Allah ta’ala berfirman:
“Telah kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Dawud. Dan Kamilah yang melakukannya.” [QS.al Anbiya/21:79]
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Dawud karunia dari Kamu. (Kami berfirman): “Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Dawud.”, dan Kami telah melunakkan besi untuknya.” [QS.Saba/34:10]
Mukjizat agung yang semisalnya, juga Allah subhanahu wa ta’ala berikan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dengan bertasbihnya benda mati ketika berada di telapak tangan beliau, dan bersaksi kepada beliau dengan kenabian dan risalah.
‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Sungguh dahulu kami mendengar makanan bertasbih dalam keadaan sedang dimakan.” [HR.Bukhari:3579]
Dan Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Sesungguhnya aku menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah halaqoh; ditangannya ada batu kerikil, lalu batu kerikil itu bertasbih di telapak tangannya.
Bersama kami ada Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma, maka orang-orang yang berada dalam halaqoh semua mendengar tasbihnya. Kemudian (batu itu) diberikan kepada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu; lalu batu tersebut bertasbih ditelapak tangannya , semua yang berada di halaqoh mendengar tasbihnya.
Kemudian diberikan kembali kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertasbih lagi ditangannya. Kemudian diberikan kepada ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, lalu bertasbih ditelapak tangannya, semua yang berada di halaqoh mendengar tasbihnya.
Kemudian diberikan kepada ‘Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, lalu bertasbih ditangannya. Kemudian diberikan kepada kami, tetapi batu tersebut tidak bertasbih ketika berada di tangan salah seorang dari kami.
[HR.ath Thabrani dalam al Ausath no.1244, al Bazzar no.4040, al Haitsami berkata: “Hadits ini sanadnya Shahih”. Majma’ul Zawaid 5/328, dan dishahihkan oleh al Albani dalam takhrij kitab “as Sunnah” no.1146]
Ibnu Katsir rahimahullah membandingkan antara mukjizat ini dengan mukjizat Nabi Dawud ‘alaihissalam, dengan berkata:
“Tidak diragukan lagi bahwa kejadian bertasbihnya batu kerikil yang keras yang tidak mempunyai rongga di dalamnya lebih mengherankan daripada gunung-gunung; karena di dalamnya (gunung-gunung) terdapat rongga dan gua-gua, maka gunung-gunung yang seperti itu bentuknya, biasanya akan menggemakan suara yang tinggi, akan tetapi bukan bertasbih.
Maka sesungguhnya hal tersebut (tasbih yang berulang-ulang) merupakan mukjizat Nabi Dawud ‘alaihissalam. Namun bertasbihnya batu kerikil di telapak tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, ‘Umar, Utsman radhiyallahu anhuma itu telah menakjubkkan lagi. [al Bidayah wa Nihayah: 6/286]
Sesungguhnya di antara mukjizat yang agung, adalah berbicaranya benda-benda mati di kedua telapak tangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, padahal benda-benda mati tersebut tidaklah berakal dan bisa berbicara; maka berbicaranya itu merupakan perintah Allah azza wa jalla untuk membenarkan kenabiannya, dan sebuah bukti keridhaan-Nya kepada Nabi-Nya.
(Asy Syifa’ Bi Ta’rifi Huquqil Muthafa karya Qadhi Iyadh dan kitab-kitab lainnya)
“Telah kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Dawud. Dan Kamilah yang melakukannya.” [QS.al Anbiya/21:79]
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Dawud karunia dari Kamu. (Kami berfirman): “Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Dawud.”, dan Kami telah melunakkan besi untuknya.” [QS.Saba/34:10]
Mukjizat agung yang semisalnya, juga Allah subhanahu wa ta’ala berikan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dengan bertasbihnya benda mati ketika berada di telapak tangan beliau, dan bersaksi kepada beliau dengan kenabian dan risalah.
‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Sungguh dahulu kami mendengar makanan bertasbih dalam keadaan sedang dimakan.” [HR.Bukhari:3579]
Dan Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Sesungguhnya aku menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah halaqoh; ditangannya ada batu kerikil, lalu batu kerikil itu bertasbih di telapak tangannya.
Bersama kami ada Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma, maka orang-orang yang berada dalam halaqoh semua mendengar tasbihnya. Kemudian (batu itu) diberikan kepada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu; lalu batu tersebut bertasbih ditelapak tangannya , semua yang berada di halaqoh mendengar tasbihnya.
Kemudian diberikan kembali kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertasbih lagi ditangannya. Kemudian diberikan kepada ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, lalu bertasbih ditelapak tangannya, semua yang berada di halaqoh mendengar tasbihnya.
Kemudian diberikan kepada ‘Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, lalu bertasbih ditangannya. Kemudian diberikan kepada kami, tetapi batu tersebut tidak bertasbih ketika berada di tangan salah seorang dari kami.
[HR.ath Thabrani dalam al Ausath no.1244, al Bazzar no.4040, al Haitsami berkata: “Hadits ini sanadnya Shahih”. Majma’ul Zawaid 5/328, dan dishahihkan oleh al Albani dalam takhrij kitab “as Sunnah” no.1146]
Ibnu Katsir rahimahullah membandingkan antara mukjizat ini dengan mukjizat Nabi Dawud ‘alaihissalam, dengan berkata:
“Tidak diragukan lagi bahwa kejadian bertasbihnya batu kerikil yang keras yang tidak mempunyai rongga di dalamnya lebih mengherankan daripada gunung-gunung; karena di dalamnya (gunung-gunung) terdapat rongga dan gua-gua, maka gunung-gunung yang seperti itu bentuknya, biasanya akan menggemakan suara yang tinggi, akan tetapi bukan bertasbih.
Maka sesungguhnya hal tersebut (tasbih yang berulang-ulang) merupakan mukjizat Nabi Dawud ‘alaihissalam. Namun bertasbihnya batu kerikil di telapak tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, ‘Umar, Utsman radhiyallahu anhuma itu telah menakjubkkan lagi. [al Bidayah wa Nihayah: 6/286]
Sesungguhnya di antara mukjizat yang agung, adalah berbicaranya benda-benda mati di kedua telapak tangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, padahal benda-benda mati tersebut tidaklah berakal dan bisa berbicara; maka berbicaranya itu merupakan perintah Allah azza wa jalla untuk membenarkan kenabiannya, dan sebuah bukti keridhaan-Nya kepada Nabi-Nya.
(Asy Syifa’ Bi Ta’rifi Huquqil Muthafa karya Qadhi Iyadh dan kitab-kitab lainnya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar