Rabu, 31 Desember 2014

Sujud Sahwi

Definisi Sujud Sahwi
Sahwi secara bahasa bermakna lupa atau lalai. Sujud sahwi secara istilah adalah sujud yang dilakukan di akhir shalat atau setelah shalat untuk menutupi cacat dalam shalat karena meninggalkan sesuatu yang diperintahkan atau mengerjakan sesuatu yang dilarang dengan tidak sengaja.

Pensyariatan Sujud Sahwi
Para ulama madzhab sepakat mengenai disyariatkannya sujud sahwi. Di antara dalil yang menunjukkan pensyariatannya adalah hadits-hadits berikut ini. Hadits-hadits ini pun nantinya akan dijadikan landasan dalam pembahasan sujud sahwi selanjutnya.

1. Hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Apabila adzan dikumandangkan, maka setan berpaling sambil kentut hingga dia tidak mendengar adzan tersebut. Apabila adzan selesai dikumandangkan, maka ia pun kembali. Apabila dikumandangkan iqomah, setan pun berpaling lagi. Apabila iqamah selesai dikumandangkan, setan pun kembali, ia akan melintas di antara seseorang dan nafsunya. Dia berkata, “Ingatlah demikian, ingatlah demikian untuk sesuatu yang sebelumnya dia tidak mengingatnya, hingga laki-laki tersebut senantiasa tidak mengetahui berapa rakaat dia shalat. Apabila salah seorang dari kalian tidak mengetahui berapa rakaat dia shalat, hendaklah dia bersujud dua kali dalam keadaan duduk.”
(HR. Bukhari no. 1231 dan Muslim no. 389)

2. Hadits Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Apabila salah seorang dari kalian ragu dalam shalatnya, dan tidak mengetahui berapa rakaat dia shalat, tiga ataukah empat rakaat maka buanglah keraguan, dan ambilah yang yakin. Kemudian sujudlah dua kali sebelum salam. Jika ternyata dia shalat lima rakaat, maka sujudnya telah menggenapkan shalatnya. Lalu jika ternyata shalatnya memang empat rakaat, maka sujudnya itu adalah sebagai penghinaan bagi setan.
(HR. Muslim no. 571)

3. Hadits ‘Imron bin Hushain.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat ‘Ashar lalu beliau salam pada raka’at ketiga. Setelah itu beliau memasuki rumahnya. Lalu seorang laki-laki yang bernama al-Khirbaq (yang tangannya panjang) menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya, “Wahai Rasulullah!” Lalu ia menyebutkan sesuatu yang dikerjakan oleh beliau tadi. Akhirnya, beliau keluar dalam keadaan marah sambil menyeret rida’nya (pakaian bagian atas) hingga berhenti pada orang-orang seraya bertanya, “Apakah benar yang dikatakan orang ini?“ Mereka menjawab, “Ya benar”. Kemudian beliau pun shalat satu rakaat (menambah raka’at yang kurang tadi). Lalu beliau salam. Setelah itu beliau melakukan sujud sahwi dengan dua kali sujud. Kemudian beliau salam lagi.
(HR. Muslim n o. 574)

4. Hadits ‘Abdullah bin Buhainah.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melaksanakan shalat Zhuhur namun tidak melakukan duduk (tasyahud awal). Setelah beliau menyempurnakan shalatnya, beliau sujud dua kali, dan beliau bertakbir pada setiap akan sujud dalam posisi duduk sebelum. Beliau lakukan seperti ini sebelum salam. Maka orang-orang mengikuti sujud bersama beliau sebagai ganti yang terlupa dari duduk (tasyahud awal).
(HR. Bukhari no. 1224 dan Muslim no. 570)

Lalu apa hukum sujud sahwi?
Mengenai hukum sujud sahwi para ulama berselisih menjadi dua pendapat, ada yang mengatakan wajib dan ada pula yang mengatakan sunnah. Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini dan lebih menentramkan hati adalah pendapat yang menyatakan wajib. Hal ini disebabkan dua alasan:
  1. Dalam hadits yang menjelaskan sujud sahwi seringkali menggunakan kata perintah. Sedangkan kata perintah hukum asalnya adalah wajib.
  2. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terus menerus melakukan sujud sahwi –ketika ada sebabnya- dan tidak ada satu pun dalil yang menunjukkan bahwa beliau pernah meninggalkannya.
Sebab Adanya Sujud Sahwi

Pertama: Karena adanya Kekurangan.
  • Rincian 1: Meninggalkan rukun shalat seperti lupa ruku’ dan sujud.
  1. Jika meninggalkan rukun shalat dalam keadaan lupa, kemudian ia mengingatnya sebelum memulai membaca Al Fatihah pada raka’at berikutnya, maka hendaklah ia mengulangi rukun yang ia tinggalkan tadi, dilanjutkan melakukan rukun yang setelahnya. Kemudian hendaklah ia melakukan sujud sahwi di akhir shalat.
  2. Jika meninggalkan rukun shalat dalam keadaan lupa, kemudian ia mengingatnya setelah memulai membaca Al Fatihah pada raka’at berikutnya, maka raka’at sebelumnya yang terdapat kekurangan rukun tadi jadi batal. Ketika itu, ia membatalkan raka’at yang terdapat kekurangan rukunnya tadi dan ia kembali menyempurnakan shalatnya. Kemudian hendaklah ia melakukan sujud sahwi di akhir shalat.
  3. Jika lupa melakukan melakukan satu raka’at atau lebih (misalnya baru melakukan dua raka’at shalat Zhuhur, namun sudah salam ketika itu), maka hendaklah ia tambah kekurangan raka’at ketika ia ingat. Kemudian hendaklah ia melakukan sujud sahwi sesudah salam.
  • Rincian 2: Meninggalkan wajib shalat seperti tasyahud awwal.
  1. Jika meninggalkan wajib shalat, lalu mampu untuk kembali melakukannya dan ia belum beranjak dari tempatnya, maka hendaklah ia melakukan wajib shalat tersebut. Pada saat ini tidak ada kewajiban sujud sahwi.
  2. Jika meninggalkan wajib shalat, lalu mengingatnya setelah beranjak dari tempatnya, namun belum sampai pada rukun selanjutnya, maka hendaklah ia kembali melakukan wajib shalat tadi. Pada saat ini juga tidak ada sujud sahwi.
  3. Jika ia meninggalkan wajib shalat, ia mengingatnya setelah beranjak dari tempatnya dan setelah sampai pada rukun sesudahnya, maka ia tidak perlu kembali melakukan wajib shalat tadi, ia terus melanjutkan shalatnya. Pada saat ini, ia tutup kekurangan tadi dengan sujud sahwi.
Keadaan tentang wajib shalat ini diterangkan dalam hadits Al Mughirah bin Syu’bah. Ia mengatakan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
Jika salah seorang dari kalian berdiri dari raka’at kedua (lupa tasyahud awwal) dan belum tegak berdirinya, maka hendaknya ia duduk. Tetapi jika telah tegak, maka janganlah ia duduk (kembali). Namun hendaklah ia sujud sahwi dengan dua kali sujud.”
(HR. Ibnu Majah no. 1208 dan Ahmad 4/253)

Kedua: Karena adanya Penambahan.
  1. Jika seseorang lupa sehingga menambah satu raka’at atau lebih, lalu ia mengingatnya di tengah-tengah tambahan raka’at tadi, hendaklah ia langsung duduk, lalu tasyahud akhir, kemudian salam. Kemudian setelah itu, ia melakukan sujud sahwi sesudah salam.
  2. Jika ia ingat adanya tambahan raka’at setelah selesai salam (setelah shalat selesai),  maka ia sujud ketika ia ingat, kemudian ia salam.
Pembahasan ini dijelaskan dalam hadits Ibnu Mas’ud,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan shalat Zhuhur lima raka’at. Lalu ada menanyakan kepada beliau, “Apakah engkau menambah dalam shalat?” Beliau pun menjawab, “Memangnya apa yang terjadi?” Orang tadi berkata, “Engkau shalat lima raka’at.” Setelah itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud dua kali setelah ia salam tadi.
(HR. Bukhari no. 1226 dan Muslim no. 572)

Ketiga:  Karena adanya Keraguan.
  1. Jika ia ragu-ragu –semisal ragu telah shalat tiga atau empat raka’at-, kemudian ia mengingat dan bisa menguatkan di antara keragu-raguan tadi, maka ia pilih yang ia anggap yakin. Kemudian ia nantinya akan melakukan sujud sahwi sesudah salam.
  2. Jika ia ragu-ragu –semisal ragu telah shalat tiga atau empat raka’at-, dan saat itu ia tidak bisa menguatkan di antara keragu-raguan tadi, maka ia pilih yang ia yakin (yaitu yang paling sedikit). Kemudian ia nantinya akan melakukan sujud sahwi sebelum salam.
Mengenai permasalahan ini sudah dibahas pada hadits Abu Sa’id Al Khudri yang telah lewat. Juga terdapat dalam hadits ‘Abdurahman bin ‘Auf, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Jika salah seorang dari kalian merasa ragu dalam shalatnya hingga tidak tahu satu rakaat atau dua rakaat yang telah ia kerjakan, maka hendaknya ia hitung satu rakaat. Jika tidak tahu dua atau tiga rakaat yang telah ia kerjakan, maka hendaklah ia hitung dua rakaat. Dan jika tidak tahu tiga atau empat rakaat yang telah ia kerjakan, maka hendaklah ia hitung tiga rakaat. Setelah itu sujud dua kali sebelum salam.”
(HR. Tirmidzi no. 398 dan Ibnu Majah no. 1209)

Yang perlu diperhatikan: Seseorang tidak perlu memperhatikan keragu-raguan dalam ibadah pada tiga keadaan:
  1. Jika hanya sekedar was-was yang tidak ada hakikatnya.
  2. Jika seseorang melakukan suatu ibadah selalu dilingkupi keragu-raguan, maka pada saat ini keragu-raguannya tidak perlu ia perhatikan.
  3. Jika keraguan-raguannya setelah selesai ibadah, maka tidak perlu diperhatikan selama itu bukan sesuatu yang yakin.
Demikian serial pertama mengenai sujud sahwi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar