MENJAWAB TUDUHAN KUBURIYUN SEKTE SEMPALAN WAHABI
Mari Kita cermati Hadits لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد
“Semoga Allah melaknat Yahudi dan Nashoro yang telah menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai masjid “ )
Benarkah hadits tersebut melarang dan mengharamkan sholat di sekitar kuburan dan membuat kuburan di dalam masjid sebagaimana dipahami oleh Ibnu Bazz dan para pentaqlidnya?
PENJELASAN :
• Asbabu wurudil hadits :
فقد قالت السيدة أم سلمة رضى الله تعالى عنها لرسول الله صلى الله عليه وسلم حين كانت فى بلاد الحبشة تقصد الهجرة إنها رأت أناسا يضعون صور صلحائهم وأنبيائهم ثم يصلون لها، عند إذن قال الرسول صلى الله عليه وسلم (لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور انبيائهم مساجد
Ummu Salamah Ra bercerita kepada Rasulullah Saw ketika dulua ia berada di Habasyah saat hendak Hijrah, bahwa dia pernah melihat beberapa orang yang meletakkan patung-patung orang sholih dan para Nabi mereka, kemudian mereka sholat kepada patung-patung tersebut. Maka bersabdalah Rasulullah Saw “ Allah melaknat orang Yahudi dan Nashoro yang telah menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid “.
• Mufradat :
اتخذ : جعل (Menjadikan)
قبر :مدفن الميت (Tempat pendaman mayat)
مسجد : الموضع الذي يُسجَد و يُتَعَبَّد فيِه (Tempat untuk bersujud dan beribadah di dalamnya)
Maka makna hadits tersebut dari sisi mufradatnya adalah :
جعلوا مدفن الانبياء موضعا اللذين يسجدون و يتعبدون فيه
“ Mereka menjadikan tempat pendaman mayat para Nabi sebagai tempat mereka bersujud dan beribadah di dalamnya “.
Dari sisi ini saja sudah bias kita pahami bahwa maksud yang shahih adalah mereka masuk ke dalam kubur atau berada di atas kubur bertujuan untuk menjadikan kuburan itu sebagai tempat sujud dan tempat beribadah. Dan inilah yang diperbuat orang Yahudi dan Nashoro.
Sedangkan umat Muslim, seorang pun sejak dulu hingga saat ini tak ada yang melakukan seperti itu. Apalagi mereka yang berziarah ke pada para wali sanga, tak ada satu pun yang menjadikan kuburan wali sanga yang mereka sujud di datas atau di dalamnya. Membawa hadits tersebut pada kaum muslimin saat ini yang berziarah dan dating ke masjid-masjid yang disebelahny terdapat kuburan orang-orang sholeh, merupakan vonis yang salah sasaran dan sesat menyesatkan serta membuat fitnah yang akan memecah persatuan umat muslim.
Sekarang mari kita simak, apa penpadat para ulama besar Ahlus sunnah terkait hadits di atas.
1. Pendapat imam Baidhowi dan Ibnu Hajar Al-Asqalani :
ويقول الامام البيضاوى رحمه الله تعالى: فيما نقله عنه الحافظ ابن حجر العسقلانى وغيره من شراح السنن حيث قال البيضاوى: «لما كانت اليهود يسجدون لقبور الأنبياء؛ تعظيماً لشأنهم، ويجعلونها قبلة، ويتوجهون فى الصلاة نحوها فاتخذوها أوثاناً، لعنهم الله، ومنع المسلمين عن مثل ذلك، ونهاهم عنه، أما من اتخذ مسجداً بجوار صالح أو صلى فى مقبرته وقصد به الاستظهار بروحه، ووصول أثر من آثار عبادته إليه، لا التعظيم له، والتوجه فلا حرج عليه، ألا ترى أن مدفن إسماعيل فى المسجد الحرام ثم الحطيم؟ ثم إن ذلك المسجد أفضل مكان يتحرى المصلى بصلاته، والنهى عن الصلاة فى المقابر مختص بالمنبوشة لما فيها من النجاسة» انتهى. فتح البارى، شرح الزرقانى، فيض القدير
“ Imam Baidhawi berkata yang juga dinukil pendapat beliau oleh al-Hafidz Ibnu Hajar al-Atsqalani dan selainnya dari para penyarah kitab sunan-sunan : “ Ketika konon orang-orang Yahudi bersujud pada kuburan para nabi, karena pengagungan terhadap para nabi. Dan menjadikannya arah qiblat serta mereka pun sholat menghadap kuburan dan menjadikannya patung sesembahan, maka Allah melaknat mereka dan melarang umat muslim mencontohnya. Adapun orang yang MENJADIKAN MASJID DI SISI ORANG SHALIH atau SHOLAT DI PERKUBURANNYA DENGAN TUJUAN MENGHADIRKAN RUHNYA dan MENDAPATKAN BEKAS DARI IBADAHNYA, BUKAN KARENA PENGAGUNGAN DAN ARAH QIBLAT, MAKA TIDAKLAH MENGAPA. Tidakkah engkau melihat tempat pendaman nabi Ismail berada di dalam masjidil haram kemudian hathim ?? Kemudian masjidl haram tersebut merupaan tempat sholat yang sangat dianjurkan untuk melakukan sholat di dalamnya. Pelarangan sholat di perkuburan adalah tertentu pada kuburan yang terbongkar tanahnya karena terdapat najis “ (Fathul Bari, Syarh Zarqani dan Faidhul Qadir)
Dari pendapat imam Baidhawi yang juga dinukil oleh imam Ibnu Hajar al-Asqalani dan para imam yang menyarahkan kitab-kitab sunan, bias kita pahami bawha hadits tersebut mengandung :
- Larangan menjadikan kuburan sebagai tempat sujud / peribadatan
- Larangan menjadikan kuburan sebagai arah qiblat dari arah qiblat yang disyare’atkan
Dan kedua hal ini, Alhamdulillah tidak pernah dilakukan umat Muslim yang suka berziarah.
2. Pendpat imam Ibnu Abdul Barr :
وقال الإمام الحافظ ابن عبد البر رحمه الله تعالى فى “التّمهيد” «فى هذا الحديث إباحة الدّعاء على أهل الكُفر، وتحريم السّجود على قبور الأنبياء، وفى معنى هذا أنّه لا يحل السّجود لغير الله جل وعلا، ويحتمل الحديث أنْ لا تُجعل قبور الأنبياء قِبلة يُصلّى إليها. ثم قال ابن عبد البر: وقد زعـم قـوم أنّ فى هذا الحديث ما يدل على كراهيّة الصّلاة فى المقبرة وإلى المقبرة، وليـس فى ذلك حُجة
“ Imam Al-Hafidz Ibnu Abdil Barr berkata di dalam kitab at-Tamhid “ Di dalam hadits tersebut terdapat :
- Pembolehan doa buruk pada orang kafir
- Pangharaman sujud terhadap kuburan para nabi
- Semakna juga terhadap pengharaman sujud terhadap selain Allah Swt
- Di arahkan juga terhadap pengharaman menjadikan kuburan para nabi sebagai arah qiblat sholat “.
Kemudian beliau juga berkata “ Sebagian kaum menyangka bahwa hadits tersebut mengandung pengertian yang memakruhkan sholat di pekuburan / pemakaman dan menghadap pekuburan, dan hadits itu bukanlah hujjah / dalil atas hal itu “.
3. Pendapat imam Al-Qadhi :
وقال القاضى فى فيض القدير على الجامع الصغير للامام المناوى «لما كانت اليهود يسجدون لقبور الأنبياء تعظيماً لشأنها ويجعلونها قبلة، ويتوجهون فى الصلاة نحوها فاتخذوها أوثاناً لعنهم الله ومنع المسلمين عن مثل ذلك، ونهاهم عنه. أما من اتخذ مسجداً بجوار صالح أو صلى فى مقبرة وقصد به الاستظهار بروحه، أو وصول أثر من آثار عبادته إليه لا التعظيم له، والتوجه نحوه فلا حرج عليه. ألا ترى أن مدفن إسماعيل فى المسجد الحرام عند الحطيم؟ ثم إن ذلك المسجد أفضل مكان يتحرى المصلى لصلاته. والنهى عن الصلاة فى المقابر مختص بالمنبوشة لما فيها من النجاسة». انتهى
“ Ketika konon orang-orang Yahudi bersujud pada kuburan para nabi, karena pengagungan terhadap para nabi. Dan menjadikannya arah qiblat serta mereka pun sholat menghadap kuburan dan menjadikannya patung sesembahan, maka Allah melaknat mereka dan melarang umat muslim mencontohnya. Adapun orang yang MENJADIKAN MASJID DI SISI ORANG SHALIH atau SHOLAT DI PERKUBURANNYA DENGAN TUJUAN MENGHADIRKAN RUHNYA dan MENDAPATKAN BEKAS DARI IBADAHNYA, BUKAN KARENA PENGAGUNGAN DAN ARAH QIBLAT, MAKA TIDAKLAH MENGAPA. Tidakkah engkau melihat tempat pendaman nabi Ismail berada di dalam masjidil haram kemudian hathim ?? Kemudian masjidl haram tersebut merupaan tempat sholat yang sangat dianjurkan untuk melakukan sholat di dalamnya. Pelarangan sholat di perkuburan adalah tertentu pada kuburan yang terbongkar tanahnya karena terdapat najis “ (Faidhul Qadir)
4. Pendapat Imam Ath-Thusi :
روى الشيخ الطوسي بأسناده عن معمر بن خلاد، عن الرضا ـ عليه السَّلام ـ قال: لا بأس بالصلاة بين المقابر ما لم يتخذ القبر قبلة
“ Syaikh Ath-Thusi Rh meriwayatkan dengan sanadnya dari Mu’ammar bin khallad dari Ridha As berkata “ Tidaklah mengapa sholat di anatara pekuburan semenjak tidak menjadikan kuburan sebagai arah kiblat “ (Al-Wasail juz 1)
5. Pendapat imam Qurthubi :
قال القرطبي: روى الأئمة عن أبي مرصد الغنوي قال: سمعت رسول اللّه ـ صلَّى الله عليه وآله وسلم ـ يقول: لا تصلوا إلى القبور ولا تجلسوا إليها (لفظ مسلم) أي لا تتخذوها قبلة، فتصلوا عليها أو إليها كما فعل اليهود والنصارى
“ Imam Qurthubi berkata : “ Meriwayatkan para imam Hadits dari Abi Marshad al-ghanawi berkata; “ Aku telah mendengar Rasulullah Saw bersabda “ Janganlah kalian sholat kepada kuburan dan juga janganlah kalian duduk padanya (lafadz dalam hadits Muslim) “ Maksudnya adalah “ JANGANLAH KALIAN MENJADIKAN KUBURAN SEBAGAI ARAH QIBLAT, SEHINGGA KALIAN SHOLAT DI ATASNY A ATAU SHOLAT MENGHADAPNYA sebagaimana perbuatan orang Yahudi dan Nashoro “. (Tafsir Qurthubi juz 10 hal. 380)
Dan sekarang, marilah kita kembalikan pada al-Quran dan Hadits dari semua pendapat tersebut, manakah yang sesuai al-Quran dan Hadits ?
Ketika kita teliti dalam al-Quran justru tak ada satu pun ayat yang melarang sholat dipekuburan atau membangun kuburan di dalam masjid, bahkan sebaliknya kita akan temui kesesuain pendapat para ulama di atas dengan al-Quran dan bertentangnnya pendapat Ibnu Bazz serta para pentaqlid butanya dengan al-Quran.
Istidlal al-Quran :
1. Allah Swt berfirman :
{ اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَاباً مِّن دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا إِلَهاً وَاحِداً لاَّ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“ Mereka menjadikan orang-orang alim (Yahudi) dan rahib-rahibnya (Nashoro) sebagai tuhan selain Allah. Dan orang-orang Nashoro berkata “ dan juga Al-Masih putra maryam “. Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Mah Esa. Tidakada Tuhan selain Dia. Maha Dia dari apa yang mereka persekutukan “. (At-Taubah : 31)
Inilah makna sujud yang mendapat kecaman dan laknat, atau menjadikan arah qiblat selain qiblat yang disyare’atkan sebagaimana mereka (ahlul kitab) lakukan, mereka mengarah saat sembahyang dengan menghadap kuburan orang alim dan rahib-rahib mereka.
Dan realita yang ada dari apa yang dilakukan umat muslim di dalam masjid-masjid mereka tidaklah seperti yang dilakukan orang-orang Yahudi dan nashoro. Maka mengarahkan hadits dan ayat tsb pada umat muslim sangatlah salah dan sesat dan merupakan perbuatan kaum khowarij. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Umar :
ذهبوا إلى آيات نزلت في المشركين، فجعلوها في المسلمين
“ Mereka kaum khawarij menjadikan ayat-ayat yang turun pada orang msuyrik diarahkan pada umat muslim “.
2. Allah Swt berfirman :
وَاتَّخِذوا مِنْ مَقَامِ إبْرَاهِيمَ مُصَلّى
“ Dan jadikanlah maqam (tempat pijakan) Ibrahim sebagai tempat sholat “ (Al- Baqarah : 125)
Allah memrintahkan untuk menjadikan tempat pijakan Nabi Ibrahim sebagai tempat sholat, bukan berarti sholat terhadap pijakan nabi Ibrahim tersebut, namun sholat karena Allah dan menghadapt qiblat serta berada di maqam Ibrahim sebagai tabarrukan bukan ta’dziman atau sujudan lahu.
3. Allah Swt berfirman :
وَكَذَلِكَ أعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أنَّ وَعْدَ اللّهِ حَقٌّ وَأنَّ السّاعَةَ لاَ رَيبَ فيها إذْ يَتنازَعُونَ بَيْنَهُم أمْرَهُم فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِم بُنْيَاناً رَبُّهُم أعْلَمُ بِهِم قَالَ الّذينَ غَلَبُوا عَلَى أمْرِهِم لَنَتَّخِذَنّ عَلَيْهِم مَسْجداً
“ Dan demikianlah Kami perlihatkan (manusia) dengan mereka agar mereka tahu bahwa janji Allah benar dan bahwa hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika mereka berselisih tentang urusan mereka, maka mereka berkata “ Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka “. Orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata “ Kami pasti akan mendirikan masjid di atas kuburan mereka “. (Al-Kahfi : 21)
Ayat ini jelas menceritakan dua kaum yang sedang berselisih mengenai makam ashabul kahfi. Kaum pertama berpendapat agar menjadikan sebuah rumah di atas kuburan mereka. Sedangkan kaum kedua berpendapat agar menjadikan masjid di atas kuburan mereka.
Kedua kaum tersebut bermaksud menghormati sejarah dan jejak mereka menurut manhajnya masing-masing. Para ulama Ahli Tafsir mengatakan bahwa kaum yang pertama adalah orang-orang msuyrik dan kaum yang kedua adalah orang-orang muslim yang mengesakan Allah Swt. Sebagaimana dikatakan juga oleh imam asy-Syaukani berikut :
يقول الإمام الشوكانى «ذِكر اتخاذ المسجد يُشعر بأنّ هؤلاء الذين غلبوا على أمرهم هم المسلمون، وقيل: هم أهل السلطان والملوك من القوم المذكورين، فإنهم الذين يغلبون على أمر من عداهم، والأوّل أولى». انتهى. ومعنى كلامه أن الأولى أن من قال ابنوا عليهم مسجدا هم المسلمون.
“ Imam Syaukani berkata “ Penyebutan menjadikan masjid dalam ayat tsb menunjukkan bahwa mereka yang menguasai urusan adalah orang-orang muslim. Ada juga yang berpendapat bahwa mereka adalah para penguasa dan raja dari kaum muslimin..”. Makna ucapan beliau adalah pendapat yang lebih utama adalah bahwa yang berkata bangunlah masjid di atas kuburan mereka adalah kaum muslimin “.
وقال الإمام الرازى فى تفسير ﴿لنتّخذنّ عليه مسجداً﴾ «نعبد الله فيه، ونستبقى آثار أصحاب الكهف بسبب ذلك المسجد». تفسير الرازى
Imam Ar-Razi di dalam tafisrnya berkata “ Kami akan menjadikan masjid di atasnya “ maknanya adalah “ Kami akan beribadah kepada Allah di dalam masjid tersebut dan kami akan memelihara bekas-bekas para pemuda ashabul kahfi dengan sebab masjid tersebut “.
Istidlal al-Hadits :
1. Nabi Saw bersabda :
أللّهمّ لا تجعل قبري وثناً، لعن اللّه قوماً اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد
“ Ya Allah, jangan jadikan kuburanku tempat sesembahan, semoga Allah melaknat kaum yang menjadikan kuburan para nabi sebgaia masjid “.
Ini adalah sebuah doa dari nabi Saw agar Allah tidak mnjadikan makam beliau sebagai tempat sesembahan atau masjid. Dan doa Nabio Saw tidak mungkin ditolak oleh Allah Swt. Karena terbukti hingga saat ini tidak ada satu pun kaum muslimin yang menyembah kuburan Nabi Saw.
2. روى مسلم في صحيحه عن النبي الأكرم أنّه قال حينما قالت أُم حبيبة وأُم سلمة بأنهما رأتا تصاوير في إحدى كنائس الحبشة: إنّ أولئك إذا كان فيهم الرجل الصالح فمات بنوا على قبره مسجداً، وصوروا فيه تلك الصورة أولئك شرار الخلق عند اللّه يوم القيامة
“ Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab shahihnya dari Nabi Saw bahwa beliau bersabda ketika Ummu Habibah dan ummu Salamah berkata bahwa keduanya pernah melihat patung-patung di salah satu gereja Habasyah, “ Sesungguhnya mereka jika ada salah satu orang shalih yang wafat, maka mereka menjadikan kuburannya sebagai masjid dan membuat patungnya di dalamnya, merekalah seburuk-buruknya manusia di sisi Allah kelak di hari kiamat “.
Dalam hadits tersebut jelas bahwa yang divonis Rasul sebagai manusia terburuk adalah membuat patung yang ditegakkan di atas kuburan mereka dan mereka sembah / sujud patung tersebut. Inilah perbuatan orang nashoro saat itu. Sedangkan umat muslim sejak dulu hingga sekarang tak ada yang melakukan seperti apa yang mereka (Nashoro dan yahudi) lakukan.
KESIMPULAN :
Pemahaman ulama Salaf bahwa :
- Tidak mengapa sholat di dalam masjid yang terdapat makam nabi atau orang sholeh, bahkan itu disyare’atkan dan hal ini tidak masuk kecaman Nabi tentang menjadikan kuburan sebagai masjid, sungguh sangat jauh perbedaanya. Sebagaimana penjelsan di atas.
- Yang dilarang oleh nabi bahkan mendapat laknat adalah menjadikan kuburan nabi atau orang sholeh sebagai masjid yaitu bersujud padanya, adakalnya di atasnya atau di dalam kubur itu sendiri. Dan hal ini kita lihat sendiri umat muslim satu pun sejak dulu hingga sekrang tak ada yang melakukan sperti itu.
- Para ulama madzhab berbeda pendapat tentang sholat di area pekuburan atau pemakaman :
Madzhab Hanafiyyah mengatakan : makruh sholat di pemakaman sebab dikhawatirkan ada najis yang keluar dari kuburan, KECUALI jika di pemakaman tersebut disediakan tempat sholat, maka hilanglah hokum makruh.
Madzhab Malikiyyah mengatakan : Boleh sholat dipemakaman secara muthlaq, baik pekuburan itu bersih atau terbongkar (manbusyah), pekuburan muslim atau non muslim.
Madzhab Syafi’iyyah memerinci sebagai berikut :
Tidak sah sholat diperkuburan yang nyata ada kerusakan / keterbongkaran kuburan di dalamnya, karena telah bercampur tanah dengan nanah jenazah di situ. Ini jika tidak membuat penghakang seperti sajadah, jika memakai sajadah maka hukumnya makruh.
Adapun jika yakin tidak adanya bercampurnyanya nanah pada tanah pekuburan, maka hokum sholat di dalamnya sah tanpa khilaf. Karena tempatnya suci namun tetap makruh.
Dan saya (Ibnu Abdillah Al-Katibiy) tidak pernah melihat seorang pun sholat di pekuburan atau pemakaman, hanya sering melihat orang-orang sholat di masjid yang berdampingan dengan pemakaman dan ini di luar pembahasan.
Madzhab Hanabilah mengatakan : Tidak sah sholat di pekuburan yang baru atau punyang lama, berulang-ulang pembongkarannya atau pun tidak. Namun tidak mengapa sholat di area yang ada satu atau dua kuburan, kamayang namnya pekuburan adalah terdapat tiga kuburan atau lebih.
Bahkan ada nash dari madzhab ini bahwa setiap apa yang masuk kategori maqbarah adalah tidak boleh melakukan sholat di dalamnya. Mereka juga menetapkan bahwa tidak mengapa sholat di dalam rumah yang terdapat kuburan di dalamnya walaupun lebih dari tiga kuburan, karena ini bukan dinamakan maqbarah.
Dan hal ini adalah masalah furu’ / cabang agama.
CATATAN :
• Jika Saalafi wahhabi termasuk Ibn Bazz dan para pentaqlidnya mengatakan haram, syirik bahkan kufur pada kaum muslimin yang sholat di dalam masjid yang terdapat makam nabi atau orang sholeh, maka kami katakan pada mereka :
“ Kalau itu pemahaman kalian, maka beranikah kalian menghancurkan Masjid Nabawi ?? “
Jika kalian berkata “ Kami tidak berani karena di situ ada makam Nabi “
Kami jawab “ Jika kalian menghkususkan makam Nabi, maka di situ juga ada makam sahabat Nabi Saw, beranikah kalian menghancurkan atau memindahkan makam kedua sahabat Nabi Saw tersebut ??
Dan bahkan umat msulim sholat di sekitar makam-makam tersebut…!!”
• Salafi wahhabi utamanya Ibn Bazz mengaku sebagai pengikut salaf, sedangkan ulama salaf tidak seperti pemahaman mereka bahkan bertentangan dengan mereka, lalu siapakah salaf yang kalian ikuti ??
Sebelumnya saya sudah membahas persoalan hadits tersebut dan juga maknanya, namun karena kawan-kawan salafi wahhabi belum juga bisa memaknai hadits tersbut dengan makna yang shahih dan benar, maka Kali ini saya akan membahas lebih lanjut makna Hadits tersebut ditinjau dengan beberapa disiplin ilmu, dengan keterbatasn ilmu al-Faqir.
Hadits Pertama :
Nabi Saw bersabda :
لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور انبيائهم مساجد
“ Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashoro yang menjadikan kuburan para nabi sebagai tempat sujudnya “
Hadits Kedua :
لاتجلسوا على القبور ولا تصلوا إليها
“ Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan janganlah sholat menghadapnya “.
PENJELASAN HADITS PERTAMA :
Segi Ilmu Nahwu :
لعن : فعل ماض مبني على الفحة
الله : فاعل مرفوع بالضمة
اليهود : مفعول لعن منصوب بالفتحة
و : حرف عطف
النصارى : معطوف باليهود منصوب بالفتحة
اثخذوا : فعل ماض والواو للجماعة ضمير متصل في محل رفع فاعل
والاتخاذ من افعال التحويل تنصب مفعولين.
قبور : مفعول اول وهو مضاف
انبياء : مضاف اليه مجرور بالكسرة
هم : ضمير متصل مبني على السكون
مساجد : مفعول ثان منصوب بالفتحة لانه من الاسماء غير منصرفة
وجملة الفعل والفاعل وما بعدها في محل نصب نعت لليهود والنصارى
Keterangan :
• Lafadz ittakhadza termasuk fi’il tahwil yaitu predikat yang menunjukkan arti merubah dan memiliki dua maf’ul karena ia juga termasuk akhowat dzonna (saudaranya dzonna) yang menashobkan dua maf’ulnya.
• Maf’ul pertamanya adalah kalimat QUBURA ANBIYAIHIM (Kuburan para nabi mereka). Dan maf’ul keduanya adalah MASAJID (masjid-masjid).
• Dan jumlah susunan kalimat ITTAKHODZA dan setelahnya menjadi NA’AT (Sifat) bagi Yahudi dan Nashoro.
Maka arti dari sisi nahwunyaadalah :
“ Allah melaknat kepada Yahudi dan Nashoro yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid-masjid “.
Segi Ilmu Balaghah dan Bayan :
لعن الله • : Adalah jumlah du’aiyyah (susunan doa) yang mengandung makna tholabiyyah (permohonan).
اتخذوا • : Adalah jumlah musta’nifah ‘ala sabilil bayan limuujibil la’an (Susunan permulaan kalimat untuk menjelaskan sebab pelaknatan)
قبور انبيائهم مساجد • : Kalimat ini merupakan Majaz tasybih.
- Majaz : Penggunaan suatu kata dengan makna yang lain daripada maknanya yang lazim. Kebalikan dari majaz ialah haqiqah.
- Tasybih : Uslub yang menunjukkan perserikatan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam sifatnya.
Secara umum tasybih ini tujuannya untuk menjadikan suatu sifat lebih mudah diindera.
Maka arti dari sisi ilmu balaghah dan bayan ini adalah :
“ Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashoro, sebab mereka telah menjadikan kuburan para nabi seperti tempat sujud “.
Syarah alfadz atau mufradat :
Sekarang kita akan kupas satu persatu dari kalimat hadits tersebut dengan melihat dan menyesuaikan hadits-hadits shahih lainnya, merujuk pada asbab wurudnya dan ilmu sejarahnya, sehingga kita akan dapatkan makna yang shohih, kuat dan sesuai dengan hadits-hadits lainnya yang saling berkaitan.
Setelah itu kita akan timbang dengan komentar-komentar atau pendapat-pendapat para ulama besar yang sangat berkompeten dan menguasai segala disiplin ilmu baik dhahir maupun bathin.
PEMBAHASAN :
Mufradat :
• Lafadz qubur jama’ dari mufrad qobrun yang berarti madfanul insane al-mayyit (tempat pendaman mayat).
• Sedangkan lafadz maqbarah adalah isim makan lilqobri yaitu maudhi’u dafnil mauta (tempat pendaman orang-orang yang mati atau istilah lainnya pekuburan / pemakaman). Yang berarti juga tempat dimana terdapat tiga atau lebih dari orang yang dipendam.
• Dan lafadz Masajid adalah jama’ dari kata Masjid berasal dari kata sajada yasjudu (bersujud). Masjid adalah isim makan ‘ala wazni maf’ilun. Maka masjidun artinya makanun lis sujud (tempat untuk sujud).
Maka dari ini makna hadits yang shahih adalah :
لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور انبيائهم مساجد
Adalah : “ Semoga Allah melaknat orang-orang yahudi dan Nashoro, sebab mereka telah menjadikan tempat pendaman para nabi mereka sebagai tempat untuk sujud “.
Yakni, orang-orang yahudi menjadikan kuburan nabi mereka sebagai tempat sujud dan ibadah mereka. Mereka buat patung seorang nabi atau orang sholeh di atas kuburan nabi atau orang sholeh tersebut. Kemudian patung itu mereka sembah dan mereka jadikan arah sembahyang mereka.
Inilah makna yang shahih dan sebenarnya, kenapa bias demikian ? simak penjabarannya berikut ini..
Pertama :
Fi’il ittakhodza (اتخذ) adalah dari fi’il khumasi muta’addi dan salah satu fi’il tahwil atau shoirurah yang memiliki makna merubah dan berhukum menashobkan dua maf’ul (objek)-nya. Maf’ul yang pertama menjadi dzat maf’ul yang kedua seluruhnya.
Contoh : اتخذت الحقل مرعى “ Aku jadikan ladang itu sebagai tempat penggembalaan “.
Artinya ; “ Aku merubah semua ladang itu menjadi tempat penggembalaan “.
Kalau untuk sebagian maka kalimatnya sebagai berikut :
اتخذت من الحقل مرعى
“ Aku rubah sebagian ladang itu sebagai tempat penggembalaan “.
Kalau untuk di artikan membangun, maka tidak boleh kita katakan :
اتخذت الارض بيتا
“ Aku bangun tanah itu sebagai rumah “,
kalimat ini tidak sah dan rusak karena tidak sesuai dengan fungsi fi’il ittakhodza sebagai fi’iI tahwil bukan bina’.
Maka seharusnya yang lebih tepat kalimatnya adalah sebagai berikut :
بنيت على الارض بيتا
“ Aku membangun rumah di atas tanah itu “.
Maka hadits di atas tidak tepat jika diartikan membangun tempat sujud di kuburan, makna shahihnya adalah merubah kuburan sebagai tempat sujud. Karena ini sesuai fungsi dan kaedah fi’il tersebut.
Dan hadits membangun masjid / tempat sujud dikuburan, ada matan dan riwayatnya tersendiri tidak ada kaitannya dengan hadits di atas. Nanti saya akan jelaskan.
Kedua :
Dari sisi sejarah dan sebab wurudnya hadits di atas dapat diketahui makna hadits di atas yang sebenarnya :
فقد قالت السيدة أم سلمة رضى الله تعالى عنها لرسول الله صلى الله عليه وسلم حين كانت فى بلاد الحبشة تقصد الهجرة إنها رأت أناسا يضعون صور صلحائهم وأنبيائهم ثم يصلون لها، عند إذن قال الرسول صلى الله عليه وسلم (لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور انبيائهم مساجد.
Ummu Salamah Ra bercerita kepada Rasulullah Saw ketika dulu ia berada di Habasyah saat hendak Hijrah, bahwa dia pernah melihat beberapa orang yang meletakkan patung-patung orang sholih dan para Nabi mereka, kemudian mereka sholat kepada patung-patung tersebut. Maka bersabdalah Rasulullah Saw “ Allah melaknat orang Yahudi dan Nashoro yang telah menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid “.
Dan sejarah ini telah dijelaskan pula oleh Allah Saw dalam al-Quran berikut :
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَاباً مِّن دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا إِلَهاً وَاحِداً لاَّ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“ Mereka menjadikan orang-orang alim (Yahudi) dan rahib-rahibnya (Nashoro) sebagai tuhan selain Allah. Dan orang-orang Nashoro berkata “ dan juga Al-Masih putra maryam “. Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Mah Esa. Tidakada Tuhan selain Dia. Maha Dia dari apa yang mereka persekutukan “. (At-Taubah : 31)
Jelas dari sisi ini, bahwa sebab Rasul Saw melaknat orang yahudi dan nashoro adalah karena mereka menyembah patung para nabi dan patung orang sholeh (dalam istilah mereka disebut rahib) di antara mereka. Bukan membangun masjid di atas kuburan apalagi sholat di dalam masjid yang ada kuburannya.
Ketiga :
Makna ini sesuai dengan hadits shohih Nabi Saw lainnya berikut diriwayatkan dari Atho’’bin Yasar bahwa Nabi Saw bersabda :
اللهم لا تجعل قبري وثناً يعبد، اشتد غضب الله على قوم، اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد
“ Ya Allah, jangan jadikan kuburanku sesembahan yang disembah, Allah sangat murka pada kaum yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai tempat sujud “.
Illat / alasan Allah murka kepada kaum yang menjadikan kuburan para nabi sebagai tempat sujud adalah karena mereka memang menyembah kuburan tersebut, sujud pada kuburan tersebut dengan anggota tubuh dan juga hati mereka. Oleh karenanya Nabi Saw mengucapkan kata-kata “ watsanan yu’bad “ (sesembahan yang disembah). Bahkan jika dikaitkan hadits ummu Salamah Nampak jelas mereka menyembah patung nabinya atau patung orang sholeh mereka.
Keempat :
Kalimat masajid dalam hadits di atas maknanya adalah tempat sujud bukan berupa bangunan masjid. Karena orang-orang yahudi beribadah bukan di dalam masjid, demikian juga orang-orang Nashoro beribadah bukan di dalam masjid, melainkan mereka beribadah di ma’bad dan kanisah (kuil dan gereja).
Maka hadits di atas sangat tidak tepat diarahkan pada bangunan masjid kaum muslimin. Maka makna hadits tersebut yang shahih adalah “ Semoga Allah melaknat orang Yahudi dan Nashoro tersebut, sebab menjadikan kuburan para nabi sebagai tempat sujud “.
Makna tempat sujud ini juga sesuai dengan hadits Nabi Saw sebagai berikut :
“الأرض كلها مسجد إلا المقبرة والحمام
“ Bumi ini seluruhnya adalah layak untuk dijadikan tempat sujud (tempat untuk sholat), kecuali pekuburan dan tempat pemandian “.
Jika kita artikan masjid dalam hadits ini adalah bangunan masjid, maka logikanya kita boleh melakukan I’tikaf dan sholat tahiyyatul masjid di kebun, lapangan atau di tanah pasar. Sungguh hal ini bertentangan dengan hokum fiqihnya.
Dan juga semakin jelas dan nyata bahwa makna masjid di situ adalah bukan bangunan masjid melainkan tempat yang layak untuk sujud, dengan penyebutan mustatsna (yang dikecualikan) setelah menyebutkan mutstsana minhunya dengan huruf illanya yaitu kalimatal-Maqbarah (pekuburan) dan al-Hammam (tempat pemandian).
Karena tidak mungkin pekuburan dan kamar mandi disebut juga bangunan masjid. Maka arti hadits tersebut bermakna :
“ Bumi ini seluruhnya layak dijadikan tempat sujud, kecuali tempat pekuburan dan tempat pemandian “.
Jika kita artikan masjid disitu dengan bangunan masjid “ Bumi ini seleuruhnya adalah masjid kecuali pekuburan dan tempat pemandian “, maka pengertian seperti ini jelas salah dan batal, karena sama juga menyamakan pekuburan dan tempat pemandian itu dengan masjid yang boleh I’tikaf dan sholat tahiyyatul masjid lalu diisttisnakan dengan illat yang tidak diketahui.
Kelima :
Melihat sejarah pemakaman Nabi Saw. Rasulullah Saw dimakamkan di tempat meninggalnya, yakni di tempat yang dahulunya adalah kamar Ummul Mukminin Aisyah ra., isteri Nabi saw. Kemudian berturut-turut dimakamkan pula dua shahabat terdekatnya di tempat yang sama, yakni Abu Bakar Al-Shiddiq dan Umar bin Khatthab.
Di masa Nabi Saw Awalnya, masjid ini berukuran sekitar 50 m × 50 m, dengan tinggi atap sekitar 3,5 m. Karena umat muslim yang berkunjung semakin pesat dan tempatnya semakin sempit, maka oleh Utsman bin Affan direnovasi dan diperluas lagi walaupun yang pertama merovasinya adalah Umar bin Khoththob. Kemudian diperluas lagi di zaman modern oleh raja Abdul Aziz sehingga bangunannya menjadi 6.024 m² di tahun 1372 H. Selanjutnya diperluas lagi oleh raja Raja Fahd di tahun 1414 H, sehingga luas bangunan masjidnya hampir mencapai 100.000 m², ditambah dengan lantai atas yang mencapai luas 67.000 m² dan pelataran masjid yang dapat digunakan untuk salat seluas 135.000 m². Sehingga mau tidak mau, makam Nabi Saw berada dalam masjd tersebut. Bahkan setelah itu turut dimakamkan di dalamnya yaitu Abu Bakar Ash-Shdiddiq dan Umar bin Khoththob.
Di zaman Utsman bin Affan saat perluasan masjid yang disaksikan lebih dari 15 sahabat Nabi Saw, tidak ada satu pun dari mereka yang mengingkarinya atau mengatakannya haram. Bahkan sholat di masjid Nabawi yang memang terdapat makam Nabi saw di dalamnya, memiliki keutamaan tersendiri dari masjid lainnya.
Nabi Saw bersabda :
صلاة في مسجدي هذا أفضل من ألف صلاة فيما سواه إلا المسجد الحرام
“ Sholat di masjidku ini lebih utama dari sholat seribu kali diselainnya kecuali di masjdil haram “
Beliau juga bersabda :
من زار قبري وجبت له شفاعتي
“ Barangsiapa yang ziarah ke makamku, maka ia berhak mendapat syafa’atku “.
Bahkan siti Aisyah pun sering sholat di kamar tersebut sebagaimana telah dikisahkan dalam shahih Bukhari.
Seandainya hal itu suatu kemungkaran dan keharaman karena beralasan dengan alasan yang tidak nyambung yaitu dengan hadits menjadikan kubur para nabi sebgai tempat sujud di atas, seperti yang telah difatwakan oleh guru besar wahhabi salafi yaitu syaikh Muqbil yang merupakan guru Bin Bazz, Utsaimin dan Fauzan, maka sudah pasti para sahabat saat itu melarangnya dan mengatakan itu haram.
Umat muslim sejak zaman sahabat hingga sekarang ini terus berziarah ke masjid Nabawi tersebut, melakukan sholat di dalamnya dan ziarah kubur Nabi Saw, dan tak ada satu pun ulama di seluruh penjuru dunia mulai dari kalangan sahabat, tabi’in dan ulama madzhab yang melarang mereka sholat di dalam masjid tersebut yang terdapat makam Nabi Saw dan makam dua sahabat Nabi yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khoththob.
Keenam :
Allah Swt berfirman :
وَكَذَلِكَ أعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أنَّ وَعْدَ اللّهِ حَقٌّ وَأنَّ السّاعَةَ لاَ رَيبَ فيها إذْ يَتنازَعُونَ بَيْنَهُم أمْرَهُم فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِم بُنْيَاناً رَبُّهُم أعْلَمُ بِهِم قَالَ الّذينَ غَلَبُوا عَلَى أمْرِهِم لَنَتَّخِذَنّ عَلَيْهِم مَسْجداً
“ Dan demikianlah Kami perlihatkan (manusia) dengan mereka agar mereka tahu bahwa janji Allah benar dan bahwa hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika mereka berselisih tentang urusan mereka, maka mereka berkata “ Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka “. Orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata “ Kami pasti akan mendirikan masjid di atas kuburan mereka “. (Al-Kahfi : 21)
Ayat ini jelas menceritakan dua kaum yang sedang berselisih mengenai makam ashabul kahfi. Kaum pertama berpendapat agar menjadikan sebuah rumah di atas kuburan mereka. Sedangkan kaum kedua berpendapat agar menjadikan masjid di atas kuburan mereka.
Kedua kaum tersebut bermaksud menghormati sejarah dan jejak mereka menurut manhajnya masing-masing. Para ulama Ahli Tafsir mengatakan bahwa kaum yang pertama adalah orang-orang msuyrik dan kaum yang kedua adalah orang-orang muslim yang mengesakan Allah Swt. Sebagaimana dikatakan juga oleh imam asy-Syaukani berikut :
يقول الإمام الشوكانى «ذِكر اتخاذ المسجد يُشعر بأنّ هؤلاء الذين غلبوا على أمرهم هم المسلمون، وقيل: هم أهل السلطان والملوك من القوم المذكورين، فإنهم الذين يغلبون على أمر من عداهم، والأوّل أولى». انتهى. ومعنى كلامه أن الأولى أن من قال ابنوا عليهم مسجدا هم المسلمون.
Imam Syaukani berkata “ Penyebutan menjadikan masjid dalam ayat tsb menunjukkan bahwa mereka yang menguasai urusan adalah orang-orang muslim. Ada juga yang berpendapat bahwa mereka adalah para penguasa dan raja dari kaum muslimin..”. Makna ucapan beliau adalah pendapat yang lebih utama adalah bahwa yang berkata bangunlah masjid di atas kuburan mereka adalah kaum muslimin “.
وقال الإمام الرازى فى تفسير ﴿لنتّخذنّ عليه مسجداً﴾ «نعبد الله فيه، ونستبقى آثار أصحاب الكهف بسبب ذلك المسجد». تفسير الرازى
Imam Ar-Razi di dalam tafisrnya berkata “ Kami akan menjadikan masjid di atasnya “ maknanya adalah “ Kami akan beribadah kepada Allah di dalam masjid tersebut dan kami akan memelihara bekas-bekas para pemuda ashabul kahfi dengan sebab masjid tersebut “.
Ketujuh :
عن عائشة أنه: قال النبي صلى الله عليه وآله وسلم في مرضه الذي مات فيه: لعن الله اليهود والنصارى، اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد. قالت: ولولا ذلك لأبرز قبره غير أنه خشي أن يتخذ مسجداً
Dari siti Aisyah bahwasanya Nabi Saw bersabda saat sakit menjelang wafatnya “ Semoga Allah melaknat orang yahudi dan nashoro, sebab mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid “. Siti Aisyah berkata “ Jika bukan karena itu, maka aku akan tampakkan makam Nabi namun dikhawatirkan dijadikan tempat sujud “.
Siti Aisyah ingin menampakkan makam Nabi Saw yaitu tanpa dinding dan pagar, namun beliau khawatir makam Nabi Saw dibuat sujud oleh kaum muslimin yang awam sehingga masuk kategori hadits larangan menjadikan kuburan para Nabi sebgai tempat sujud.
Maka ucapan siti Aisyah tersebut menjelaskan makna hadits :
لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور انبيائهم مساجد
Adalah masjid dalam hadits tersebut ialah tempat sujud bukan bangunan masjid. Dan inilah rahasia doa Nabi Saw :
اللهم لا تجعل قبري وثناً يعبد
“ Ya Allah, jangan jadikan makamku sesembahan yang disembah “ Nabi tidak mengatakan :
اللهم لا تجعل قبري مسجدا
“ Ya Allah, jangan jadikan makamku sebagai masjid “.
Doa Nabi Saw terkabuli dan terbukti, bahwa makam beliau Saw tidak menjadi sesembahan kaum muslimin yang berziarah di sana.
Dalam riwayat lainnya Nabi Saw bersabda :
اللهم لا تجعل قبري وثناً يصلى له
“ Ya Allah, jangan jadikan makamku sesembahan yang dijadikan untuk sholat “.
Maka dengan penejelasan ilmiyyah ini, berdasarkan kaidah-kaidah ilmunya menjadi jelas dan terang bahwa yang dimaksud masjid dalam hadits di awal adalah tempat sujud bukan bangunan masjid.
Maka makna hadits Nabi Saw :
لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور انبيائهم مساجد
Adalah : “ Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashoro, sebab mereka telah menjadikan kuburan para nabi seperti tempat sujud “.
Inilah makna yang shahih dan yang sebenarnya berdasarkan ilmu bukan hawa nafsu atau kedangkalan cara berpikir.
Selanjutnya saya akan memaparkan makna hadits ini dan juga hadits yang kedua dari segi ilmu Ushul Fiqihnya. Dan setelahnya saya cantumkan pendapat mayoritas ulama yang memaknai hadits tersebut seperti penjelasan di atas. Sehingga kemusykilan menjadi musnah dan kebenaran semakin jelas dan nyata
Kali ini saya akan membahas dari segi ilmu Ushul Fiqihnya yaitu berkaitan pada illat / sebab pelaknatannya yang ada pada hadits berikut :
لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور انبيائهم مساجد
Sebelumnya saya telah mengupas makna hadits tersebut dari sisi ilmu alatnya yang kesimpulannnya sebagai berikut :
1. Kata al-Ittikhaz dalam hadits tersebut sudah maklum adalah min af’aalit tahwil atau shairurah (mengandung makna merubah) yang memiliki hokum menashobkan dua maf’ulnya karena ia juga termasuk saudaranya Dzhann.
Memang ada juga fi’il ittikhadz yang yata’addi ila maf’ulin wahidin (membutuhkan hanya satu maf’ul) contoh :
اتخذت سيارة : Aku telah membuat mobil.
Dan terkadang oleh ulama fi’il iitikhazd ini juga digabungkan dengan kata al-Binaa (membangun), sebagaimana penjelasannya nanti.
2. Kata masjid dalam hadits tersebut memiliki makna majazan (tempat sujud) dan tidak bisa secara haqiqatan (bangunan masjid), sebab memang realitanya saat itu mereka membangun tempat ibadah versi agama mereka yang bukan Islam dan juga tempat ibadah mereka (Yahudi dan Nashoro) bukanlah masjid.
Maka hadits di atas ditinjau dari sisi ilmu alatnya adalah :
“ Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashoro itu, sebab mereka telah merubah kuburan para nabi sebagai tempat sujud mereka “
Makna Hadits di atas senada dengan Hadits :
الأرض كلها مسجد إلا المقبرة والحمام
“ Bumi itu seluruhnya layak dijadikan tempat sujud kecuali pekuburan dan tempat pemandian “
Sekarang mari kita masuk pada Ushul Fiqihnya untuk mengetahui illat yang menyebabkan datangnya laknat tersebut. Dan juga saya akan membahas hadits-hadits lainnya yang menyinggung masalah kuburan. Serta pendapat para ulama berkaitan tentang persoalan ini.
Dalam Ushul Fiqih ada kaidah yang mengatakan :
الحكم يدور على علته وجودا وعدما
“ hukum itu berputar bersama illatnya dalam mewujudkan dan meniadakan hukum”
Illat adalah : الوصف المعرف للحكم بوضع الشارع
“ Sifat yang dijadikan sebuah hokum dengan ketentuan syare’at “
Contoh Khomr, dalam khomr ada sifat yang memabukkan, wujudnya sifat memabukkan ini tidak lah diharamkan hingga syare’atlah yang menentukan keharamannya.
Dan hukum berputar pada iilatnya bukan pada hikmahnya. Jika ada illat maka timbullah hokum dan jika tidak ada illat maka hilanglah hukum.
Contoh ; bepergian saat bulan Ramadhan dibolehkan tidak berpuasa (mokel) dan mengqoshor sholat. Illatnya (sebabnya) adalah karena bepergian (safar).
Hikmahnya adalah menghindari kesulitan atau kepayahan (masyaqqah).
Masyaqqah ini atau kepayahan adalah hal yang relatif pada keadaan masing-masing orangnya. Jika tidak ada masyaqqah alias hilang masyaqqahnya, maka ia tetap boleh mengqoshor sholat dan boleh tidak berpuasa.
Karena bepergian itu merupakan illat yang menimbulkan hokum tsb dan hokum itu mengikuti illatnya yaitu safar bukan pada hikmahnya yaitu menghindari masyaqqah.
Nah sekarang kita bahas apakah illat yang ada dalam hadits tersebut sehingga menimbulkan pelaknatan. Sekali lagi saya masih membahas hadits di atas dan belom melebar pada hadits-hadits lainnya yang semisalnya dan nanti akan kita kaitkan dengannnya.
Untuk mengetahui illat dalam hadits di atas, maka perlu adanya nash lain yang lebih menjelaskannya. Maka di sini lebih tepatnya hadits yang diriwayatkan oleh Siti Aisyah berikut ini :
عن عائشة رصي الله عنها قالت: قال رسول الله صلى الله عليه و على آله و سلم في مرضه الذي لم يقم منه { لعن الله اليهود والنصارى اتخذو قبور أنبيائهم مساجد } قالت : فلولا ذلك ، أبرزوا قبره ، غير أنه خشي أن يتخذ مسجداً أي يسجد له
“ Dari Aisyah Radhiallahu ‘anha beliau berkata “ Nabi Saw bersabda di saat sakit yang beliau tidak bias bangun darinya “ Semoga Allah melaknat orang Yahudi dan Nashoro yang telah menjadikan kuburan para nabi sebagai tempat sujud mereka “, Siti Aisyah berkata “ Jika bukan karena itu, maka niscaya para sahabat akan menampakkan makam Nabi akan tetapi (tidak dilakukan) karena dikhawatirkan makam Nabi Saw dijadikan tempat sujud “.(Bukhari dan Muslim)
Dari komentar siti Aisyah dapat kita ketahui bahwa sebab Nabi Saw melaknat orang Yahudi dan Nashoro adalah karena wujudnya penyembahan atau pensujudan terhadap kuburan tersebut. Oleh karenanya siti Aisyah berkata “ Jika bukan hal itu, maka kuburan Nabi Saw akan ditampakkan akan tetapi dikhawatirkan (jika ditampakkan) akan dijadikan tempat sujud atau penyembahan “.
Artinya; Jika bukan karena khawatir makam Nabi disembah-sembah dan disujud-sujudi oleh orang-orang, maka makam Nabi Saw akan ditampakkan, tidak lagi di pagari atau didindingi.
Hal ini ditegaskan lagi oleh imam Al-Qadhi ‘Iyadh Rahimallahu berikut :
قال القاضي عياض: شدد في النهي عن ذلك ، خوف أن يتناهى في تعظيمه ، ويخرج عن حد المبرة إلى حد النكير فيعبد من دون الله عز وجل ، ولذا قال صلى الله عليه وعلى آله وسلم { اللهم لا تجعل قبري وثناً يعبد } لأن هذا الفعل كان أصل عبادة الأوثان ولذا لما كثر المسلمون في عهد عثمان واحتيج إلى الزيادة في المسجد وامتدت الزيادة حتى أدخلت فيه بيوت أزواجه صلى الله عليه وعلى آله وسلم ، أدير على القبر المشرف حائط مرتفع ، كي لا يظهر القبر في المسجد ، فيصلى إليه العوام ، فيقعوا في اتخاذ قبره مسجداً ثم بنوا جدارين من ركني القبر الشماليين وحرفوهما حتى التقيا على زاوية مثلثة من جهة الشمال ، حتى لا يمكن استقبال القبر في الصلاة ، ولذا قالت : لولا ذلك لبرز قبره اهـ
Al-Qadhi Iyadh berkata “ Beliau benar-benar melarang perbuatan itu (menampakkan makam Nabi Saw), karena ditakutkan berlebihan dalam mengagungi Nabi Saw dan akan keluar dari batas motif kebaikan pada batas motif kemungkaran sehingga ia akan menyembah pada selain Allah Swt. Oleh sebab itu lah Rasul Saw bersabda “ Ya Allah jangan jadikan kuburanku sebagai sesembahan yang disembah-sembah “, karena perbuatan ini adalah pokok dari perbuatan menyembah berhala-berhala. Oleh sebab ini pula, di masa Utsman bin ‘Affan saat masjid Nabawi butuh pelebaran dan perluasan hingga masuk pada rumah-rumah istri Nabi Saw, maka makam Nabi Saw dipagari dengan dinding yang agak tinggi, supaya kuburan beliau tidak tampak dalam masjid, sehingga (jika ditampakkan) orang awam akan sholat mengarah kuburan nabi Saw dan jatuh pada istilah menjadikan kuburan Nabi Saw sebagai tempat sujud. Kemudian para sahabat membangun dua dinding dari dua sudut makam Nabi Saw sebelah utara dan selatan dan para sahabat merubahnya hingga menjadi sudut segi tiga dari arah selatannya, sehingga tidak memungkinkan menghadap kuburan beliau di dalam sholat. Oleh sebab inilah siti Aisyah berkata “ Kalau bukan sebab itu, maka makam Nabi akan ditampakkan “.
Dari ucapan siti Aisyah dan penjelasan al-Qadhi, semakin jelas dan terang bahwa illat / sebab Nabi Saw melaknat kaum Yahudi dan Nashara adalah karena mereka menjadikan kuburan para nabi sebagai tempat pensujudan yang mereka sembah-sembah. Sehingga mereka menyembah kuburan tersebut dan telah menysirikkan Allah Swt.
Dalam riwayat yang lainnya yaitu riwayat Abu Hurairah, disebutkan bahwasanya nabi Saw bersabda :
اللهم لا تجعل قبري وثناً لعن الله قوماً اتخذوا من قبور أنبيائهم مساجد
“ Ya Allah, jangan jadikan kuburanku sesembahan, semoga Allah melaknat suatu kaum yang menjadikan kuburan para nabi sebagai tempat sujud mereka “.
Setelah Nabi Saw menyebutkan kata watsanan (sesembahan), maka Nabi Saw mengucapkan laknat pada kaum yang menjadikan kuburan para nabi sebagai tempat sujud, maka kalimat La’anallahu qouman dan seterusnya merupakan sebagai penjelas makna watsanan yaitu menyembah kuburan dan sujud pada kuburan yang merupakan perbuatan syirik pada Allah Swt.
Dan juga merupakan isyarat agar umatnya nanti setelah beliau wafat, tidak menjadikan makam beliau Saw seperti yang dilakukan oleh orang Yahudi dan Nashoro pada makam-makam Nabi mereka yaitu menjadikan kuburan para nabi sebagai sesembahan.
Dalam shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan berikut ini :
{ لعن الله اليهود ، اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد } يحذر مثل ما صنعوا
“ Semoga Allah melaknat orang Yahudi yang menjadikan kuburan para Nabi sebagai tempat sujud “. Si perawi hadits ini berkomentar “ Nabi Saw memberi peringatan agar tidak melakukan seperti yang dilakukan oleh orang Yahudi tersebut “ yaitu menjadikan kuburan sebagai sesembahan.
(Bukhari dan Muslim)
Doa Nabi Saw tersebut agar makamnya tidak dijadikan berhala yang disembah (watsanan yu’bad), merupakan titik penerang atas makna dan illat dari hadits di atas. Dan juga merupakan sebuah isyarat Nabi Saw pada umatnya agar tidak melakukan seperti apa yang dilakukan oleh orang Yahudi dan Nashoro yaitu menyembah kuburan nabi mereka sebagai watsanan yu’bad.
Dan telah terkabullah doa Nabi Saw tersebut, terbukti kaum muslimin sejak awal hingga sekarang ini tidak ada satu pun yang menjadikan kuburan Nabi Saw sebagai watsanan yu’bad (berhala yang disembah). Fa lillahil hamdu wal minnah..
Karena kita tahu bahwa do’a nabi Saw selalu dikabulkan oleh Allah Swt.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah Ra, bahwasanya Nabi Saw bersabda :
لكل نبي دعوة مستجابة يدعو بها وأريد أن أختبئ دعوتي شفاعة لأمتي في الآخرة
“ Setiap Nabi memiliki do’a yang (pasti) dikabulkan jika ia berdoa, dan aku ingin menyimpan doaku (yang pasti mustajab ini) sebagai syafa’at bagi umatku kelak di akherat “
Imam Ibnu Hajar dalam Fathu Al-Barinya berkata mengenai hadits do’a ini berikut :
وقد استشكل ظاهر الحديث بما وقع لكثير من الأنبياء من الدعوات المجابة ولا سيما نبينا – صلى الله عليه وسلم – وظاهره أن لكل نبي دعوة مستجابة فقط والجواب أن المراد بالإجابة في الدعوة المذكورة القطع بها وما عدا ذلك من دعواتهم فهو على رجاء الإجابة وقيل معنى قوله ” لكل نبي دعوة ” أي أفضل دعواته ولهم دعوات أخرى
“ Dzahirnya hadits terdapat kemusykilan dengan beberapa doa para Nabi Saw yang msutajabah terutama Nabi kita Muhammad Saw. Dhahir hadits mengatakan bahwa setiap Nabi hanya memiliki satu doa saja. Maka jawabannya adalah yang dimaksud dengan doa yang dikabulkan dalam hadits tersebut adalah “ doa yang pasti dikabulkan “ adapun selain itu dari doa-doa para nabi, maka selalu ada harapan dikabulkan. Ada yang mengartikan hadits tsb bahwa yg dimaskud setiap nabi memiliki satu doa maksudnya adalah satu doa yang paling utama, dan para nabi memiliki doa-doa yg lainnya “. ●
Komentar para ulama tentang Hadits di atas :
Imam Baidhowi dalam kitab Syarh Az-Zarqani atas Muwaththo’ imam Malik berkata :
قال البيضاوي : لما كانت اليهود يسجدون لقبور الأنبياء تعظيما لشأنهم ويجعلونها قبلة ويتوجهون في الصلاة نحوها فاتخذوها أوثانا لعنهم الله ، ومنع المسلمين عن مثل ذلك ونهاهم عنه ، أما من اتخذ مسجدا بجوار صالح أو صلى في مقبرته وقصد به الاستظهار بروحه ووصول أثر من آثار عبادته إليه لا التعظيم له والتوجه فلا حرج عليه ، ألا ترى أن مدفن إسماعيل في المسجد الحرام عند الحطيم ، ثم إن ذلك المسجد أفضل مكان يتحرى المصلي بصلاته .
والنهي عن الصلاة في المقابر مختص بالمنبوشة لما فيها من النجاسة انتهى
Imam Baidhawi berkata : “ Ketika konon orang-orang Yahudi bersujud pada kuburan para nabi, karena pengagungan terhadap para nabi. Dan menjadikannya arah qiblat serta mereka pun sholat menghadap kuburan tsb, maka mereka telah menjadikannya sebagai sesembahan, maka Allah melaknat mereka dan melarang umat muslim mencontohnya.
Adapun orang yang menjadikan masjid di sisi orang shalih atau sholat di perkuburannya dengan tujuan menghadirkan ruhnya dan mendapatkan bekas dari ibadahnya, bukan karena pengagungan dan arah qiblat, maka tidaklah mengapa. Tidakkah engkau melihat tempat pendaman nabi Ismail berada di dalam masjidil haram kemudian hathim ?? Kemudian masjidl haram tersebut merupaan tempat sholat yang sangat dianjurkan untuk melakukan sholat di dalamnya.
Pelarangan sholat di perkuburan adalah tertentu pada kuburan yang terbongkar tanahnya karena terdapat najis “
(Kitab syarh Az-Zarqani bab Fadhailul Madinah)
Qoul ini banyak dinukil oleh para ulama pensyarah Hadits seperti imam Ibnu Hajar Al-Astqalani dalam Fathu al-Barinya dan imam Al-Qadhi dalam Faidhul Qadirnya, imam az-Zarqani dalam syarh muwaththo’nya dan selainnya.
Imam Baidhawi membolehkan menjadikan masjid di samping makam orang sholeh atau sholat dipemakaman orang sholeh dengan tujuan meminta kepada Allah agar menghadirkan ruh orang sholeh tersebut dan dengan tujuan mendapatkan bekas dari ibadahnya, bukan dengan tujuan pengagungan terhadap makam tersebut atau bukan dengan tujuan menjadikannya arah qiblat.
Dan beliau menghukumi makruh sholat di pemakaman yang ada bongkaran kuburnya karena dikhawatirkan ada najis, jika tidak ada bongkarannya maka hukumnya boleh tidak makruh.
Catatan :
Menurut imam Baidhawi larangan sholat dipekuburan yang bersifat makruh tanzih tersebut, bukan karena kaitannya dengan kuburan.
Mari Kita cermati Hadits لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد
“Semoga Allah melaknat Yahudi dan Nashoro yang telah menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai masjid “ )
Benarkah hadits tersebut melarang dan mengharamkan sholat di sekitar kuburan dan membuat kuburan di dalam masjid sebagaimana dipahami oleh Ibnu Bazz dan para pentaqlidnya?
PENJELASAN :
• Asbabu wurudil hadits :
فقد قالت السيدة أم سلمة رضى الله تعالى عنها لرسول الله صلى الله عليه وسلم حين كانت فى بلاد الحبشة تقصد الهجرة إنها رأت أناسا يضعون صور صلحائهم وأنبيائهم ثم يصلون لها، عند إذن قال الرسول صلى الله عليه وسلم (لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور انبيائهم مساجد
Ummu Salamah Ra bercerita kepada Rasulullah Saw ketika dulua ia berada di Habasyah saat hendak Hijrah, bahwa dia pernah melihat beberapa orang yang meletakkan patung-patung orang sholih dan para Nabi mereka, kemudian mereka sholat kepada patung-patung tersebut. Maka bersabdalah Rasulullah Saw “ Allah melaknat orang Yahudi dan Nashoro yang telah menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid “.
• Mufradat :
اتخذ : جعل (Menjadikan)
قبر :مدفن الميت (Tempat pendaman mayat)
مسجد : الموضع الذي يُسجَد و يُتَعَبَّد فيِه (Tempat untuk bersujud dan beribadah di dalamnya)
Maka makna hadits tersebut dari sisi mufradatnya adalah :
جعلوا مدفن الانبياء موضعا اللذين يسجدون و يتعبدون فيه
“ Mereka menjadikan tempat pendaman mayat para Nabi sebagai tempat mereka bersujud dan beribadah di dalamnya “.
Dari sisi ini saja sudah bias kita pahami bahwa maksud yang shahih adalah mereka masuk ke dalam kubur atau berada di atas kubur bertujuan untuk menjadikan kuburan itu sebagai tempat sujud dan tempat beribadah. Dan inilah yang diperbuat orang Yahudi dan Nashoro.
Sedangkan umat Muslim, seorang pun sejak dulu hingga saat ini tak ada yang melakukan seperti itu. Apalagi mereka yang berziarah ke pada para wali sanga, tak ada satu pun yang menjadikan kuburan wali sanga yang mereka sujud di datas atau di dalamnya. Membawa hadits tersebut pada kaum muslimin saat ini yang berziarah dan dating ke masjid-masjid yang disebelahny terdapat kuburan orang-orang sholeh, merupakan vonis yang salah sasaran dan sesat menyesatkan serta membuat fitnah yang akan memecah persatuan umat muslim.
Sekarang mari kita simak, apa penpadat para ulama besar Ahlus sunnah terkait hadits di atas.
1. Pendapat imam Baidhowi dan Ibnu Hajar Al-Asqalani :
ويقول الامام البيضاوى رحمه الله تعالى: فيما نقله عنه الحافظ ابن حجر العسقلانى وغيره من شراح السنن حيث قال البيضاوى: «لما كانت اليهود يسجدون لقبور الأنبياء؛ تعظيماً لشأنهم، ويجعلونها قبلة، ويتوجهون فى الصلاة نحوها فاتخذوها أوثاناً، لعنهم الله، ومنع المسلمين عن مثل ذلك، ونهاهم عنه، أما من اتخذ مسجداً بجوار صالح أو صلى فى مقبرته وقصد به الاستظهار بروحه، ووصول أثر من آثار عبادته إليه، لا التعظيم له، والتوجه فلا حرج عليه، ألا ترى أن مدفن إسماعيل فى المسجد الحرام ثم الحطيم؟ ثم إن ذلك المسجد أفضل مكان يتحرى المصلى بصلاته، والنهى عن الصلاة فى المقابر مختص بالمنبوشة لما فيها من النجاسة» انتهى. فتح البارى، شرح الزرقانى، فيض القدير
“ Imam Baidhawi berkata yang juga dinukil pendapat beliau oleh al-Hafidz Ibnu Hajar al-Atsqalani dan selainnya dari para penyarah kitab sunan-sunan : “ Ketika konon orang-orang Yahudi bersujud pada kuburan para nabi, karena pengagungan terhadap para nabi. Dan menjadikannya arah qiblat serta mereka pun sholat menghadap kuburan dan menjadikannya patung sesembahan, maka Allah melaknat mereka dan melarang umat muslim mencontohnya. Adapun orang yang MENJADIKAN MASJID DI SISI ORANG SHALIH atau SHOLAT DI PERKUBURANNYA DENGAN TUJUAN MENGHADIRKAN RUHNYA dan MENDAPATKAN BEKAS DARI IBADAHNYA, BUKAN KARENA PENGAGUNGAN DAN ARAH QIBLAT, MAKA TIDAKLAH MENGAPA. Tidakkah engkau melihat tempat pendaman nabi Ismail berada di dalam masjidil haram kemudian hathim ?? Kemudian masjidl haram tersebut merupaan tempat sholat yang sangat dianjurkan untuk melakukan sholat di dalamnya. Pelarangan sholat di perkuburan adalah tertentu pada kuburan yang terbongkar tanahnya karena terdapat najis “ (Fathul Bari, Syarh Zarqani dan Faidhul Qadir)
Dari pendapat imam Baidhawi yang juga dinukil oleh imam Ibnu Hajar al-Asqalani dan para imam yang menyarahkan kitab-kitab sunan, bias kita pahami bawha hadits tersebut mengandung :
- Larangan menjadikan kuburan sebagai tempat sujud / peribadatan
- Larangan menjadikan kuburan sebagai arah qiblat dari arah qiblat yang disyare’atkan
Dan kedua hal ini, Alhamdulillah tidak pernah dilakukan umat Muslim yang suka berziarah.
2. Pendpat imam Ibnu Abdul Barr :
وقال الإمام الحافظ ابن عبد البر رحمه الله تعالى فى “التّمهيد” «فى هذا الحديث إباحة الدّعاء على أهل الكُفر، وتحريم السّجود على قبور الأنبياء، وفى معنى هذا أنّه لا يحل السّجود لغير الله جل وعلا، ويحتمل الحديث أنْ لا تُجعل قبور الأنبياء قِبلة يُصلّى إليها. ثم قال ابن عبد البر: وقد زعـم قـوم أنّ فى هذا الحديث ما يدل على كراهيّة الصّلاة فى المقبرة وإلى المقبرة، وليـس فى ذلك حُجة
“ Imam Al-Hafidz Ibnu Abdil Barr berkata di dalam kitab at-Tamhid “ Di dalam hadits tersebut terdapat :
- Pembolehan doa buruk pada orang kafir
- Pangharaman sujud terhadap kuburan para nabi
- Semakna juga terhadap pengharaman sujud terhadap selain Allah Swt
- Di arahkan juga terhadap pengharaman menjadikan kuburan para nabi sebagai arah qiblat sholat “.
Kemudian beliau juga berkata “ Sebagian kaum menyangka bahwa hadits tersebut mengandung pengertian yang memakruhkan sholat di pekuburan / pemakaman dan menghadap pekuburan, dan hadits itu bukanlah hujjah / dalil atas hal itu “.
3. Pendapat imam Al-Qadhi :
وقال القاضى فى فيض القدير على الجامع الصغير للامام المناوى «لما كانت اليهود يسجدون لقبور الأنبياء تعظيماً لشأنها ويجعلونها قبلة، ويتوجهون فى الصلاة نحوها فاتخذوها أوثاناً لعنهم الله ومنع المسلمين عن مثل ذلك، ونهاهم عنه. أما من اتخذ مسجداً بجوار صالح أو صلى فى مقبرة وقصد به الاستظهار بروحه، أو وصول أثر من آثار عبادته إليه لا التعظيم له، والتوجه نحوه فلا حرج عليه. ألا ترى أن مدفن إسماعيل فى المسجد الحرام عند الحطيم؟ ثم إن ذلك المسجد أفضل مكان يتحرى المصلى لصلاته. والنهى عن الصلاة فى المقابر مختص بالمنبوشة لما فيها من النجاسة». انتهى
“ Ketika konon orang-orang Yahudi bersujud pada kuburan para nabi, karena pengagungan terhadap para nabi. Dan menjadikannya arah qiblat serta mereka pun sholat menghadap kuburan dan menjadikannya patung sesembahan, maka Allah melaknat mereka dan melarang umat muslim mencontohnya. Adapun orang yang MENJADIKAN MASJID DI SISI ORANG SHALIH atau SHOLAT DI PERKUBURANNYA DENGAN TUJUAN MENGHADIRKAN RUHNYA dan MENDAPATKAN BEKAS DARI IBADAHNYA, BUKAN KARENA PENGAGUNGAN DAN ARAH QIBLAT, MAKA TIDAKLAH MENGAPA. Tidakkah engkau melihat tempat pendaman nabi Ismail berada di dalam masjidil haram kemudian hathim ?? Kemudian masjidl haram tersebut merupaan tempat sholat yang sangat dianjurkan untuk melakukan sholat di dalamnya. Pelarangan sholat di perkuburan adalah tertentu pada kuburan yang terbongkar tanahnya karena terdapat najis “ (Faidhul Qadir)
4. Pendapat Imam Ath-Thusi :
روى الشيخ الطوسي بأسناده عن معمر بن خلاد، عن الرضا ـ عليه السَّلام ـ قال: لا بأس بالصلاة بين المقابر ما لم يتخذ القبر قبلة
“ Syaikh Ath-Thusi Rh meriwayatkan dengan sanadnya dari Mu’ammar bin khallad dari Ridha As berkata “ Tidaklah mengapa sholat di anatara pekuburan semenjak tidak menjadikan kuburan sebagai arah kiblat “ (Al-Wasail juz 1)
5. Pendapat imam Qurthubi :
قال القرطبي: روى الأئمة عن أبي مرصد الغنوي قال: سمعت رسول اللّه ـ صلَّى الله عليه وآله وسلم ـ يقول: لا تصلوا إلى القبور ولا تجلسوا إليها (لفظ مسلم) أي لا تتخذوها قبلة، فتصلوا عليها أو إليها كما فعل اليهود والنصارى
“ Imam Qurthubi berkata : “ Meriwayatkan para imam Hadits dari Abi Marshad al-ghanawi berkata; “ Aku telah mendengar Rasulullah Saw bersabda “ Janganlah kalian sholat kepada kuburan dan juga janganlah kalian duduk padanya (lafadz dalam hadits Muslim) “ Maksudnya adalah “ JANGANLAH KALIAN MENJADIKAN KUBURAN SEBAGAI ARAH QIBLAT, SEHINGGA KALIAN SHOLAT DI ATASNY A ATAU SHOLAT MENGHADAPNYA sebagaimana perbuatan orang Yahudi dan Nashoro “. (Tafsir Qurthubi juz 10 hal. 380)
Dan sekarang, marilah kita kembalikan pada al-Quran dan Hadits dari semua pendapat tersebut, manakah yang sesuai al-Quran dan Hadits ?
Ketika kita teliti dalam al-Quran justru tak ada satu pun ayat yang melarang sholat dipekuburan atau membangun kuburan di dalam masjid, bahkan sebaliknya kita akan temui kesesuain pendapat para ulama di atas dengan al-Quran dan bertentangnnya pendapat Ibnu Bazz serta para pentaqlid butanya dengan al-Quran.
Istidlal al-Quran :
1. Allah Swt berfirman :
{ اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَاباً مِّن دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا إِلَهاً وَاحِداً لاَّ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“ Mereka menjadikan orang-orang alim (Yahudi) dan rahib-rahibnya (Nashoro) sebagai tuhan selain Allah. Dan orang-orang Nashoro berkata “ dan juga Al-Masih putra maryam “. Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Mah Esa. Tidakada Tuhan selain Dia. Maha Dia dari apa yang mereka persekutukan “. (At-Taubah : 31)
Inilah makna sujud yang mendapat kecaman dan laknat, atau menjadikan arah qiblat selain qiblat yang disyare’atkan sebagaimana mereka (ahlul kitab) lakukan, mereka mengarah saat sembahyang dengan menghadap kuburan orang alim dan rahib-rahib mereka.
Dan realita yang ada dari apa yang dilakukan umat muslim di dalam masjid-masjid mereka tidaklah seperti yang dilakukan orang-orang Yahudi dan nashoro. Maka mengarahkan hadits dan ayat tsb pada umat muslim sangatlah salah dan sesat dan merupakan perbuatan kaum khowarij. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Umar :
ذهبوا إلى آيات نزلت في المشركين، فجعلوها في المسلمين
“ Mereka kaum khawarij menjadikan ayat-ayat yang turun pada orang msuyrik diarahkan pada umat muslim “.
2. Allah Swt berfirman :
وَاتَّخِذوا مِنْ مَقَامِ إبْرَاهِيمَ مُصَلّى
“ Dan jadikanlah maqam (tempat pijakan) Ibrahim sebagai tempat sholat “ (Al- Baqarah : 125)
Allah memrintahkan untuk menjadikan tempat pijakan Nabi Ibrahim sebagai tempat sholat, bukan berarti sholat terhadap pijakan nabi Ibrahim tersebut, namun sholat karena Allah dan menghadapt qiblat serta berada di maqam Ibrahim sebagai tabarrukan bukan ta’dziman atau sujudan lahu.
3. Allah Swt berfirman :
وَكَذَلِكَ أعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أنَّ وَعْدَ اللّهِ حَقٌّ وَأنَّ السّاعَةَ لاَ رَيبَ فيها إذْ يَتنازَعُونَ بَيْنَهُم أمْرَهُم فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِم بُنْيَاناً رَبُّهُم أعْلَمُ بِهِم قَالَ الّذينَ غَلَبُوا عَلَى أمْرِهِم لَنَتَّخِذَنّ عَلَيْهِم مَسْجداً
“ Dan demikianlah Kami perlihatkan (manusia) dengan mereka agar mereka tahu bahwa janji Allah benar dan bahwa hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika mereka berselisih tentang urusan mereka, maka mereka berkata “ Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka “. Orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata “ Kami pasti akan mendirikan masjid di atas kuburan mereka “. (Al-Kahfi : 21)
Ayat ini jelas menceritakan dua kaum yang sedang berselisih mengenai makam ashabul kahfi. Kaum pertama berpendapat agar menjadikan sebuah rumah di atas kuburan mereka. Sedangkan kaum kedua berpendapat agar menjadikan masjid di atas kuburan mereka.
Kedua kaum tersebut bermaksud menghormati sejarah dan jejak mereka menurut manhajnya masing-masing. Para ulama Ahli Tafsir mengatakan bahwa kaum yang pertama adalah orang-orang msuyrik dan kaum yang kedua adalah orang-orang muslim yang mengesakan Allah Swt. Sebagaimana dikatakan juga oleh imam asy-Syaukani berikut :
يقول الإمام الشوكانى «ذِكر اتخاذ المسجد يُشعر بأنّ هؤلاء الذين غلبوا على أمرهم هم المسلمون، وقيل: هم أهل السلطان والملوك من القوم المذكورين، فإنهم الذين يغلبون على أمر من عداهم، والأوّل أولى». انتهى. ومعنى كلامه أن الأولى أن من قال ابنوا عليهم مسجدا هم المسلمون.
“ Imam Syaukani berkata “ Penyebutan menjadikan masjid dalam ayat tsb menunjukkan bahwa mereka yang menguasai urusan adalah orang-orang muslim. Ada juga yang berpendapat bahwa mereka adalah para penguasa dan raja dari kaum muslimin..”. Makna ucapan beliau adalah pendapat yang lebih utama adalah bahwa yang berkata bangunlah masjid di atas kuburan mereka adalah kaum muslimin “.
وقال الإمام الرازى فى تفسير ﴿لنتّخذنّ عليه مسجداً﴾ «نعبد الله فيه، ونستبقى آثار أصحاب الكهف بسبب ذلك المسجد». تفسير الرازى
Imam Ar-Razi di dalam tafisrnya berkata “ Kami akan menjadikan masjid di atasnya “ maknanya adalah “ Kami akan beribadah kepada Allah di dalam masjid tersebut dan kami akan memelihara bekas-bekas para pemuda ashabul kahfi dengan sebab masjid tersebut “.
Istidlal al-Hadits :
1. Nabi Saw bersabda :
أللّهمّ لا تجعل قبري وثناً، لعن اللّه قوماً اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد
“ Ya Allah, jangan jadikan kuburanku tempat sesembahan, semoga Allah melaknat kaum yang menjadikan kuburan para nabi sebgaia masjid “.
Ini adalah sebuah doa dari nabi Saw agar Allah tidak mnjadikan makam beliau sebagai tempat sesembahan atau masjid. Dan doa Nabio Saw tidak mungkin ditolak oleh Allah Swt. Karena terbukti hingga saat ini tidak ada satu pun kaum muslimin yang menyembah kuburan Nabi Saw.
2. روى مسلم في صحيحه عن النبي الأكرم أنّه قال حينما قالت أُم حبيبة وأُم سلمة بأنهما رأتا تصاوير في إحدى كنائس الحبشة: إنّ أولئك إذا كان فيهم الرجل الصالح فمات بنوا على قبره مسجداً، وصوروا فيه تلك الصورة أولئك شرار الخلق عند اللّه يوم القيامة
“ Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab shahihnya dari Nabi Saw bahwa beliau bersabda ketika Ummu Habibah dan ummu Salamah berkata bahwa keduanya pernah melihat patung-patung di salah satu gereja Habasyah, “ Sesungguhnya mereka jika ada salah satu orang shalih yang wafat, maka mereka menjadikan kuburannya sebagai masjid dan membuat patungnya di dalamnya, merekalah seburuk-buruknya manusia di sisi Allah kelak di hari kiamat “.
Dalam hadits tersebut jelas bahwa yang divonis Rasul sebagai manusia terburuk adalah membuat patung yang ditegakkan di atas kuburan mereka dan mereka sembah / sujud patung tersebut. Inilah perbuatan orang nashoro saat itu. Sedangkan umat muslim sejak dulu hingga sekarang tak ada yang melakukan seperti apa yang mereka (Nashoro dan yahudi) lakukan.
KESIMPULAN :
Pemahaman ulama Salaf bahwa :
- Tidak mengapa sholat di dalam masjid yang terdapat makam nabi atau orang sholeh, bahkan itu disyare’atkan dan hal ini tidak masuk kecaman Nabi tentang menjadikan kuburan sebagai masjid, sungguh sangat jauh perbedaanya. Sebagaimana penjelsan di atas.
- Yang dilarang oleh nabi bahkan mendapat laknat adalah menjadikan kuburan nabi atau orang sholeh sebagai masjid yaitu bersujud padanya, adakalnya di atasnya atau di dalam kubur itu sendiri. Dan hal ini kita lihat sendiri umat muslim satu pun sejak dulu hingga sekrang tak ada yang melakukan sperti itu.
- Para ulama madzhab berbeda pendapat tentang sholat di area pekuburan atau pemakaman :
Madzhab Hanafiyyah mengatakan : makruh sholat di pemakaman sebab dikhawatirkan ada najis yang keluar dari kuburan, KECUALI jika di pemakaman tersebut disediakan tempat sholat, maka hilanglah hokum makruh.
Madzhab Malikiyyah mengatakan : Boleh sholat dipemakaman secara muthlaq, baik pekuburan itu bersih atau terbongkar (manbusyah), pekuburan muslim atau non muslim.
Madzhab Syafi’iyyah memerinci sebagai berikut :
Tidak sah sholat diperkuburan yang nyata ada kerusakan / keterbongkaran kuburan di dalamnya, karena telah bercampur tanah dengan nanah jenazah di situ. Ini jika tidak membuat penghakang seperti sajadah, jika memakai sajadah maka hukumnya makruh.
Adapun jika yakin tidak adanya bercampurnyanya nanah pada tanah pekuburan, maka hokum sholat di dalamnya sah tanpa khilaf. Karena tempatnya suci namun tetap makruh.
Dan saya (Ibnu Abdillah Al-Katibiy) tidak pernah melihat seorang pun sholat di pekuburan atau pemakaman, hanya sering melihat orang-orang sholat di masjid yang berdampingan dengan pemakaman dan ini di luar pembahasan.
Madzhab Hanabilah mengatakan : Tidak sah sholat di pekuburan yang baru atau punyang lama, berulang-ulang pembongkarannya atau pun tidak. Namun tidak mengapa sholat di area yang ada satu atau dua kuburan, kamayang namnya pekuburan adalah terdapat tiga kuburan atau lebih.
Bahkan ada nash dari madzhab ini bahwa setiap apa yang masuk kategori maqbarah adalah tidak boleh melakukan sholat di dalamnya. Mereka juga menetapkan bahwa tidak mengapa sholat di dalam rumah yang terdapat kuburan di dalamnya walaupun lebih dari tiga kuburan, karena ini bukan dinamakan maqbarah.
Dan hal ini adalah masalah furu’ / cabang agama.
CATATAN :
• Jika Saalafi wahhabi termasuk Ibn Bazz dan para pentaqlidnya mengatakan haram, syirik bahkan kufur pada kaum muslimin yang sholat di dalam masjid yang terdapat makam nabi atau orang sholeh, maka kami katakan pada mereka :
“ Kalau itu pemahaman kalian, maka beranikah kalian menghancurkan Masjid Nabawi ?? “
Jika kalian berkata “ Kami tidak berani karena di situ ada makam Nabi “
Kami jawab “ Jika kalian menghkususkan makam Nabi, maka di situ juga ada makam sahabat Nabi Saw, beranikah kalian menghancurkan atau memindahkan makam kedua sahabat Nabi Saw tersebut ??
Dan bahkan umat msulim sholat di sekitar makam-makam tersebut…!!”
• Salafi wahhabi utamanya Ibn Bazz mengaku sebagai pengikut salaf, sedangkan ulama salaf tidak seperti pemahaman mereka bahkan bertentangan dengan mereka, lalu siapakah salaf yang kalian ikuti ??
Sebelumnya saya sudah membahas persoalan hadits tersebut dan juga maknanya, namun karena kawan-kawan salafi wahhabi belum juga bisa memaknai hadits tersbut dengan makna yang shahih dan benar, maka Kali ini saya akan membahas lebih lanjut makna Hadits tersebut ditinjau dengan beberapa disiplin ilmu, dengan keterbatasn ilmu al-Faqir.
Hadits Pertama :
Nabi Saw bersabda :
لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور انبيائهم مساجد
“ Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashoro yang menjadikan kuburan para nabi sebagai tempat sujudnya “
Hadits Kedua :
لاتجلسوا على القبور ولا تصلوا إليها
“ Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan janganlah sholat menghadapnya “.
PENJELASAN HADITS PERTAMA :
Segi Ilmu Nahwu :
لعن : فعل ماض مبني على الفحة
الله : فاعل مرفوع بالضمة
اليهود : مفعول لعن منصوب بالفتحة
و : حرف عطف
النصارى : معطوف باليهود منصوب بالفتحة
اثخذوا : فعل ماض والواو للجماعة ضمير متصل في محل رفع فاعل
والاتخاذ من افعال التحويل تنصب مفعولين.
قبور : مفعول اول وهو مضاف
انبياء : مضاف اليه مجرور بالكسرة
هم : ضمير متصل مبني على السكون
مساجد : مفعول ثان منصوب بالفتحة لانه من الاسماء غير منصرفة
وجملة الفعل والفاعل وما بعدها في محل نصب نعت لليهود والنصارى
Keterangan :
• Lafadz ittakhadza termasuk fi’il tahwil yaitu predikat yang menunjukkan arti merubah dan memiliki dua maf’ul karena ia juga termasuk akhowat dzonna (saudaranya dzonna) yang menashobkan dua maf’ulnya.
• Maf’ul pertamanya adalah kalimat QUBURA ANBIYAIHIM (Kuburan para nabi mereka). Dan maf’ul keduanya adalah MASAJID (masjid-masjid).
• Dan jumlah susunan kalimat ITTAKHODZA dan setelahnya menjadi NA’AT (Sifat) bagi Yahudi dan Nashoro.
Maka arti dari sisi nahwunyaadalah :
“ Allah melaknat kepada Yahudi dan Nashoro yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid-masjid “.
Segi Ilmu Balaghah dan Bayan :
لعن الله • : Adalah jumlah du’aiyyah (susunan doa) yang mengandung makna tholabiyyah (permohonan).
اتخذوا • : Adalah jumlah musta’nifah ‘ala sabilil bayan limuujibil la’an (Susunan permulaan kalimat untuk menjelaskan sebab pelaknatan)
قبور انبيائهم مساجد • : Kalimat ini merupakan Majaz tasybih.
- Majaz : Penggunaan suatu kata dengan makna yang lain daripada maknanya yang lazim. Kebalikan dari majaz ialah haqiqah.
- Tasybih : Uslub yang menunjukkan perserikatan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam sifatnya.
Secara umum tasybih ini tujuannya untuk menjadikan suatu sifat lebih mudah diindera.
Maka arti dari sisi ilmu balaghah dan bayan ini adalah :
“ Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashoro, sebab mereka telah menjadikan kuburan para nabi seperti tempat sujud “.
Syarah alfadz atau mufradat :
Sekarang kita akan kupas satu persatu dari kalimat hadits tersebut dengan melihat dan menyesuaikan hadits-hadits shahih lainnya, merujuk pada asbab wurudnya dan ilmu sejarahnya, sehingga kita akan dapatkan makna yang shohih, kuat dan sesuai dengan hadits-hadits lainnya yang saling berkaitan.
Setelah itu kita akan timbang dengan komentar-komentar atau pendapat-pendapat para ulama besar yang sangat berkompeten dan menguasai segala disiplin ilmu baik dhahir maupun bathin.
PEMBAHASAN :
Mufradat :
• Lafadz qubur jama’ dari mufrad qobrun yang berarti madfanul insane al-mayyit (tempat pendaman mayat).
• Sedangkan lafadz maqbarah adalah isim makan lilqobri yaitu maudhi’u dafnil mauta (tempat pendaman orang-orang yang mati atau istilah lainnya pekuburan / pemakaman). Yang berarti juga tempat dimana terdapat tiga atau lebih dari orang yang dipendam.
• Dan lafadz Masajid adalah jama’ dari kata Masjid berasal dari kata sajada yasjudu (bersujud). Masjid adalah isim makan ‘ala wazni maf’ilun. Maka masjidun artinya makanun lis sujud (tempat untuk sujud).
Maka dari ini makna hadits yang shahih adalah :
لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور انبيائهم مساجد
Adalah : “ Semoga Allah melaknat orang-orang yahudi dan Nashoro, sebab mereka telah menjadikan tempat pendaman para nabi mereka sebagai tempat untuk sujud “.
Yakni, orang-orang yahudi menjadikan kuburan nabi mereka sebagai tempat sujud dan ibadah mereka. Mereka buat patung seorang nabi atau orang sholeh di atas kuburan nabi atau orang sholeh tersebut. Kemudian patung itu mereka sembah dan mereka jadikan arah sembahyang mereka.
Inilah makna yang shahih dan sebenarnya, kenapa bias demikian ? simak penjabarannya berikut ini..
Pertama :
Fi’il ittakhodza (اتخذ) adalah dari fi’il khumasi muta’addi dan salah satu fi’il tahwil atau shoirurah yang memiliki makna merubah dan berhukum menashobkan dua maf’ul (objek)-nya. Maf’ul yang pertama menjadi dzat maf’ul yang kedua seluruhnya.
Contoh : اتخذت الحقل مرعى “ Aku jadikan ladang itu sebagai tempat penggembalaan “.
Artinya ; “ Aku merubah semua ladang itu menjadi tempat penggembalaan “.
Kalau untuk sebagian maka kalimatnya sebagai berikut :
اتخذت من الحقل مرعى
“ Aku rubah sebagian ladang itu sebagai tempat penggembalaan “.
Kalau untuk di artikan membangun, maka tidak boleh kita katakan :
اتخذت الارض بيتا
“ Aku bangun tanah itu sebagai rumah “,
kalimat ini tidak sah dan rusak karena tidak sesuai dengan fungsi fi’il ittakhodza sebagai fi’iI tahwil bukan bina’.
Maka seharusnya yang lebih tepat kalimatnya adalah sebagai berikut :
بنيت على الارض بيتا
“ Aku membangun rumah di atas tanah itu “.
Maka hadits di atas tidak tepat jika diartikan membangun tempat sujud di kuburan, makna shahihnya adalah merubah kuburan sebagai tempat sujud. Karena ini sesuai fungsi dan kaedah fi’il tersebut.
Dan hadits membangun masjid / tempat sujud dikuburan, ada matan dan riwayatnya tersendiri tidak ada kaitannya dengan hadits di atas. Nanti saya akan jelaskan.
Kedua :
Dari sisi sejarah dan sebab wurudnya hadits di atas dapat diketahui makna hadits di atas yang sebenarnya :
فقد قالت السيدة أم سلمة رضى الله تعالى عنها لرسول الله صلى الله عليه وسلم حين كانت فى بلاد الحبشة تقصد الهجرة إنها رأت أناسا يضعون صور صلحائهم وأنبيائهم ثم يصلون لها، عند إذن قال الرسول صلى الله عليه وسلم (لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور انبيائهم مساجد.
Ummu Salamah Ra bercerita kepada Rasulullah Saw ketika dulu ia berada di Habasyah saat hendak Hijrah, bahwa dia pernah melihat beberapa orang yang meletakkan patung-patung orang sholih dan para Nabi mereka, kemudian mereka sholat kepada patung-patung tersebut. Maka bersabdalah Rasulullah Saw “ Allah melaknat orang Yahudi dan Nashoro yang telah menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid “.
Dan sejarah ini telah dijelaskan pula oleh Allah Saw dalam al-Quran berikut :
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَاباً مِّن دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا إِلَهاً وَاحِداً لاَّ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“ Mereka menjadikan orang-orang alim (Yahudi) dan rahib-rahibnya (Nashoro) sebagai tuhan selain Allah. Dan orang-orang Nashoro berkata “ dan juga Al-Masih putra maryam “. Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Mah Esa. Tidakada Tuhan selain Dia. Maha Dia dari apa yang mereka persekutukan “. (At-Taubah : 31)
Jelas dari sisi ini, bahwa sebab Rasul Saw melaknat orang yahudi dan nashoro adalah karena mereka menyembah patung para nabi dan patung orang sholeh (dalam istilah mereka disebut rahib) di antara mereka. Bukan membangun masjid di atas kuburan apalagi sholat di dalam masjid yang ada kuburannya.
Ketiga :
Makna ini sesuai dengan hadits shohih Nabi Saw lainnya berikut diriwayatkan dari Atho’’bin Yasar bahwa Nabi Saw bersabda :
اللهم لا تجعل قبري وثناً يعبد، اشتد غضب الله على قوم، اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد
“ Ya Allah, jangan jadikan kuburanku sesembahan yang disembah, Allah sangat murka pada kaum yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai tempat sujud “.
Illat / alasan Allah murka kepada kaum yang menjadikan kuburan para nabi sebagai tempat sujud adalah karena mereka memang menyembah kuburan tersebut, sujud pada kuburan tersebut dengan anggota tubuh dan juga hati mereka. Oleh karenanya Nabi Saw mengucapkan kata-kata “ watsanan yu’bad “ (sesembahan yang disembah). Bahkan jika dikaitkan hadits ummu Salamah Nampak jelas mereka menyembah patung nabinya atau patung orang sholeh mereka.
Keempat :
Kalimat masajid dalam hadits di atas maknanya adalah tempat sujud bukan berupa bangunan masjid. Karena orang-orang yahudi beribadah bukan di dalam masjid, demikian juga orang-orang Nashoro beribadah bukan di dalam masjid, melainkan mereka beribadah di ma’bad dan kanisah (kuil dan gereja).
Maka hadits di atas sangat tidak tepat diarahkan pada bangunan masjid kaum muslimin. Maka makna hadits tersebut yang shahih adalah “ Semoga Allah melaknat orang Yahudi dan Nashoro tersebut, sebab menjadikan kuburan para nabi sebagai tempat sujud “.
Makna tempat sujud ini juga sesuai dengan hadits Nabi Saw sebagai berikut :
“الأرض كلها مسجد إلا المقبرة والحمام
“ Bumi ini seluruhnya adalah layak untuk dijadikan tempat sujud (tempat untuk sholat), kecuali pekuburan dan tempat pemandian “.
Jika kita artikan masjid dalam hadits ini adalah bangunan masjid, maka logikanya kita boleh melakukan I’tikaf dan sholat tahiyyatul masjid di kebun, lapangan atau di tanah pasar. Sungguh hal ini bertentangan dengan hokum fiqihnya.
Dan juga semakin jelas dan nyata bahwa makna masjid di situ adalah bukan bangunan masjid melainkan tempat yang layak untuk sujud, dengan penyebutan mustatsna (yang dikecualikan) setelah menyebutkan mutstsana minhunya dengan huruf illanya yaitu kalimatal-Maqbarah (pekuburan) dan al-Hammam (tempat pemandian).
Karena tidak mungkin pekuburan dan kamar mandi disebut juga bangunan masjid. Maka arti hadits tersebut bermakna :
“ Bumi ini seluruhnya layak dijadikan tempat sujud, kecuali tempat pekuburan dan tempat pemandian “.
Jika kita artikan masjid disitu dengan bangunan masjid “ Bumi ini seleuruhnya adalah masjid kecuali pekuburan dan tempat pemandian “, maka pengertian seperti ini jelas salah dan batal, karena sama juga menyamakan pekuburan dan tempat pemandian itu dengan masjid yang boleh I’tikaf dan sholat tahiyyatul masjid lalu diisttisnakan dengan illat yang tidak diketahui.
Kelima :
Melihat sejarah pemakaman Nabi Saw. Rasulullah Saw dimakamkan di tempat meninggalnya, yakni di tempat yang dahulunya adalah kamar Ummul Mukminin Aisyah ra., isteri Nabi saw. Kemudian berturut-turut dimakamkan pula dua shahabat terdekatnya di tempat yang sama, yakni Abu Bakar Al-Shiddiq dan Umar bin Khatthab.
Di masa Nabi Saw Awalnya, masjid ini berukuran sekitar 50 m × 50 m, dengan tinggi atap sekitar 3,5 m. Karena umat muslim yang berkunjung semakin pesat dan tempatnya semakin sempit, maka oleh Utsman bin Affan direnovasi dan diperluas lagi walaupun yang pertama merovasinya adalah Umar bin Khoththob. Kemudian diperluas lagi di zaman modern oleh raja Abdul Aziz sehingga bangunannya menjadi 6.024 m² di tahun 1372 H. Selanjutnya diperluas lagi oleh raja Raja Fahd di tahun 1414 H, sehingga luas bangunan masjidnya hampir mencapai 100.000 m², ditambah dengan lantai atas yang mencapai luas 67.000 m² dan pelataran masjid yang dapat digunakan untuk salat seluas 135.000 m². Sehingga mau tidak mau, makam Nabi Saw berada dalam masjd tersebut. Bahkan setelah itu turut dimakamkan di dalamnya yaitu Abu Bakar Ash-Shdiddiq dan Umar bin Khoththob.
Di zaman Utsman bin Affan saat perluasan masjid yang disaksikan lebih dari 15 sahabat Nabi Saw, tidak ada satu pun dari mereka yang mengingkarinya atau mengatakannya haram. Bahkan sholat di masjid Nabawi yang memang terdapat makam Nabi saw di dalamnya, memiliki keutamaan tersendiri dari masjid lainnya.
Nabi Saw bersabda :
صلاة في مسجدي هذا أفضل من ألف صلاة فيما سواه إلا المسجد الحرام
“ Sholat di masjidku ini lebih utama dari sholat seribu kali diselainnya kecuali di masjdil haram “
Beliau juga bersabda :
من زار قبري وجبت له شفاعتي
“ Barangsiapa yang ziarah ke makamku, maka ia berhak mendapat syafa’atku “.
Bahkan siti Aisyah pun sering sholat di kamar tersebut sebagaimana telah dikisahkan dalam shahih Bukhari.
Seandainya hal itu suatu kemungkaran dan keharaman karena beralasan dengan alasan yang tidak nyambung yaitu dengan hadits menjadikan kubur para nabi sebgai tempat sujud di atas, seperti yang telah difatwakan oleh guru besar wahhabi salafi yaitu syaikh Muqbil yang merupakan guru Bin Bazz, Utsaimin dan Fauzan, maka sudah pasti para sahabat saat itu melarangnya dan mengatakan itu haram.
Umat muslim sejak zaman sahabat hingga sekarang ini terus berziarah ke masjid Nabawi tersebut, melakukan sholat di dalamnya dan ziarah kubur Nabi Saw, dan tak ada satu pun ulama di seluruh penjuru dunia mulai dari kalangan sahabat, tabi’in dan ulama madzhab yang melarang mereka sholat di dalam masjid tersebut yang terdapat makam Nabi Saw dan makam dua sahabat Nabi yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khoththob.
Keenam :
Allah Swt berfirman :
وَكَذَلِكَ أعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أنَّ وَعْدَ اللّهِ حَقٌّ وَأنَّ السّاعَةَ لاَ رَيبَ فيها إذْ يَتنازَعُونَ بَيْنَهُم أمْرَهُم فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِم بُنْيَاناً رَبُّهُم أعْلَمُ بِهِم قَالَ الّذينَ غَلَبُوا عَلَى أمْرِهِم لَنَتَّخِذَنّ عَلَيْهِم مَسْجداً
“ Dan demikianlah Kami perlihatkan (manusia) dengan mereka agar mereka tahu bahwa janji Allah benar dan bahwa hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika mereka berselisih tentang urusan mereka, maka mereka berkata “ Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka “. Orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata “ Kami pasti akan mendirikan masjid di atas kuburan mereka “. (Al-Kahfi : 21)
Ayat ini jelas menceritakan dua kaum yang sedang berselisih mengenai makam ashabul kahfi. Kaum pertama berpendapat agar menjadikan sebuah rumah di atas kuburan mereka. Sedangkan kaum kedua berpendapat agar menjadikan masjid di atas kuburan mereka.
Kedua kaum tersebut bermaksud menghormati sejarah dan jejak mereka menurut manhajnya masing-masing. Para ulama Ahli Tafsir mengatakan bahwa kaum yang pertama adalah orang-orang msuyrik dan kaum yang kedua adalah orang-orang muslim yang mengesakan Allah Swt. Sebagaimana dikatakan juga oleh imam asy-Syaukani berikut :
يقول الإمام الشوكانى «ذِكر اتخاذ المسجد يُشعر بأنّ هؤلاء الذين غلبوا على أمرهم هم المسلمون، وقيل: هم أهل السلطان والملوك من القوم المذكورين، فإنهم الذين يغلبون على أمر من عداهم، والأوّل أولى». انتهى. ومعنى كلامه أن الأولى أن من قال ابنوا عليهم مسجدا هم المسلمون.
Imam Syaukani berkata “ Penyebutan menjadikan masjid dalam ayat tsb menunjukkan bahwa mereka yang menguasai urusan adalah orang-orang muslim. Ada juga yang berpendapat bahwa mereka adalah para penguasa dan raja dari kaum muslimin..”. Makna ucapan beliau adalah pendapat yang lebih utama adalah bahwa yang berkata bangunlah masjid di atas kuburan mereka adalah kaum muslimin “.
وقال الإمام الرازى فى تفسير ﴿لنتّخذنّ عليه مسجداً﴾ «نعبد الله فيه، ونستبقى آثار أصحاب الكهف بسبب ذلك المسجد». تفسير الرازى
Imam Ar-Razi di dalam tafisrnya berkata “ Kami akan menjadikan masjid di atasnya “ maknanya adalah “ Kami akan beribadah kepada Allah di dalam masjid tersebut dan kami akan memelihara bekas-bekas para pemuda ashabul kahfi dengan sebab masjid tersebut “.
Ketujuh :
عن عائشة أنه: قال النبي صلى الله عليه وآله وسلم في مرضه الذي مات فيه: لعن الله اليهود والنصارى، اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد. قالت: ولولا ذلك لأبرز قبره غير أنه خشي أن يتخذ مسجداً
Dari siti Aisyah bahwasanya Nabi Saw bersabda saat sakit menjelang wafatnya “ Semoga Allah melaknat orang yahudi dan nashoro, sebab mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid “. Siti Aisyah berkata “ Jika bukan karena itu, maka aku akan tampakkan makam Nabi namun dikhawatirkan dijadikan tempat sujud “.
Siti Aisyah ingin menampakkan makam Nabi Saw yaitu tanpa dinding dan pagar, namun beliau khawatir makam Nabi Saw dibuat sujud oleh kaum muslimin yang awam sehingga masuk kategori hadits larangan menjadikan kuburan para Nabi sebgai tempat sujud.
Maka ucapan siti Aisyah tersebut menjelaskan makna hadits :
لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور انبيائهم مساجد
Adalah masjid dalam hadits tersebut ialah tempat sujud bukan bangunan masjid. Dan inilah rahasia doa Nabi Saw :
اللهم لا تجعل قبري وثناً يعبد
“ Ya Allah, jangan jadikan makamku sesembahan yang disembah “ Nabi tidak mengatakan :
اللهم لا تجعل قبري مسجدا
“ Ya Allah, jangan jadikan makamku sebagai masjid “.
Doa Nabi Saw terkabuli dan terbukti, bahwa makam beliau Saw tidak menjadi sesembahan kaum muslimin yang berziarah di sana.
Dalam riwayat lainnya Nabi Saw bersabda :
اللهم لا تجعل قبري وثناً يصلى له
“ Ya Allah, jangan jadikan makamku sesembahan yang dijadikan untuk sholat “.
Maka dengan penejelasan ilmiyyah ini, berdasarkan kaidah-kaidah ilmunya menjadi jelas dan terang bahwa yang dimaksud masjid dalam hadits di awal adalah tempat sujud bukan bangunan masjid.
Maka makna hadits Nabi Saw :
لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور انبيائهم مساجد
Adalah : “ Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashoro, sebab mereka telah menjadikan kuburan para nabi seperti tempat sujud “.
Inilah makna yang shahih dan yang sebenarnya berdasarkan ilmu bukan hawa nafsu atau kedangkalan cara berpikir.
Selanjutnya saya akan memaparkan makna hadits ini dan juga hadits yang kedua dari segi ilmu Ushul Fiqihnya. Dan setelahnya saya cantumkan pendapat mayoritas ulama yang memaknai hadits tersebut seperti penjelasan di atas. Sehingga kemusykilan menjadi musnah dan kebenaran semakin jelas dan nyata
Kali ini saya akan membahas dari segi ilmu Ushul Fiqihnya yaitu berkaitan pada illat / sebab pelaknatannya yang ada pada hadits berikut :
لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور انبيائهم مساجد
Sebelumnya saya telah mengupas makna hadits tersebut dari sisi ilmu alatnya yang kesimpulannnya sebagai berikut :
1. Kata al-Ittikhaz dalam hadits tersebut sudah maklum adalah min af’aalit tahwil atau shairurah (mengandung makna merubah) yang memiliki hokum menashobkan dua maf’ulnya karena ia juga termasuk saudaranya Dzhann.
Memang ada juga fi’il ittikhadz yang yata’addi ila maf’ulin wahidin (membutuhkan hanya satu maf’ul) contoh :
اتخذت سيارة : Aku telah membuat mobil.
Dan terkadang oleh ulama fi’il iitikhazd ini juga digabungkan dengan kata al-Binaa (membangun), sebagaimana penjelasannya nanti.
2. Kata masjid dalam hadits tersebut memiliki makna majazan (tempat sujud) dan tidak bisa secara haqiqatan (bangunan masjid), sebab memang realitanya saat itu mereka membangun tempat ibadah versi agama mereka yang bukan Islam dan juga tempat ibadah mereka (Yahudi dan Nashoro) bukanlah masjid.
Maka hadits di atas ditinjau dari sisi ilmu alatnya adalah :
“ Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashoro itu, sebab mereka telah merubah kuburan para nabi sebagai tempat sujud mereka “
Makna Hadits di atas senada dengan Hadits :
الأرض كلها مسجد إلا المقبرة والحمام
“ Bumi itu seluruhnya layak dijadikan tempat sujud kecuali pekuburan dan tempat pemandian “
Sekarang mari kita masuk pada Ushul Fiqihnya untuk mengetahui illat yang menyebabkan datangnya laknat tersebut. Dan juga saya akan membahas hadits-hadits lainnya yang menyinggung masalah kuburan. Serta pendapat para ulama berkaitan tentang persoalan ini.
Dalam Ushul Fiqih ada kaidah yang mengatakan :
الحكم يدور على علته وجودا وعدما
“ hukum itu berputar bersama illatnya dalam mewujudkan dan meniadakan hukum”
Illat adalah : الوصف المعرف للحكم بوضع الشارع
“ Sifat yang dijadikan sebuah hokum dengan ketentuan syare’at “
Contoh Khomr, dalam khomr ada sifat yang memabukkan, wujudnya sifat memabukkan ini tidak lah diharamkan hingga syare’atlah yang menentukan keharamannya.
Dan hukum berputar pada iilatnya bukan pada hikmahnya. Jika ada illat maka timbullah hokum dan jika tidak ada illat maka hilanglah hukum.
Contoh ; bepergian saat bulan Ramadhan dibolehkan tidak berpuasa (mokel) dan mengqoshor sholat. Illatnya (sebabnya) adalah karena bepergian (safar).
Hikmahnya adalah menghindari kesulitan atau kepayahan (masyaqqah).
Masyaqqah ini atau kepayahan adalah hal yang relatif pada keadaan masing-masing orangnya. Jika tidak ada masyaqqah alias hilang masyaqqahnya, maka ia tetap boleh mengqoshor sholat dan boleh tidak berpuasa.
Karena bepergian itu merupakan illat yang menimbulkan hokum tsb dan hokum itu mengikuti illatnya yaitu safar bukan pada hikmahnya yaitu menghindari masyaqqah.
Nah sekarang kita bahas apakah illat yang ada dalam hadits tersebut sehingga menimbulkan pelaknatan. Sekali lagi saya masih membahas hadits di atas dan belom melebar pada hadits-hadits lainnya yang semisalnya dan nanti akan kita kaitkan dengannnya.
Untuk mengetahui illat dalam hadits di atas, maka perlu adanya nash lain yang lebih menjelaskannya. Maka di sini lebih tepatnya hadits yang diriwayatkan oleh Siti Aisyah berikut ini :
عن عائشة رصي الله عنها قالت: قال رسول الله صلى الله عليه و على آله و سلم في مرضه الذي لم يقم منه { لعن الله اليهود والنصارى اتخذو قبور أنبيائهم مساجد } قالت : فلولا ذلك ، أبرزوا قبره ، غير أنه خشي أن يتخذ مسجداً أي يسجد له
“ Dari Aisyah Radhiallahu ‘anha beliau berkata “ Nabi Saw bersabda di saat sakit yang beliau tidak bias bangun darinya “ Semoga Allah melaknat orang Yahudi dan Nashoro yang telah menjadikan kuburan para nabi sebagai tempat sujud mereka “, Siti Aisyah berkata “ Jika bukan karena itu, maka niscaya para sahabat akan menampakkan makam Nabi akan tetapi (tidak dilakukan) karena dikhawatirkan makam Nabi Saw dijadikan tempat sujud “.(Bukhari dan Muslim)
Dari komentar siti Aisyah dapat kita ketahui bahwa sebab Nabi Saw melaknat orang Yahudi dan Nashoro adalah karena wujudnya penyembahan atau pensujudan terhadap kuburan tersebut. Oleh karenanya siti Aisyah berkata “ Jika bukan hal itu, maka kuburan Nabi Saw akan ditampakkan akan tetapi dikhawatirkan (jika ditampakkan) akan dijadikan tempat sujud atau penyembahan “.
Artinya; Jika bukan karena khawatir makam Nabi disembah-sembah dan disujud-sujudi oleh orang-orang, maka makam Nabi Saw akan ditampakkan, tidak lagi di pagari atau didindingi.
Hal ini ditegaskan lagi oleh imam Al-Qadhi ‘Iyadh Rahimallahu berikut :
قال القاضي عياض: شدد في النهي عن ذلك ، خوف أن يتناهى في تعظيمه ، ويخرج عن حد المبرة إلى حد النكير فيعبد من دون الله عز وجل ، ولذا قال صلى الله عليه وعلى آله وسلم { اللهم لا تجعل قبري وثناً يعبد } لأن هذا الفعل كان أصل عبادة الأوثان ولذا لما كثر المسلمون في عهد عثمان واحتيج إلى الزيادة في المسجد وامتدت الزيادة حتى أدخلت فيه بيوت أزواجه صلى الله عليه وعلى آله وسلم ، أدير على القبر المشرف حائط مرتفع ، كي لا يظهر القبر في المسجد ، فيصلى إليه العوام ، فيقعوا في اتخاذ قبره مسجداً ثم بنوا جدارين من ركني القبر الشماليين وحرفوهما حتى التقيا على زاوية مثلثة من جهة الشمال ، حتى لا يمكن استقبال القبر في الصلاة ، ولذا قالت : لولا ذلك لبرز قبره اهـ
Al-Qadhi Iyadh berkata “ Beliau benar-benar melarang perbuatan itu (menampakkan makam Nabi Saw), karena ditakutkan berlebihan dalam mengagungi Nabi Saw dan akan keluar dari batas motif kebaikan pada batas motif kemungkaran sehingga ia akan menyembah pada selain Allah Swt. Oleh sebab itu lah Rasul Saw bersabda “ Ya Allah jangan jadikan kuburanku sebagai sesembahan yang disembah-sembah “, karena perbuatan ini adalah pokok dari perbuatan menyembah berhala-berhala. Oleh sebab ini pula, di masa Utsman bin ‘Affan saat masjid Nabawi butuh pelebaran dan perluasan hingga masuk pada rumah-rumah istri Nabi Saw, maka makam Nabi Saw dipagari dengan dinding yang agak tinggi, supaya kuburan beliau tidak tampak dalam masjid, sehingga (jika ditampakkan) orang awam akan sholat mengarah kuburan nabi Saw dan jatuh pada istilah menjadikan kuburan Nabi Saw sebagai tempat sujud. Kemudian para sahabat membangun dua dinding dari dua sudut makam Nabi Saw sebelah utara dan selatan dan para sahabat merubahnya hingga menjadi sudut segi tiga dari arah selatannya, sehingga tidak memungkinkan menghadap kuburan beliau di dalam sholat. Oleh sebab inilah siti Aisyah berkata “ Kalau bukan sebab itu, maka makam Nabi akan ditampakkan “.
Dari ucapan siti Aisyah dan penjelasan al-Qadhi, semakin jelas dan terang bahwa illat / sebab Nabi Saw melaknat kaum Yahudi dan Nashara adalah karena mereka menjadikan kuburan para nabi sebagai tempat pensujudan yang mereka sembah-sembah. Sehingga mereka menyembah kuburan tersebut dan telah menysirikkan Allah Swt.
Dalam riwayat yang lainnya yaitu riwayat Abu Hurairah, disebutkan bahwasanya nabi Saw bersabda :
اللهم لا تجعل قبري وثناً لعن الله قوماً اتخذوا من قبور أنبيائهم مساجد
“ Ya Allah, jangan jadikan kuburanku sesembahan, semoga Allah melaknat suatu kaum yang menjadikan kuburan para nabi sebagai tempat sujud mereka “.
Setelah Nabi Saw menyebutkan kata watsanan (sesembahan), maka Nabi Saw mengucapkan laknat pada kaum yang menjadikan kuburan para nabi sebagai tempat sujud, maka kalimat La’anallahu qouman dan seterusnya merupakan sebagai penjelas makna watsanan yaitu menyembah kuburan dan sujud pada kuburan yang merupakan perbuatan syirik pada Allah Swt.
Dan juga merupakan isyarat agar umatnya nanti setelah beliau wafat, tidak menjadikan makam beliau Saw seperti yang dilakukan oleh orang Yahudi dan Nashoro pada makam-makam Nabi mereka yaitu menjadikan kuburan para nabi sebagai sesembahan.
Dalam shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan berikut ini :
{ لعن الله اليهود ، اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد } يحذر مثل ما صنعوا
“ Semoga Allah melaknat orang Yahudi yang menjadikan kuburan para Nabi sebagai tempat sujud “. Si perawi hadits ini berkomentar “ Nabi Saw memberi peringatan agar tidak melakukan seperti yang dilakukan oleh orang Yahudi tersebut “ yaitu menjadikan kuburan sebagai sesembahan.
(Bukhari dan Muslim)
Doa Nabi Saw tersebut agar makamnya tidak dijadikan berhala yang disembah (watsanan yu’bad), merupakan titik penerang atas makna dan illat dari hadits di atas. Dan juga merupakan sebuah isyarat Nabi Saw pada umatnya agar tidak melakukan seperti apa yang dilakukan oleh orang Yahudi dan Nashoro yaitu menyembah kuburan nabi mereka sebagai watsanan yu’bad.
Dan telah terkabullah doa Nabi Saw tersebut, terbukti kaum muslimin sejak awal hingga sekarang ini tidak ada satu pun yang menjadikan kuburan Nabi Saw sebagai watsanan yu’bad (berhala yang disembah). Fa lillahil hamdu wal minnah..
Karena kita tahu bahwa do’a nabi Saw selalu dikabulkan oleh Allah Swt.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah Ra, bahwasanya Nabi Saw bersabda :
لكل نبي دعوة مستجابة يدعو بها وأريد أن أختبئ دعوتي شفاعة لأمتي في الآخرة
“ Setiap Nabi memiliki do’a yang (pasti) dikabulkan jika ia berdoa, dan aku ingin menyimpan doaku (yang pasti mustajab ini) sebagai syafa’at bagi umatku kelak di akherat “
Imam Ibnu Hajar dalam Fathu Al-Barinya berkata mengenai hadits do’a ini berikut :
وقد استشكل ظاهر الحديث بما وقع لكثير من الأنبياء من الدعوات المجابة ولا سيما نبينا – صلى الله عليه وسلم – وظاهره أن لكل نبي دعوة مستجابة فقط والجواب أن المراد بالإجابة في الدعوة المذكورة القطع بها وما عدا ذلك من دعواتهم فهو على رجاء الإجابة وقيل معنى قوله ” لكل نبي دعوة ” أي أفضل دعواته ولهم دعوات أخرى
“ Dzahirnya hadits terdapat kemusykilan dengan beberapa doa para Nabi Saw yang msutajabah terutama Nabi kita Muhammad Saw. Dhahir hadits mengatakan bahwa setiap Nabi hanya memiliki satu doa saja. Maka jawabannya adalah yang dimaksud dengan doa yang dikabulkan dalam hadits tersebut adalah “ doa yang pasti dikabulkan “ adapun selain itu dari doa-doa para nabi, maka selalu ada harapan dikabulkan. Ada yang mengartikan hadits tsb bahwa yg dimaskud setiap nabi memiliki satu doa maksudnya adalah satu doa yang paling utama, dan para nabi memiliki doa-doa yg lainnya “. ●
Komentar para ulama tentang Hadits di atas :
Imam Baidhowi dalam kitab Syarh Az-Zarqani atas Muwaththo’ imam Malik berkata :
قال البيضاوي : لما كانت اليهود يسجدون لقبور الأنبياء تعظيما لشأنهم ويجعلونها قبلة ويتوجهون في الصلاة نحوها فاتخذوها أوثانا لعنهم الله ، ومنع المسلمين عن مثل ذلك ونهاهم عنه ، أما من اتخذ مسجدا بجوار صالح أو صلى في مقبرته وقصد به الاستظهار بروحه ووصول أثر من آثار عبادته إليه لا التعظيم له والتوجه فلا حرج عليه ، ألا ترى أن مدفن إسماعيل في المسجد الحرام عند الحطيم ، ثم إن ذلك المسجد أفضل مكان يتحرى المصلي بصلاته .
والنهي عن الصلاة في المقابر مختص بالمنبوشة لما فيها من النجاسة انتهى
Imam Baidhawi berkata : “ Ketika konon orang-orang Yahudi bersujud pada kuburan para nabi, karena pengagungan terhadap para nabi. Dan menjadikannya arah qiblat serta mereka pun sholat menghadap kuburan tsb, maka mereka telah menjadikannya sebagai sesembahan, maka Allah melaknat mereka dan melarang umat muslim mencontohnya.
Adapun orang yang menjadikan masjid di sisi orang shalih atau sholat di perkuburannya dengan tujuan menghadirkan ruhnya dan mendapatkan bekas dari ibadahnya, bukan karena pengagungan dan arah qiblat, maka tidaklah mengapa. Tidakkah engkau melihat tempat pendaman nabi Ismail berada di dalam masjidil haram kemudian hathim ?? Kemudian masjidl haram tersebut merupaan tempat sholat yang sangat dianjurkan untuk melakukan sholat di dalamnya.
Pelarangan sholat di perkuburan adalah tertentu pada kuburan yang terbongkar tanahnya karena terdapat najis “
(Kitab syarh Az-Zarqani bab Fadhailul Madinah)
Qoul ini banyak dinukil oleh para ulama pensyarah Hadits seperti imam Ibnu Hajar Al-Astqalani dalam Fathu al-Barinya dan imam Al-Qadhi dalam Faidhul Qadirnya, imam az-Zarqani dalam syarh muwaththo’nya dan selainnya.
Imam Baidhawi membolehkan menjadikan masjid di samping makam orang sholeh atau sholat dipemakaman orang sholeh dengan tujuan meminta kepada Allah agar menghadirkan ruh orang sholeh tersebut dan dengan tujuan mendapatkan bekas dari ibadahnya, bukan dengan tujuan pengagungan terhadap makam tersebut atau bukan dengan tujuan menjadikannya arah qiblat.
Dan beliau menghukumi makruh sholat di pemakaman yang ada bongkaran kuburnya karena dikhawatirkan ada najis, jika tidak ada bongkarannya maka hukumnya boleh tidak makruh.
Catatan :
Menurut imam Baidhawi larangan sholat dipekuburan yang bersifat makruh tanzih tersebut, bukan karena kaitannya dengan kuburan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar