

SHOLAWAT KE ENAM
Dinukil dari kitab Afdholus Sholawat Syeh Yusuf An Nabhani

الصلاة السادسة:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى رُوحِ مُحَمَّدٍ فِي الأَرْوَاحِ وَعَلَى جَسَدِهِ فِي الأَجْسَادِ وَعَلى قَبْرِهِ فِي القبورِ.
قال الإمام الشعراني كان صلى الله عليه وسلم يقول من قال هذه الكيفية رآني في منامه ومن رآني في منامه رآني يوم القيامة ومن رآني يوم القيامة شفعتُ له ومن شفعت له شرِبَ من حوضي وحرَّم الله جسده على النار.
وذكر ذلك شُراح الدلائل أيضاً بزيادة سبعين مرة عن الفاكهاني

Sholawat ke enam adalah :

" ALLAHUMMA SHOLLI 'ALA RUHI MUHAMMADIN FIL ARWAH, WA 'ALA JASADIHI FIL AJSAD, WA 'ALA QOBRIHI FIL QUBUR "

Imam As Sya'roni berkata, dulu Rasululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :
" Barang siapa yg mengucapkan sholawat dengan cara ini (ALLAHUMMA SHOLLI 'ALA RUHI MUHAMMADIN FIL ARWAH, WA 'ALA JASADIHI FIL AJSAD, WA 'ALA QOBRIHI FIL QUBUR) maka dia akan melihatku dalam mimpinya, dan barang siapa yg melihatku dalam mimpinya maka dia akan melihatku pada hari kiyamat, barang siapa yg melihatku pada hari kiyamat maka aku akan mensyafa'atinya, dan barang siapa yg kusyafa'ati maka dia akan minum dari telagaku dan Allah mengharamkan jasadnya pada neraka."
Ulama' pensyarah kitab Dalail juga menuturkan hal tsb dengan tambahan " tujuh puluh kali " dari Al Fakihani.

قلت وقد جربت هذه الصلاة قبيل النوم حتى نمت فرأيت وجهه الشريف صلى الله عليه وسلم في داخل القمر وخاطبته ثم غاب في القمر واسأَل الله العظيم بجاهه عليه الصلاة والتسليم أن يحصل لي باقي النعم التي وعد بها صلى الله عليه وسلم في هذا الحديث الشريف.

Syeh Yusuf An Nabhani berkata :
" aku telah mencobanya dengan membaca sholawat ini sejenak sebelum tidur hingga aku tertidur, kemudian kulihat wajahnya Nabi yg mulia shollallohu alaihi wasallam di dalam rembulan dan aku berbicara kepadanya, kemudian beliau hilang di dalam rembulan.
Aku memohon kpd Allah dengan pangkatnya Nabi alaihis sholat wat taslim agar bisa hasil bagiku kenikmatan2 lainnya yg telah di janjikan oleh Nabi shollallohu alaihi wasallam di dalam hadis syarif."

Wallohu a'lam.

أفضل الصلوات على سيدالسادات
للشيخ القاضى يوسف النبهانى

Ya Allah jadikanlah kami dalam kalangan orang-orang yang mendapatkan syafaat Nabi Muhammad shollallohu alaihi wasallam ketika hari kebangkitan (akhirat) kelak.....

Aamiin

Pengertian Madzhab Pada Empat Madzhab

Pengertian Madzhab
Madzhab, secara etimologi bahasa adalah tempat untuk pergi. Isim zaman (isim yang mengisyarahkan masa/waktu), dan isim makan (isim yang meng-isyarahkan tempat) Berasal dari fi’il madli “dzahaba-yadhhabu-dzihaaban”. Sedangkan menurut istilah ilmu fikih, madzhab adalah, sebuah metodologi khusus yang dijalankan oleh mujtahid (pakar ijtihad), yang menghantarkan sebuah hukum fikih, dengan merujuk pada Al Qur’an & Hadits nabi.

Adapun dasar hukum dalam bermadzhab adalah firman Alloh S.w.t, sbb:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (الأنبياء [21]: 7)
Artinya: “Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.” (QS. Al-Anbiya’ [21]: 7)

BACA JUGA: Mengapa Harus Bermadzhab?
Sekilas Tentang Madzhab Empat
1. Mazhab Hanafi
Pendiri mazhab Hanafi ialah; Nu’man bin Tsabit bin Zautha. Diahirkan pada masa sahabat, yaitu pada tahun 80 H = 699 M. Beliau wafat pada tahun 150 H bertepatan dengan lahirnya Imam Syafi’i R.A. Beliau lebih dikenal dengan sebutan: Abu Hanifah An Nu’man.

Abu Hanifah adalah seorang mujtahid yang ahli ibadah. Dalam bidang fiqh beliau belajar kepada Hammad bin Abu Sulaiman pada awal abad kedua hijriah dan banyak belajar pada ulama-ulama Ttabi’in, seperti Atha bin Abi Rabah dan Nafi’ Maula Ibnu Umar.
Mazhab Hanafi adalah, sebagai penisbatan dari nama imam pendiri-nya, Abu Hanifah. Jadi mazhab Hanafi adalah nama dari kumpulan-kumpulan pendapat-pendapat yang berasal dari Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya serta pendapat-pendapat yang berasal dari para pengganti mereka sebagai perincian dan perluasan pemikiran yang telah digariskan oleh mereka yang kesemuanya adalah hasil dari pada cara dan metode ijtihad ulama-ulama Irak (Ahlu Ra’yi). Maka disebut juga mazhab Ahlur Ra’yi masa Tsabi’it Tabi’in.

Dasar-dasar Mazhab Hanafi
Abu Hanifah dalam menetapkan hukum fiqh terdiri dari tujuh pokok, yaitu: Al-Kitab, As Sunnah, Perkataan para Sahabat, Al-Qiyas, Al-Istihsan, Ijma’ dan Uruf.

Murid-murid Abu Hanifah adalah sebagai berikut:
1) Abu Yusuf bin Ibrahim Al-Anshari (113-183 H)
2) Zufar bin Hujail bin Qais al-Kufi (110-158 H)
3) Muhammad bin Hasn bin Farqad as Syaibani (132-189 H)
4) Hasan bin Ziyad Al-Lu’lu Al-Kufi Maulana Al-Anshari (….-204 H).

Daerah-daerah Penganut Mazhab Hanafi
Mazhab Hanafi mulai tumbuh di Kufah (Irak), kemudian tersebar ke negara-negara Islam bagian Timur. Dan sekarang ini mazhab Hanafi merupakan mazhab resmi di Mesir, Turki, Syiria dan Libanon. Kemudian mazhab ini dianut sebagian besar penduduk Negara Afganistan, Pakistan, Turkistan, Muslimin India dan Tiongkok.

2. Madzhab Maliki
Madzhab Maliki, adalah kumpulan dari hasil istinbath hukum Imam Maliki, dan para santri-santrinya, setelah sepeninggalannya, kemudian diikuti dan dikembangkan oleh para penerus-nya.
Nama lengkap dari pendiri mazhab ini ialah: Malik bin Anas bin Abu Amir. Lahir pada tahun 93 M = 712 M di Madinah. Selanjutnya dalam kalangan umat Islam beliau lebih dikenal dengan sebutan Imam Malik. Imam Malik terkenal dengan imam dalam bidang hadis Rasulullah S.a.w.
Imam Malik belajar pada Ulama-ulama Madinah. Sedangkan yang menjadi guru pertamanya ialah Abdur Rahman bin Hurmuz. Beliau juga belajar kepada Nafi’ Maula Ibnu Umar dan Ibnu Syihab Az Zuhri.
Adapun yang menjadi gurunya dalam faan ilmu fiqh ialah; Rabi’ah bin Abdur Rahman. Imam Malik adalah imam (tokoh) negeri Hijaz, bahkan tokohnya semua bidang fiqh dan hadits.

Dasar-dasar Madzhab Maliki

• Nashshul Kitab
• Dzaahirul Kitab (umum)
• Dalilul Kitab (mafhum mukhalafah)
• Mafhum muwafaqah
• Tanbihul Kitab, terhadap illat
• Nash-nash Sunnah
• Dzahirus Sunnah
• Dalilus Sunnah
• Mafhum Sunnah
• Tanbihus Sunnah
• Ijma’
• Qiyas
• Amalu Ahlil Madinah
• Qaul Shahabi
• Istihsan
• Muraa’atul Khilaaf
• Saddud Dzaraa’i.

Para santri Imam Malik Yang Melanjutkan Madzhab Maliki
1) Abu Muhammad Abdullah bin Wahab bin Muslim.
2) Abu Abdillah Abdur Rahman bin Qasim al-Utaqy.
3) Asyhab bin Abdul Aziz al-Qaisi.
4) Abu Muhammad Abdullah bin Abdul Hakam.
5) Asbagh bin Farj al-Umawi.
6) Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam.
7) Muhammad bin Ibrahim bin Ziyad al-Iskandari.
8) Abu Abdillah Ziyad bin Abdur Rahman al-Qurthubi.
9) Isa bin Dinar al-Andalusi.
10)Yahya bin Yahya bin Katsir Al-Laitsi.
11) Abdul Malik bin Habib bin Sulaiman As Sulami.
12) Abdul Hasan Ali bin Ziyad At Tunisi.
13) Asad bin Furat.
14)Abdus Salam bin Said At Tanukhi.

Daerah-daerah yang Menganut Mazhab Maliki.
Awal mulanya tersebar di daerah Madinah, kemudian tersebar sampai saat ini di Marokko, Aljazair, Tunisi, Libia, Bahrain, dan Kuwait.

3. Madzhab Syafi’i
Mazhab ini didirikan oleh Al-Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i, seorang keturunan Hasyim bin Abdul Muthalib bin Abdi Manaf. Beliau lahir di Gaza (Palestina) tahun 150 H bersamaan dengan tahun wafatnya Imam Abu Hanifah yang menjadi Mazhab yang pertama.
Guru Imam Syafi’i yang pertama ialah Muslim bin Khalid, seorang Mufti di Mekah. Imam Syafi’i dianugrahkan mampu menghafal Al Qur’an pada usia di tujuh tahun. Setelah beliau hafal Al Qur’an, barulah mempelajari bahasa dan sya’ir; kemudian beliau mempelajari hadits, dan fiqh.
Mazhab Syafi’i terdiri dari dua macam; berdasarkan atas masa dan tempat beliau mukim, yang pertama; Qaul Qadim; yaitu istinbath Imam Syafi’i sewaktu hidup di-Irak. Dan yang kedua ialah Qaul Jadid; yaitu istinbath imam Syafi’i sewaktu beliau hidup di Mesir pindah.

Keistimewaan Imam Syafi’i dibanding dengan para Mujtahid lainnya, yaitu beliau merupakan peletak batu pertama ilmu Ushul Fiqh dengan kitabnya Ar Risaalah. Dan kitabnya dalam bidang fiqh yang menjadi induk dari mazhabnya ialah: Al-Umm.

Dasar-dasar Mazhab Syafi’i:
Dasar-dasar atau sumber hukum yang dipakai Imam Syafi’i dalam ber-istinbat hukum syar’i adalah:
1. Al-Kitab.
2. Sunnah Mutawatirah.
3. Al-Ijma’.
4. Khabar Ahad.
5. Al-Qiyas.
6. Al-Istishab.

Ulama-ulama yang terkemudian yang mengikuti dan turut menyebarkan Mazhab Syafi'i, antara lain :
Imam Abu al-Hasan al-Asy'ari, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Nasa'I, Imam Baihaqi, Imam Turmudzi, Imam Ibnu Majah, Imam Tabari
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani, Imam Abu Daud, Imam Nawawi, Imam as-Suyuti, Imam Ibnu Katsir, Imam adz-Dzahabi, Imam al-Hakim dst-nya.

Daerah-daerah yang Menganut Mazhab Syafi’i
Mazhab Syafi’i sampai sekarang dianut oleh umat Islam di negara Libia, Mesir, Indonesia, Pilipina, Malaysia, Somalia, Arabia Selatan, Palestina, Yordania, Libanon, Siria, Irak, Hijaz, Pakistan, India, Jazirah Indo China, Sunni-Rusia dan Yaman.

4. Mazhab Hambali.
Pendiri Mazhab Hambali ialah: Al-Imam Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal bin Hilal Azzdahili Assyaibani. Beliau lahir di Bagdad pada tahun 164 H. dan wafat tahun 241 H.
Ahmad bin Hanbal adalah seorang imam yang banyak berkunjung ke berbagai negara untuk mencari ilmu pengetahuan, antara lain: Siria, Hijaz, Yaman, Kufah dan Basrsh. Dan beliau dapat menghimpun sejumlah 40.000 hadis dalam kitab Musnadnya.

Dasar-dasar Mazhab Hambali
Adapun dasar-dasar mazhabnya dalam mengistinbatkan hukum adalah:
1. Nash Al-Qur-an atau nash hadits.
2. Fatwa sebagian Sahabat.
3. Pendapat sebagian Sahabat.
4. Hadits Mursal atau Hadits Doif.
5. Qiyas.

Dalam menjelaskan dasar-dasar fatwa Ahmad bin Hanbal ini di dalam kitabnya I’laamul Muwaaqi’in.

Pengembang-pengembang Mazhab Hanbali
Adapun ulama-ulama yang mengembangkan mazhab Ahmad bin Hanbal adalah sebagai berikut:

1 Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Hani yang terkenal dengan nama Al-Atsram; dia telah mengarang Assunan Fil Fiqhi ‘Alaa Mazhabi Ahamd.
2 Ahmad bin Muhammad bin Hajjaj al-Marwazi yang mengarang kitab As Sunan Bisyawaahidil Hadis.
3.Ishaq bin Ibrahim yang terkenal dengan nama Ibnu Ruhawaih al-Marwazi dan termasuk ashab Ahmad terbesar yang mengarang kitab As Sunan Fil Fiqhi.
4.Ada beberapa ulama yang mengikuti jejak langkah Imam Ahmad yang menyebarkan mazhab Hambali, di antaranya:
5.Muwaquddin Ibnu Qudaamah al-Maqdisi yang mengarang kitab Al-Mughni.
6.Syamsuddin Ibnu Qudaamah al-Maqdisi pengarang Assyarhul Kabiir.
7. Syaikhul Islam Taqiuddin Ahmad Ibnu Taimiyah pengarang kitab terkenal Al-Fataawa.
8.Ibnul Qaiyim al-Jauziyah pengarang kitab I’laamul Muwaaqi’in dan Atturuqul Hukmiyyah fis Siyaasatis Syar’iyyah.Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qaiyim adalah dua tokoh yang membela dan mengembangkan mazhab Hambali.
9.Dan seterusnya..

Daerah yang Menganut Mazhab Hambali.
Awal perkembangannya, mazhab Hambali berkembang di Bagdad, Irak dan Mesir dalam waktu yang sangat lama. Pada abad XII mazhab Hambali berkembang terutama pada masa pemerintahan Raja Abdul Aziz As Su’udi.

Dan masa sekarang ini menjadi mazhab resmi pemerintahan Saudi Arabia dan mempunyai penganut terbesar di seluruh Jazirah Arab, Palestina, Siria dan Irak

Amalan Ibadah Orang Awam

Orang – orang awam mengucapkan Hamdalah sesudah selesai beribadah .Adapun kebanyakan Orang – orang khusus justru beristighfar sesudahnya .

Orang awam dengan segala kekurangan didalam ke awamannya , sudah mau beribadah saja itu luar biasa . Patutlah mereka berhamdalah.

Adapun para khawas , orang – orang khusus itu telah mengerti bahwa amal ibadah baru dikatakan Maqbul , di terima Allah Ta’ala jika telah memenuhi syarat – syaratnya .

Ikhlas.
Khudhur .
Menyakini amal nya terjadi karena Allah , bukan karena kehendak dirinya sendiri [ Tabarriy fil amal minal Haul wal quwwah ]

Mereka menyakini betul amal yang memenuhi tiga syarat tersebut sangatlah langka . Merekapun selalu merasa ada yang kurang di setiap amal – amal mereka.

Sebagaimna Sayyidina Yahya bin Mu’adh yang berkata : “ Sungguh kasihan seorang anak adam . Jasadnya penuh kekurangan . Hatinya penuh kecacatan . Tetapi ia menginginkan dari dua aib di dirinya itu dapat keluar sebuah amal yang selamat tanpa kecacatan di dalamnya.”

Karena itulah mereka memohon ampun kepada Allah justru sesudah mereka melakukan ketaatan kepada_Nya . Memohon ampunan atas amal – amal yang sebenarnya jauh dari layak untuk di haturkan kepada Tuhannya.

Sayyidina Junaid ra berkata : “ Taubatnya kemaksiyatan cuma sekali . Tetapi taubatnya ketaatan mesti melakukannya seribu kali “

Mungkin ini adalah rahasia mengapa Baginda Rasulullah SAW mengajarkan kepada ummatnya , tasyri’ untuk dilakukan para ummat sesudahnya , beliau sesudah melakukan Shalat beliau beristighfar tiga kali.

Maksud beliau adalah agar manusia itu selalu merasakan kekurangan di setiap amal – amal mereka karena Rasul SAW sendiri tidak memerlukan istighfar tersebut karena kemaksumannya.

Tarjamah Aqidatul 'Awam

Tarjamah Aqidatul 'Awam
الشيخ أحمد المرزوقي المالكي
Asy-Syeikh Ahmad Al Marzuqi Al Maliki

Dasar-Dasar Ilmu Aqiah

أَبـْـدَأُ بِـاسْمِ اللهِ وَالـرَّحْـمَنِ ۞ وَبِـالـرَّحِـيـْمِ دَائِـمِ اْلإِحْـسَانِ
Saya memulai dengan nama Alloh, Dzat yang maha pengasih, dan Maha Penyayang yang senatiasa memberikan
kenikmatan tiada
putusnya

فَالْـحَـمْـدُ للهِ الْـقَدِيْمِ اْلأَوَّلِ ۞ اْلآخِـرِ الْـبَـاقِـيْ بِلاَ تَـحَـوُّلِ
Maka segala puji bagi Alloh Yang Maha Dahulu, Yang Maha Awal, Yang Maha Akhir, Yang Maha Tetap tanpa ada perubahan

ثُـمَّ الـصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ سَرْمَـدَ ا ۞ عَـلَـى الـنَّـبِيِّ خَيْرِ مَنْ قَدْ وَحَّدَا
Kemudian, semoga sholawat dan salam senantiasa tercurahkan pada Nabi sebaik-baiknya orang yang mengEsakan Alloh

وَآلِهِ وَصَـحْـبِهِ وَمَـنْ تَـبِـعْ ۞ سَـبِـيْلَ دِيْنِ الْحَقِّ غَيْرَ مُـبْـتَدِعْ
Dan keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti jalan agama secara benar bukan orang-orang yang berbuat sasar

وَبَـعْـدُ فَاعْلَمْ بِوُجُوْبِ الْمـــَعْرِفَـهْ ۞ مِنْ وَاجِــبٍ للهِ عِـشْرِيْنَ صِفَـهْ
Dan setelahnya ketahuilah dengan yakin bahwa Alloh itu mempunyai 20 sifat wajib

فَـاللهُ مَـوْجُـوْدٌ قَـدِيْمٌ بَاقِـي ۞ مُخَـالِـفٌ لِلْـخَـلْقِ بِاْلإِطْـلاَقِ
Alloh itu Ada, Qodim, Baqi dan berbeda dengan makhlukNya secara mutlak

وَقَـائِمٌ غَـنِـيْ وَوَاحِـدٌ وَحَيّ ۞ قَـادِرٌ مُـرِيـْدٌ عَـالِمٌ بِكُلِّ شَيْ
Berdiri sendiri, Maha Kaya, Maha Esa, Maha Hidup, Maha Kuasa, Maha Menghendaki, Maha Mengetahui atas segala sesuatu

سَـمِـيْعٌ الْبَـصِيْـرُ والْمُتَكَلِـمُ ۞ لَهُ صِفَـاتٌ سَـبْـعَـةٌ تَـنْـتَظِمُ
Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Berbicara, Alloh mempunyai 7 sifat yang tersusun

فَـقُـدْرَةٌ إِرَادَةٌ سَـمْـعٌ بَصَـرْ ۞ حَـيَـاةٌ الْـعِلْـمُ كَلاَمٌ اسْـتَمَرْ
yaitu Berkuasa, Menghendaki, Mendengar, Melihat, Hidup, Mempunyai Ilmu, Berbicara
Dengan ayat kalam-nya

وَ جَـائـِزٌ بِـفَـضْـلِهِ وَ عَدْلِهِ ۞ تَـرْكٌ لِـكُـلِّ مُمْـكِـنٍ كَفِعْلِهِ
Dengan karunia dan keadilanNya, Alloh memiliki sifat boleh (wenang) yaitu boleh mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya

أَرْسَـلَ أَنْـبِيَا ذَوِي فَـطَـانَـهْ ۞ بِالصِّـدْقِ وَالـتَّـبْلِـيْغِ وَاْلأَمَانَهْ
Alloh telah mengutus para nabi yang memiliki 4 sifat yang wajib yaitu cerdas, jujur, menyampaikan (risalah) dan dipercaya

وَجَـائِزٌ فِي حَقِّـهِمْ مِنْ عَـرَضِ ۞ بِغَـيْـرِ نَقْصٍ كَخَفِيْفِ الْمَـرَضِ
Dan boleh didalam hak Rosul dari sifat manusia tanpa mengurangi derajatnya,misalnya sakit yang ringan

عِصْـمَـتُهُمْ كَسَـائِرِ الْمَلاَئِـكَهْ ۞ وَاجِـبَـةٌ وَفَـاضَلُوا الْـمَـلاَئِكَهْ
Mereka mendapat penjagaan Alloh (dari perbuatan dosa) seperti para
malaikat seluruhnya. (Penjagaan itu) wajib bahkan para Nabi lebih utama
dari para malaikat

وَالْـمُسْـتَحِــيْلُ ضِدُّ كُـلِّ وَاجِبِ ۞ فَـاحْـفَظْ لِخَمْسِيْنَ بِحُكْمٍ وَاجِبِ
Dan sifat mustahil adalah lawan dari sifat yang wajib maka hafalkanlah 50 sifat itu sebagai ketentuan yang wajib

تَـفْصِيْـلُ خَمْسَةٍ وَعِشْرِيْـنَ لَزِمْ ۞ كُـلَّ مُـكَـلَّـفٍ فَحَقِّقْ وَاغْـتَنِمْ
Adapun rincian nama para Rosul ada 25 itu wajib diketahui bagi setiap mukallaf, maka yakinilah dan ambilah keuntungannya

هُمْ آدَمُ اِدْرِيْسُ نُـــوْحٌ هُـوْدٌ مَـعْ ۞ صَالِـحْ وَإِبْرَاهِـيْـمُ كُـلٌّ مُـتَّبَعْ
Mereka adalah Nabi Adam, Idris, Nuh, Hud serta Sholeh, Ibrahim ( yang masing-masing diikuti berikutnya)

لُوْطٌ وَاِسْـمَاعِيْلُ اِسْحَاقٌ كَــــذَا ۞ يَعْـقُوْبُ يُوْسُفٌ وَأَيـُّوْبُ احْتَذَى
Luth, Ismail dan Ishaq demikian pula Ya'qub, Yusuf dan Ayyub dan selanjutnya

شُعَيْبُ هَارُوْنُ وَمُوْسَى وَالْـيَسَعْ ۞ ذُو الْكِـفْلِ دَاوُدُ سُلَيْمـانُ اتَّـبَـعْ
Syuaib, Harun, Musa dan Alyasa', Dzulkifli, Dawud, Sulaiman yang diikuti

إلْـيَـاسُ يُوْنُسْ زَكَرِيـَّا يَحْيَى ۞ عِـيْسَـى وَطَـهَ خَاتِمٌ دَعْ غَـيَّا
Ilyas, Yunus, Zakaria, Yahya, Isa dan Thaha (Muhammad) sebagai penutup, maka tinggalkanlah jalan yang menyimpang dari kebenaran

عَلَـيْـهِـمُ الصَّـلاةُ والسَّـلامُ ۞ وآلِهِـمْ مـَـا دَامَـتِ اْلأَيـَّـامُ
Semoga sholawat dan salam terkumpulkan pada mereka dan keluarga mereka sepanjang masa

وَالْـمَـلَكُ الَّـذِي بِلاَ أَبٍ وَأُمْ ۞ لاَ أَكْـلَ لاَ شـُرْبَ وَلاَ نَوْمَ لَهُمْ
Adapun para malaikat itu tetap tanpa bapak dan ibu, tidak makan dan tidak minum serta tidak tidur

تَفْـصِـيْلُ عَشْرٍ مِنْهُمُ جِبْرِيْـلُ ۞ مِـيْـكَـالُ اِسْـرَافِيْلُ عِزْرَائِـيْلُ
Secara terperinci mereka ada 10, yaitu Jibril, Mikail, Isrofil, dan Izroil

مُـنْـكَرْ نَـكِـيْرٌ وَرَقِيْبٌ وَكَذَا ۞ عَـتِـيْدُ مَالِكٌ وَرِضْوَانُ احْتـَذَى
Munkar, Nakiir, dan Roqiib, demikian pula ‘Atiid, Maalik, dan Ridwan dan selanjutnya

أَرْبَـعَـةٌ مِنْ كُتُبٍ تَـفْصِيْـلُهَا ۞ تَـوْارَةُ مُـوْسَى بِالْهُدَى تَـنْـزِيْلُهَا
Empat dari Kitab-Kitab Suci Allah secara terperinci adalah Taurat bagi Nabi Musa diturunkan dengan membawa petunjuk

زَبُـوْرُ دَاوُدَ وَاِنْـجِـيْـلٌ عَلَى ۞ عِيْـسَى وَفُـرْقَانٌ عَلَى خَيْرِ الْمَـلاَ
Zabur bagi Nabi Dawud dan Injil bagi Nabi Isa dan AlQur’an bagi sebaik-baik kaum (Nabi Muhammad SAW)

وَصُحُـفُ الْـخَـلِيْلِ وَالْكَلِيْـمِ ۞ فِيْـهَـا كَلاَمُ الْـحَـكَمِ الْعَلِيْـمِ
Dan lembaran-lembaran (Shuhuf) suci yang diturunkan untuk AlKholil
(Nabi Ibrohim) dan AlKaliim (Nabi Musa) mengandung Perkataan dari Yang
Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui

وَكُـلُّ مَـا أَتَى بِهِ الـرَّسُـوْلُ ۞ فَحَـقُّـهُ الـتَّـسْـلِـيْمُ وَالْقَبُوْلُ
Dan segala apa-apa yang disampaikan oleh Rosulullah, maka kita wajib pasrah dan menerima

إِيـْمَـانُـنَا بِـيَـوْمِ آخِرٍ وَجَبْ ۞ وَكُـلِّ مَـا كَـانَ بِـهِ مِنَ الْعَجَبْ
Keimanan kita kepada Hari Akhir hukumnya wajib, dan segala perkara yang dahsyat pada Hari Akhir

خَـاتِمَةٌ فِي ذِكْرِ بَاقِي الْوَاجِــبِ ۞ مِمَّـا عَـلَى مُكَـلَّفٍ مِنْ وَاجِـبِ
Sebagai penutup untuk menerangkan ketetapan yang wajib, dari hal yang menjadi kewajiban bagi mukallaf

نَـبِـيُّـنَـا مُحَمَّدٌ قَـدْ أُرْسِلاَ ۞ لِلْـعَالَمِـيْـنَ رَحْـمَـةً وَفُضِّلاَ
Nabi kita Muhammad telah diutus untuk seluruh alam sebagai Rahmat dan keutamaan diberikan kepada beliau SAW melebihi semua

أَبـُوْهُ عَـبْدُ اللهِ عَبْدُ الْمُطَّلِـبْ ۞ وَهَـاشِمٌ عَبْـدُ مَنَافٍ يَـنْـتَسِبْ
Ayahnya bernama Abdullah putera Abdul Mutthalib, dan nasabnya bersambung kepada Hasyim putera Abdu Manaf

وَأُمُّـهُ آمِـنَـةُ الـزُّهْـرِيـَّـــــهْ ۞ أَرْضَـعَـهُ حَـلِيْمَـةُ السَّعْدِيـَّهْ
Dan ibunya bernama Aminah Az-Zuhriyyah, yang menyusui beliau adalah Halimah As-Sa’diyyah

مـَوْلِدُهُ بِـمَـكَـةَ اْلأَمِيْـنَـهْ ۞ وَفَـاتُـهُ بِـطَـيْـبَةَ الْـمَدِيْنَهْ
Lahirnya di Makkah yang aman, dan wafatnya di Toiybah (Madinah)

أَتَـمَّ قَـبْـلَ الْـوَحِيِ أرْبَعِيْنَا ۞ وَعُمْـرُهُ قَـدْ جَـاوَزَ الـسِّـتِّيْنَا
Sebelum turun wahyu, nabi Muhammad telah sempurna berumur 40 tahun, dan usia beliau 60 tahun lebih

وسـَبْـعَةٌ أَوْلاَدُهُ فَـمِـنْـهُـمُ ۞ ثَلاَثَـةٌ مِـنَ الـذُّكُـوْرِ تُـفْهَمُ
Ada 7 orang putera-puteri nabi Muhammad, diantara mereka 3 orang laki-laki, maka pahamilah itu

قـَاسِـمْ وَعَـبْدُ اللهِ وَهْوَ الطَّيـِّـــبُ ۞ وَطَـاهِـرٌ بِـذَيْـنِ ذَا يُـلَقَّبُ
Qasim dan Abdullah yang bergelar At-Thoyyib dan At-Thohir, dengan 2
sebutan inilah (At-Thoyyib dan At-Thohir) Abdullah diberi gelar

أَتَـاهُ إِبـْرَاهِـيْـمُ مِنْ سَـرِيـَّهْ ۞ فَأُمُّهُ مَارِيـَةُ الْـقِـبْـطِـيَّـهْ
Anak yang ketiga bernama Ibrohim dari Sariyyah (Amat perempuan), ibunya (Ibrohim) bernama Mariyah Al-Qibtiyyah

وَغَـيْـرُ إِبـْرَاهِيْمَ مِنْ خَـدِيْجَهْ ۞ هُمْ سِتَـةٌ فَـخُـذْ بِـهِمْ وَلِـيْجَهْ
Selain Ibrohim, ibu putera-puteri Nabi Muhammad berasal dari Khodijah,
mereka ada 6 orang (selain Ibrohim), maka kenalilah dengan penuh cinta

وَأَرْبَعٌ مِـنَ اْلإِنـَاثِ تُـذْكَـر ۞ رِضْـوَانُ رَبِّـي لِلْـجَـمِـيْعِ يُذْكَرُ
Dan 4 orang anak perempuan Nabi akan disebutkan, semoga keridhoan Allah untuk mereka semua

فَـاطِـمَـةُ الزَّهْرَاءُ بَعْلُهَا عَلِيْ ۞ وَابـْنـَاهُمَا السِّبْطَانِ فَضْلُهُمْ جَلِيْ
Fatimah Az-Zahro yang bersuamikan Ali bin Abi Tholib, dan kedua putera
mereka (Hasan dan Husein) adalah cucu Nabi yang sudah jelas keutamaanya

فَـزَيْـنَـبٌ وبَـعْـدَهَـا رُقَـيَّـهْ ۞ وَأُمُّ كُـلْـثُـوْمٍ زَكَـتْ رَضِيَّهْ
Kemudian Zaenab dan selanjutnya Ruqayyah, dan Ummu Kultsum yang suci lagi diridhoi

عَـنْ تِسْـعِ نِسْوَةٍ وَفَاةُ الْمُصْطَفَى ۞ خُـيِّـرْنَ فَاخْـتَرْنَ النَّـبِيَّ الْمُقْتَفَى
Dari 9 istri Nabi ditinggalkan setelah wafatnya, mereka semua telah
diminta memilih syurga atu dunia, maka mereka memilih nabi sebagai
panutan

عَـائِـشَـةٌ وَحَـفْصَةٌ وَسَـوْدَةُ ۞ صَـفِـيَّـةٌ مَـيْـمُـوْنَةٌ وَ رَمْلَةُ
Aisyah, Hafshah, dan Saudah, Shofiyyah, Maimunah, dan Romlah

هِنْـدٌ وَ زَيْـنَبٌ كَـذَا جُوَيـْرِيَهْ ۞ لِلْـمُـؤْمِنِيْنَ أُمَّـهَاتٌ مَرْضِيَهْ
Hindun dan Zaenab, begitu pula Juwairiyyah, Bagi kaum Mu’minin mereka menjadi ibu-ibu yang diridhoi

حَـمْـزَةُ عَـمُّـهُ وعَـبَّـاسٌ كَذَا ۞ عَمَّـتُـهُ صَـفِيَّـةٌ ذَاتُ احْتِذَا
Hamzah adalah Paman Nabi demikian pula ‘Abbas, Bibi Nabi adalah Shofiyyah yang mengikuti Nabi

وَقَـبْـلَ هِـجْـرَةِ النَّـبِيِّ اْلإِسْرَا ۞ مِـنْ مَـكَّـةٍ لَيْلاً لِقُدْسٍ يُدْرَى
Dan sebelum Nabi Hijrah (ke Madinah), terjadi peristiwa Isro’. Dari
Makkah pada malam hari menuju Baitul Maqdis yang dapat dilihat

بَـعْـدَ إِسْـرَاءٍ عُـرُوْجٌ لِلـسَّمَا ۞ حَتىَّ رَأَى الـنَّـبِـيُّ رَبـًّا كَـلَّمَا
Setelah Isro’ lalu Mi’roj (naik) keatas sehingga Nabi melihat Tuhan yang berkata-kata

مِنْ غَيْرِ كَيْفٍ وَانْحِصَارٍ وَافْـتَرَضْ ۞ عَـلَـيْهِ خَمْساً بَعْدَ خَمْسِيْنَ فَرَضْ
Berkata-kata tanpa bentuk dan ruang. Disinilah diwajibkan kepadanya (sholat) 5 waktu yang sebelumnya 50 waktu

وَبَــلَّـغَ اْلأُمَّــةَ بِـاْلإِسـْرَاءِ ۞ وَفَـرْضِ خَـمْـسَةٍ بِلاَ امْتِرَاءِ
Dan Nabi telah menyampaikan kepada umat peristiwa Isro’ tersebut. Dan kewajiban sholat 5 waktu tanpa keraguan

قَـدْ فَـازَ صِـدِّيْقٌ بِتَـصْدِيْقٍ لَـهُ ۞ وَبِـالْـعُرُوْجِ الصِّدْقُ وَافَى أَهْلَهُ
Sungguh beruntung sahabat Abubakar As-Shiddiq dengan membenarkan
peristiwa tersebut, juga peristiwa Mi’raj yang sudah sepantasnya
kebenaran itu disandang bagi pelaku Isro’ Mi’roj

وَهَــذِهِ عَـقِـيْـدَةٌ مُـخْـتَصَرَهْ ۞ وَلِـلْـعَـوَامِ سَـهْـلَةٌ مُيَسَّرَهْ
Inilah keterangan Aqidah secara ringkas bagi orang-orang awam yang mudah dan gampang

نـَاظِـمُ تِلْـكَ أَحْـمَدُ الْمَرْزُوقِيْ ۞ مَـنْ يَنْـتَمِي لِلصَّادِقِ الْمَصْدُوْقِ
Yang di nadhomkan oleh Ahmad Al Marzuqi, seorang yang bernisbat kepada Nabi Muhammad (As-Shodiqul Mashduq)

وَ الْحَـمْـدُ للهِ وَصَـلَّى سَـلَّمَا ۞ عَلَـى النَّبِيِّ خَيْرِ مَنْ قَدْ عَلَّمَا
Dan segala puji bagi Allah serta Sholawat dan Salam tercurahkan kepada Nabi sebaik-baik orang yang telah mengajar

وَاْلآلِ وَالـصَّـحْــــبِ وَكُـلِّ مُرْشِدِ ۞ وَكُـلِّ مَـنْ بِخَيْرِ هَدْيٍ يَقْتَدِي
Juga kepada keluarga dan sahabat serta orang yang memberi petunjuk dan orang yang mengikuti petunjuk

وَأَسْـأَلُ الْكَـرِيْمَ إِخْـلاَصَ الْعَمَلْ ۞ ونَـفْـعَ كُـلِّ مَنْ بِهَا قَدِ اشْتَغَلْ
Dan saya mohon kepada Allah yang Maha Pemurah keikhlasan dalam beramal
dan manfaat bagi setiap orang yang berpegang teguh pada aqidah ini

أبْيَاتُهَا ( مَـيْـزٌ ) بِـعَدِّ الْجُمَّلِ ۞ تَارِيْخُها ( لِيْ حَيُّ غُرٍّ ) جُمَّلِ
Nadhom ini ada 57 bait dengan hitungan abjad, tahun penulisannya 1258 Hijriah

سَـمَّـيْـتُـهَا عَـقِـيْدَةَ الْـعَوَامِ ۞ مِـنْ وَاجِبٍ فِي الدِّيْنِ بِالتَّمَامِ
Aku namakan aqidah ini Aqidatul Awwam, keterangan yang wajib diketahui dalam urusan agama dengan sempurna

Barakallahufiikum
Salam ukhuwahfillah

SEMOGA BERMANFAAT