Senin, 17 November 2014

NABI MUHAMMAD : Menjelang Wafatnya

Pengucapan Dan Penulisan Lafazh "Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam"
Assalamualaikum wr.wb.
Pembaca kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allah ta?ala, shalawat adalah doa yang dipanjatkan oleh seorang muslim kepada Allah untuk Nabinya shallallahu ?alaihi wa sallam, dalam ucapan tersebut terkandung ibadah dan pahala yang sangat besar, bahkan Allah memerintahkan bagi orang-orang yang beriman untuk bershalawat kepada beliau, Allah ta?ala berfirman yang artinya, ?Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.? (QS. Al-Ahzab [33]: 56)Makna shalawat dari Allah atas hamba-hambanya adalah pujian dari Allah kepada mereka di hadapan para malaikat di sisinya, inilah makna dari shalawat yang benar. Makna shalawat ini bukanlah ?tuduhan? sebagian orang-orang kafir dan munafik yang mengatakan bahwasanya ?Muhammad sekarang ini belum selamat, karena ia masih butuh di shalawati..??? maka kita katakan kepada mereka, ?Engkau sungguh-sungguh tidak memahami makna shalawat..?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mempunyai hak yang harus dipenuhi oleh umatnya, diantara hak tersebut adalah kewajiban mencintainya, dan dari kecintaan itu adalah memperbanyak membaca shalawat atasnya pada setiap waktu, dan Allah telah memerintahkan kaum mu’minin untuk melakukan hal itu dan menjanjikan mereka dangan ganjaran yang agung, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan bahwa kehinaanlah bagi orang yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam disebut padanya sedang ia tidak mengucapkan shalawat atasnya.
Shalawat yang dilakukan oleh seorang muslim adalah ibadah yang bermanfaat bagi yang mengucapkannya, ibadah yang memberikan pahala bagi orang yang mengucapkannya, bukan kepada diri beliau shallallahu ?alaihi wa sallam, karena Allah telah menjamin bahwa beliau adalah orang yang pertama kali memasuki surga, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, ?Barang siapa yang bershalawat atasku satu kali, maka Allah akan bershalawat atasnya sepuluh kali.? (HR. Muslim)

Penulisan lafaz shalawat kepada Nabi shallallahu ?alaihi wa sallam dalam teks arab adalah,

Jika ingin dilafazkan sesuai panjang pendeknya ditulis latin dengan shallallaahu ?alaihi wa sallam dengan memanjangkan ?a? pada lafzhul jajalah ?Allah?.
Ucapan ini adalah doa yang selayaknya ditulis dengan lengkap, sehingga tidak tepatlah perbuatan sebagian kaum muslimin yang menuliskan shalawat tersebut dengan penyingkatan seperti SAW, dan lainnya, karena singkatan tersebut bukanlah doa akan tetapi sekedar singkatan.

Perbedaan Gelar Shallallahu `alaihi Wa Sallam & 'Alaihi Salam

Shallallahu `alaihi Wa Sallam Artinya adalah semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepadanya.
'Alaihi Salam Artinya: semoga keselamatan dilimpahkan kepadanya (para nabi)
'Alaihi Salam juga di sematkan kepada para malaikat Allah..

Kenapa "agak" beda ?
Sebenarnya secara arti tidak terlalu berbeda, cuma untuk Nabi Muhammad ditambah "bonus" sholawat saja.

Begitu indah dan mulianya islam sehinggakan demikian "detail" itupun umat Islam diajari dan dicontohkan dengan Jelas,dan kemudian dipelihara dan
abadikan oleh para sahabat, sehingga tidak "membuka peluang" bagi terjadi nya pertentangan.
Padahal itu sunnah apalagi yang wajib pastinya lebih terperinci uraian penjelasan dan yang di contohkan Rasul dan para sahabat..
semuga tetap terpelihara seperti awalnya.
Allah swt berfirman :"Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih." (Qs.An Nuur (24): 63)

Panggilan Shallallahu `alaihi Wa Sallam, sebuah lafaz yang disunnahkan kepada kita untuk mengucapkannya ketika mendengar atau menyebut nama Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam.

Perintah untuk bershalawat kepada Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam merupakan perintah dari Al-Quran yaitu  "Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.." [QS Al Ahzab (33): 56]

Anjuran bershalawat ketika nama beliau disebut. Diantaranya:
Riwayat dari Ali bin Abi Thalib, dari Rasulullah saw bersabda: “Orang yang paling bakhil adalah seseorang yang jika namaku disebut ia tidak bershalawat untukku.” [H.R. Nasa’i, Tirmidzi dan Thabaraniy]

Sabda Rasulullah saw “Celakalah seseorang yang namaku disebutkan di sisinya lalu ia tidak bershalawat untukku.” [H.R. Tirmidzi dan Hakim]

Adapun Alaihi Salam yang dinisbatkan pada Rasul-rasul lainnya, berlandaskan pada perintah:  "Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul". (QS. Ash-Shaffaat : 181)

PERHATIKAN..!!! perbedaannya, dimana para rasul dipanggil dengan salam (saja), sementara Rasulullah Muhammad Shallallahu `alaihi Wa Sallam dipanggil dengan shalawat (dan salam).

wallahu’alam

LAHIRNYA RASULULLAH shallallahu ‘alaihi wasallam

Di antara kondisi masyarakat jahiliyah yang diwarnai dengan paganisme dan kemaksiatan, Rasulullah saw lahir di tengah keluarga Bani Hasyim di Makkah pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun Gajah. Beliau saw dilahirkan dalam keadaan yatim karena ayahnya, ‘Abdullah bin ‘Abdul Mutthalib meninggal ketika Rasulullah saw berada dalam rahim ibunya, Aminah bintu Wahb. Kelahiran ini disambut dengan sukacita oleh kakeknya, ‘Abdul Mutthalib, yang kemudian memberinya nama Muhammad, suatu nama yang pada waktu itu belum dikenal di kalangan Arab.

Sebagaimana adat di kalangan bangsa Arab, Aminah bintu Wahb mencari ibu susuan bagi putranya yang baru lahir. Wanita pertama yang menjadi ibu susu Rasulullah saw adalah Tsuwaibah, sahaya Abu Lahab. Kemudian bersama Halimah bintu al-Harits as-Sa’diyyah, ibu susunya setelah Tsuwaibah, dan al-Harits bin ‘Abdil ‘Uzza, suami Halimah, beliau tinggal di tengah-tengah Bani Sa’d. Dengan hadirnya Rasulullah saw di tengah keluarga al-Harits, Allah swt menurunkan limpahan barakah-Nya bagi keluarga ini.

Saat Rasulullah saw yang waktu itu masih berusia kanak-kanak – berada di tengah Bani Sa’d, terjadi peristiwa pembelahan dada beliau oleh dua orang malaikat. Dikeluarkan dari dalam hati beliau gumpalan darah hitam, kemudian hati itu dicuci dan dituangkan ke dalamnya ketenangan, serta diberikan kepada beliau tanda kenabian. Peristiwa ini mengantarkan Rasulullah saw untuk kembali dalam asuhan ibunya. a

Tak lama beliau menikmati kebersamaan itu. Aminah meninggal dunia karena sakit di Abwa’ dalam perjalanan kembali ke Makkah dari Madinah, setelah mengajak putranya berkunjung pada keluarga ayahnya dari Bani ‘Adi bin an-Najjar. Saat itu usia beliau baru menginjak enam tahun. Maka berpindahlah asuhan pada kakek beliau ‘Abdul Mutthalib bin Hisyam yang amat sangat mencintai cucunya ini.

Akan tetapi, asuhan yang penuh kasih sayang itu tidak berlangsung lama pula, karena ‘Abdul Mutthalib meninggal dunia ketika Rasulullah saw berusia delapan tahun. Kini Rasulullah saw berada dalam asuhan Abu Thalib bin ‘Abdul Mutthalib, saudara kandung ayah beliau. Abu Thalib sangat mengasihi dan mengutamakan beliau saw lebih daripada anak-anaknya sendiri.

Tatkala berusia dua belas tahun, Rasulullah saw turut dalam rombongan Abu Thalib beserta beberapa orang Quraisy untuk berdagang ke Syam. Dalam perjalanan itu mereka bertemu dengan pendeta yang bernama Bahira. Pendeta inilah yang mengabarkan kepada mereka bahwa Muhammad saw kelak akan menjadi seorang nabi. Dia mengetahui hal ini dari sifat-sifat beliau saw yang dia kenali sebagai tanda-tanda kenabian. Bahira menyarankan agar tidak membawa Rasulullah saw dalam perjalanan mereka ke Syam karena khawatir orang-orang Yahudi akan menimpakan bahaya kepada beliau apabila mengetahui di antara rombongan itu ada seseorang yang kelak akan diangkat sebagai nabi.

Ketika usia beliau mencapai dua puluh lima tahun, beliau pergi ke Syam membawa barang-barang perdagangan Khadijah bintu Khuwailid. Perjalanan beliau disertai oleh pembantu Khadijah yang bernama Maisarah. Selama bersama Rasulullah saw, Maisarah terkesan dengan sifat-sifat beliau yang mulia serta kejujuran beliau. Maka diceritakanlah semua yang dilihatnya pada diri beliau kepada Khadijah yang tercengang dengan keuntungan dagangan yang melimpah yang dibawa oleh Rasulullah saw. Tergeraklah hati wanita yang mulia ini untuk menikah dengan beliau. Rasulullah saw menerima tawaran tersebut dan meminang Khadijah bersama paman-paman beliau. Dari pernikahan ini Allah swt mengaruniai anak-anak, al-Qasim, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fathimah dan ‘Abdullah. Namun di antara putra-putri beliau hanya anak-anak perempuan beliau saja yang mencapai usia dewasa.

Dengan sifat beliau yang mulia, beliau mendapatkan gelar al-Amin (yang terpercaya). Oleh karena itulah para pemuka Quraisy mempercayai beliau untuk menjadi penengah ketika mereka bertikai tentang siapa yang paling berhak menempatkan Hajar  Aswad ke tempatnya semula dalam renovasi Ka’bah yang mereka lakukan. Maka beliau meminta sebuah kain dan meletakkan Hajar Aswad di atasnya, lalu meminta masing-masing pemuka kabilah untuk memegang ujung-ujung kain tersebut dan mengangkatnya bersama-sama,  kemudian beliau letakkan Hajar Aswad ke tempatnya semula dengan tangan beliau.

Dengan penjagaan Allah swt, di kalangan kaumnya Rasulullah saw menjadi orang yang paling utama kesantunannya, paling baik akhlaknya, paling mulia pergaulannya, paling besar kesabarannya, paling benar perkataannya, dan paling menjaga amanah yang dibebankan. Berbeda dengan kondisi kaumnya, Rasulullah saw sangat membenci penyembahan berhala. Bahkan tidak ada yang lebih beliau benci daripada hal ini. Beliau senang mengasingkan diri ke gua Hira’. Di sana beliau merenungkan keadaan manusia yang diselimuti kegelapan jahiliyah yang tidak akan diterima oleh akal dan fitrah yang selamat. Hal ini menjadi kebiasaan beliau hingga suatu saat nanti Allah swt mengutus Jibril ‘alaihis salam menemui beliau di gua itu untuk menyampaikan wahyu.
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.

Oleh  Al-Ustadz Abu Muhammad Harits
Sumber bacaan :
Ar-Rahiqul Makhtum, karya asy-Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfury, Mukhtashar Sirah ar-Rasul, karya asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab, Shahihus Sirah an-Nabawiyah, karya asy-Syaikh Ibrahim al-‘Aly
Kata “Sayyidina” dalam shalawat ketika Tahiyat*
Assalamualaikum wr.wb.
Tambahan‘sayyidina’ pada shalawat 
1. Kita sepakat bahwa Nabi Muhammad saw adalah manusia terbaik, kekasih Tuhan semesta alam, yang akan menempati maqam mahmud, nabi yang menebarkan rahmah, rasul hidayah, junjungan kita, penghulu kita. Kita sepakat, Beliaulah sayyiduna (pemimpin kita). Semoga Allah memberikan shalawat kepada beliau. Bahkan Nabi Muhammad saw sendiri menegaskan bahwa beliau adalah sayyid seluruh manusia. Beliau saw bersabda: “Saya adalah sayyid keturunan adam pada hari kiamat. Sayalah orang yang pertama kali terbelah kuburnya.” (HR.Muslim)
Oleh Karena itu, kita wajib mengimani bahwa beliau adalah sayyiduna (pemimpin kita), sebagai ujud kita memuliakan Nabi Muhammad saw.
Hakikat Gelar Sayyid
Kemudian, gelar ‘sayyid’ tidak hanya dikhususkan untuk Nabi saw. Kata sayyid bisa diberikan kepada para tokoh agama, diantaranya adalah para sahabat. Karena itu, Nabi saw pernah menyebut beberapa sahabatnya dengan ‘sayyid’. Nabi saw bersabda tentang Hasan bin Ali bin Abi Thalib: “Sesungguhnya anakku ini adalah seorang sayyid (pemimpin).” (HR. Bukhari)

Nabi saw juga pernah bersabda kepada orang Anshar, untuk menghormati pemimpinnya, Sa’d bin Muadz ra, ketika Sa’d datang, beliau menyuruh orang Anshar:“Sambutlah pemimpin (sayyid) kalian.” (HR. Bukhari &Muslim)

Kemudian, para sahabat juga menyebut sahabat lainnya dengan sayyid. Umar bin Khatab pernah mengatakan tentang Abu Bakr dan Bilal: “Abu Bakr sayyiduna, dan telah memerdekakan sayyidana, maksud beliau adalah Bilal bin Rabah.” (HR.Bukhari)
jika demikian, sangat layak bagi kita untuk menyebut manusia yang paling mulia dengan ‘sayyiduna’.

Hadis Abdullah bin Syikkhir Sahabat Abdullah bin Syikkhir mengatakan, Saya pernah menemui Nabi saw sebagai utusan Bani Amir. Kami sanjung beliau dengan mengatakan: “Anda adalah sayyiduna (pemimpin kami).” Spontan Nabi saw bersabda:“Assayidu Allah (Sang Pemimpin adalah Allah).” Lalu aku sampaikan: “Anda adalah yang paling mulia dan paling utama di antara kami.” Selanjutnya Nabi saw menasihatkan: “Sampaikan perkataan kalian, dan jangan sampai setan membuat kalian menyimpang.” (HR. Abu Daud, dan dishahihkan Al-Albani)

Hadis ini tidaklah menunjukkan larangan menggunakan gelar ‘sayyidina’ untuk Nabi saw. Karena konteks ketika Nabi saw melarang sahabat Abdullah bin Syikkhir adalah kekhawatiran beliau ketika pujian Abdullah bisa berlebihan, sehingga mengangkat beliau sebagaimana layaknya Allah. Karena itu, Nabi saw mengarahkan kata ‘sayyid’ untuk Allah. Dalam rangka mengingatkan mereka bahwa ‘as-sayid’(pemimpin) mutlak hanyalah Allah Ta’ala. Oleh karena itu, janganlah kalian berlebihan dalam memujiku, sehingga kalian mengkultuskanku sebagai layaknyaTuhan.

Imam Ibnu Utsaimin mengatakan:“Nabi saw tidak melarang mereka untuk menyebut beliau dengan sayyid. Nabi saw mengizinkan mereka untuk mengucapkan hal itu, sebagaimana yang beliau sabdakan: ‘Sampaikan perkataan kalian’ namun beliau melarang agar jangan sampai setan menyimpangkan mereka, sehingga mereka melebihkan gelar ‘pemimpin’ yang sifatnya khusus menjadi gelar ‘pemimpin’ yang berlaku mutlak.

Karena kata ‘sayyiduna’ [pemimpin kami] adalah gelar kepemimpinan khusus yang dikaitkan dengan kata lainnya. Sementara ‘as-sayyid’ [Sang Pemimpin] adalah gelaran yang mutlak (dan itu hanya milik Allah).”(Al-Qoulul Mufid, 2/258).

Dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah disebutkan: Kaum muslimin sepakat bolehnya memberikan gelar ‘pemimpin’ untuk Nabi saw, dan menjadikannya sebagai tanda untuk Nabi saw.

As-Syarqowi mengatakan:Lafadz ‘sayyiduna’ adalah tanda untuk Nabi saw. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 11:346)

2. Kita memiliki satu prinsip, bahwa semua ibadah itu dibangun berdasarkan dalil dan tuntunan Nabi saw. Dan ini merupakan konsekuensi dari syahadat kita Nabi Muhammad saw adalah utusan Allah. Terlebih ibadah shalat. Ucapan dan gerakan shalat, harus sesuai dengan petunjuk Nabi saw. Yang beliau ajarkan kepada umat, itulah tata cara yang terbaik, cara yang paling sempurna. Oleh karena itu, shalawat yang terbaik adalah shalawat yang diajarkan Nabi saw.

Disamping itu, tidak dijumpai adanya dalil dari Nabi saw, maupun sahabat, bahkan sampai tabi’in sekalipun yang menambahkan lafadz “sayyiduna” sebelum kata ‘Muhammad’ ketika membaca shalawat.
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani pernah ditanya tentang lafadz shalawat yang benar, baik ketika shalat maupun di luar shalat. Apakah disyaratkan harus menggelari Nabi saw dengan ‘sayyidina’, misal dengan mengucapkan: ‘shalli ‘alasayyidina Muhammad’ atau ‘shalli ‘ala sayyidi waladi adam’ ataukah cukup mengucapkan: “Allahumma shalli ‘alaa Muhammad”?

Mana yang lebih afdhal, menambahkan lafadz ‘sayyid’ karena kata ini termasuk sifat yang melekat pada diri Nabi saw ? Ataukah tanpa diberi tambahan karena tidak ada dalil dalam masalah ini?
Al-Hafidz Ibnu Hajar menjawab: Benar, mengikuti lafadz shalawat yang ma’tsur (sesuai dalil) itu lebih didahulukan. Kita tidak boleh mengatakan: Bisa jadi Nabi saw tidak mengajarkan demikian karena ketawadhuan beliau, sebagaimana beliau tidak membaca shalawat ketika nama beliau disebut, sementara umatnya dianjurkan membaca shalawat ketika nama beliau disebut. Kami beralasan, andaikan memberikan tambahan ‘sayyidina’ itu dianjurkan, tentu akan dipraktekkan para sahabat, kemudian tabi’in. Namun belum pernah aku jumpai adanya riwayat dari sahabat maupun tabiin yang mengucapkan kalimat itu. Padahal sangat banyak lafadz shalawat dari mereka.

Lihatlah Imam As-Syafi’i –semoga Allah meninggikan derajatnya– beliau termasuk orang yang paling banyak mengagungkan Nabi saw, namun beliau sampaikan dalam pengantar buku beliau, yang merupakan acuan pengikut madzhabnya: Allahummashalli ‘ala muhammad, sampai pada ujung usaha perjuangan yang telah beliau tunaikan, yaitu ucapan beliau: ‘ketika orang mengingatnya atau ketika orang lalai melupakannya.’

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkomentar: Seolah Imam Syafi’i dengan pengantar tersebut mengambil kesimpulan dari hadis shahih, yang terdapat lafadz; [subhaanallah‘adada khalqih: Maha Suci Allah, sebanyak jumlah bilangan makhluk-Nya].

Al-Qodhi ‘Iyadh – ulama besar Madzhab Syafi’i –membuat satu bab khusus tentang cara bershalawat kepada Nabi saw dalam kitab beliau ‘As-Syifa’. Beliau menukil beberapa hadis Nabi saw dari para sahabat dan tabiin. Dan tidak ada satupun riwayat dari seorang-pun sahabat, maupun yang lainnya yang menyebutkan lafadz:‘sayyidina’. Andaikan tambahan ini dianjurkan, tentu tidak mungkin tidak diketahui oleh mereka semua, sehingga mereka melupakannya. Dan semua kebaikan ada pada sikap mengikuti.” Allahu a’lam

Keterangan beliau di atas dibawakan oleh As-Sakhawi dalam ‘al-Qoul al-Badi’dan Muhammad Al-Gharabili (w. 835 H.) dan itu menjadi prinsip Ibnu Hajar, sebagaimana disebutkan dalam salah satu manuskrip tulisan Al-Hafidz yang ditemukan As-Syekh Al-Albani. Bisa disimak buku Sifat Shalat Nabi saw (Hal.172).

Disadur dari Fatwa islam: no. 84853
Di antara shalawat yang diajarkan Nabi saw adalah riwayat dari Ibnu Abi Laila, bahwa beliau bertemu Ka’ab bin Ujrah (shahabat), kemudian Ka’ab mengatakan,“Maukah kamu, aku beri hadiah? Sesungguhnya, Nabi saw menemui kami, kemudian kami bertanya, ‘Wahai Rasulullah, … Bagaimanakah bacaan salawat kepadamu?’Beliau bersabda, ‘Ucapkanlah, ‘Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad…‘.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Andaikan tambahan kata “sayyidina” itu disyariatkan, sebagai bentuk rasa hormat kepada Nabi saw, tentu Ka’ab bin ‘Ujrah, seorang sahabat yang mulia, akan mengajarkannya kepada muridnya, karena merekalah orang yang paling hormat dan paling tahu cara mengagungkan Nabi saw

Setelah kita memahami bahwa bacaan shalawat dari Nabi saw tidak memuat tambahan“sayyidina” maka bacaan salawat ketika shalat tidak boleh ditambahi “sayyidina”.


Semua bacaan dalam shalat harus tepat sesuai dengan bacaan yang disebutkan dalam dalil. Bahkan, sebagian ulama menyatakan bahwa menambahkan lafal “sayyidina” dalam bacaan salawat ketika shalat bisa membatalkan shalat.اللهم صل على محمد وعلى آل محمد
كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد
اللهم بارك على محمد وعلى آل محمد
كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد.
"Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad,sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim,sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia.
Ya Allah, berkatilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telahmemberkati Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji(lagi) Maha Mulia. "

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).


NABI MUHAMMAD SAW MENJELANG AJAL

Bismillahirrahmanirrahim ~
Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertaqwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, Sunnah dan Al Qur'an. Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku."

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.

"Rasulullah akan meninggalkan kita semua," desah hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar.

Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa.

Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
"Bolehkah saya masuk?" tanyanya.

Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah,
"Siapakah itu wahai anakku?".
"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
"Engkau tidak senang mendengar kabar ini, wahai Rasulullah?" tanya Jibril lagi.
"Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" Rasulullah bertanya kembali.
"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku : Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," Jibril menjelaskan.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.

"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini?" ujar Rasulullah menahan sakitnya.

Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam, dan Jibril memalingkan muka.

"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" tanya Rasulullah kepada Malaikat pengantar wahyu itu.
"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku."

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar, seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali lantas mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat aimaanukum - peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu."

Di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii!" - "Umatku, umatku, umatku..."

Kini, mampukah kita mencinta sepertinya ?
Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa baarik wasalim ‘alaihi.

sholawat & salam kita curahkan kepada Nabi Muhammad Saw sampai akhir zaman semoga kita mendapatkan safa'atnya di akhir kelak...amin ya robbal alamin....Alhamdulillah...ala ni'matil islam wal iman•

☆ Tetap Istiqomah dan saling mengingatkan...
☆ Salam Santun Erat Silaturahmi Ukhuwah Fillah

FORGIVENESS ALLOH
☆ Saudaraku Silahkan kalau mau nge tag/share dgn sahabatnya,tak usah minta ijin,semua milik besama..mau taq berapa silahkan buat kebaikan antum
Jazakumullahu khairan wa barakallahu fiyku

DETIK-DETIK KEPERGIAN ROSULULLOH SAW
Rasulullah saw berdiri dihadapan para Sahabat dan lebih dari 120 ribu orang jemaah yang ikut serta dalam Haji wadaa, saat itu Beliau mengucapkan salam perpisahan kepada ummatnya. Baginda berkata: "Wahai sekalian manusia ! Ketahuilah bahwasannya aku tidak akan bertemu dengan kalian lagi selepas tahun ini.."

Semua terdiam!
Suara itu seperti menggelegar menggetarkan, suasana haru meliputi wajah wajah Ummat. Mereka mendengarkan kata kata Rasulullah (Shalallahu 'Alaihi Wassalam). Baginda berwasiat serta menasihati mereka tentang Ikatan mereka bersama, tentang RABB serta Agama Mereka.

Disaat itulah, Allah Ta'ala menurunkah ayat terakhir Nya kepada Rasulullah saw :"...Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu". (QS Al Maidah : 3)

Setelah peristiwa itu Rasulullah saw kemudian pulang ke Madinnah.
Saat itu memasuki awal bulan Rabiul Awal, Baginda mulai merasakan letih di badannya. Baginda ditimpa demam yang menyebabkannya tubuhnya terjatuh kebumi.

Baginda sakit!
Baginda saat itu meminta tubuhnya agar di sirami air, setelah disirami air Rasulullah saw sedikit lebih segar. Rasulullah keluar melangkahkan kakinya dibimbing oleh Imam Ali Bin Abu Thalib dan Fadhol Bin Abbas ra.

Rasulullah saw menghadapkan wajahnya yang muliah kepada para sahabat.
Para sahabat bergembira melihat Rasulullah saw muncul kembali dihadapan mereka. Baginda duduk diatas Mimbarnya dan para sahabat terdiam mendengarkan Khutbah perpisahan dari kekasihnya.

Rasulullah berwasiat kepada Sahabat agar berbuat baik kepada keluarganya, berbaik kepada wanita dan berpesan; "Jangannlah kamu kembali menjadi kafir selepas kepergianku, dan kamu saling berperang antara satu dengan yang lain.."

Para sahabat merasa amat tersentuh dengan perpisahan yang akan dilalui antara mereka dengan Rasulullah, mereka bertanya: "Wahai Rasulallah! Jikalau engkau wafat, siapa yang akan memandikannmu?"
Rasulullah saw menjawab: "Seseorang dari keluargaku"
"Dengan apakah kami akan mengkafankanmu?"
Airmata Baginda berlinang ketika melihat keresahan para sahabat,
Baginda menjawab: "Dengan pakaianku ini, atau kain dari Yaman, atau jubah dari Syam ataupun kapas dari Mesir"
Mereka bertanya lagi:"Siapakah yang akan mengurus penguburanmu? Adakah dari keluargamu?"

Para sahabat terus bertanya tanya mengenai persiapan serta kepergian Baginda, Baginda pun menangis.
Baginda Berkata:"Berlembutlah dengan Nabimu".
Baginda berdiri dan melangkah memasuki kerumahnya dan merebahkan dirinya di pembaringan.

Sahabat bertambah bimbang..Saat itu kumandang adzan di masjid Rasulullah telah selesai, sedangkan Imam mereka (Rasulullah) tidak keluar untuk shalat bersamam mereka, para sahabat semakin khawatir, mereka meninggalkan segala aktivitas mereka dan berkumpul untuk mengetahui perkembangan kesehatan Rasulullah saw.. .
Mereka bertambah khawatir...
Rasulullah saw berkata kepada Aisyah Ra;"Perintahkanlah Abu Bakar Untuk mengimani Shalat"
Aisyah Berkata; "Ayahku adalah seorang yang kurus dan Aku Meragukannya, beliau menangis dan tak mampu untuk berdiri.. perintahkanlah Umar Wahai Rasulullah.."
Karena Rasulullah saw tetap menginginkan Abu Bakar untuk mengimani Shalat sebagai penggantinya, maka Abu Bakarpun bangun meng-Imami Shalat di mesjid saat itu dan seterusnya..

Baru pada waktu shubuh, Senin 12 Rabiul Awal, kesehatan Rasulullah saw membaik..
Rasulullah menyingkapkan tirai pintu rumahnya. Beliau menatap wajah para sahabat.. mereka Shalat dengan khusyuk dan tunduk dihadapan Allah di belakang sayidinna Abu Bakar.
Segala Puji bagi Allah..Masjidnya bercahaya dengan kemunculan Rasulullah saw, beliau memperhatikan para sahabatnya,..

Dikisahkan para sahabat berkata;
"Kami hampir hampir lalai dari shalat kami, ketika wajah Rasulullah muncul dari tirainya. Abu Bakar hampir saja mundur dari tempatnya menjadi Imam shalat.. dan para sahabat hampir hampir berpaling.. Tapi kemudian Rasulullah saw menunjuk dengan tangannya "Tetaplah ditempatmu.." kemudian Baginda menutup tirai di pintu dan masuk lagi ke rumahnya. Itulah hari terakhir Baginda memandang sahabat-sahabatnya.."

Para sahabat saat itu bergembira ketika melihat Rasulullah saw memperhatikan mereka dari pintu rumahnya. Mereka mengira Rasulullah saw kembali sehat hingga sebagian mereka kembali ke pekerjaan masing masing dan tetap mengira bahwa Rasulullah saw kembali sehat.

Aisyah ra, mengisahkan;
"Rasulullah saw meminta izin kepada semua istrinya untuk dirawat di rumahku, dan mereka mengizinkannya. Hari senin, yaitu hari wafat beliau pun tiba.. Ruh baginda diambil di rumahku dan dalam dekapanku"

Aisyah ra berkata;
"Sebelum itu kami mendengar gerakan dibalik pintu dan itulah Jibril meminta izin dari Rasulullah untuk Masuk, dan Rasulullah mengizinkannya. Kemudian aku mendengar Rasulullah berkata kepadanya; "Wahai Jibril! Allah Ta'ala, Allah Ta'ala!"
Kemudian Aku bertanya: "Apa yang terjadi wahai Rasulullah?"
Rasulullah saw menjawab:
"Itulah Jibril berkata bahwa Malaikat maut berada didepan pintu meminta izin.."
Jibril berkata: "Malaikat maut itu tidak pernah meminta izin dari siapapun sebelum dan sesudahmu.. Allah menyampaikan Salam kepadamu,.. Allah telah merindukanmu?"
Malaikat Ijrail berkata: "Jika engkau menghendaki aku akan mencabut ruh mu untuk menemui Allah, jikalau tidak aku akan biarkan sesuai masa waktu yang engkau inginkan.."

Dan Rasullullah saw memilih Allah ta'ala..
Kemudian malaikat mautpun masuk rumah Rasulullah, dia mengucapkan salam kepada Nabi dan berkata; "Wahai Rasulullah! Apakah engkau mengizinkanku?"
Baginda menjawab: "Terserah kepadamu, berlembutlah ketika mencabut nyawaku..."
"Ahhhh..." (Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam Kesakitan)
Rasulullah saw berkata kepada Malaikat maut;"BERLEMBUTLAH KEPADAKU, WAHAI SAUDARAKU MALAIKAT MAUT"

Malaikat maut mencabut nyawa yang sangat mulia itu..
Keringat bercucuran dari dahi Rasulullah... laksana butiran permata yang berbau kasturi. Nabi mengusap peluh dari dahinya..
Baginda berteriak:"Ahhhh...! Ahhhh.. Ahhh..! Kematian itu Amat menyakitkan!. Ya Allah! Ringankan kesulitan maut terhadapku.. ringankan kesulitan maut terhadap ummatku.."
Maka para Malaikat dari langitpun turun dan berkata: "Ya Rasulullah! sesungguhnya salam dan sejahtra keatasmu.."

MAKA MENANGISLAH RUH BAGINDA..
Dalam kesakitan sakaratul maut baginda berdoa: "Ya Allah Ringankanlah Kesulitan maut untuku dan Ummatku"
YA ALLAH!..RINGANKANLAH KESULITAN MAUT TERHADAPKU DAN UNTUK UMMATKU...
Ringankanlah kesulitan maut untuku dan ummatku.."

Rasulullah terbaring,Lidahnya tidak bisa bertutur lagi dan tidak terdengar apa apa dari baginda..
Hal terakhir yang diucapkan Baginda adalah: "Allah. Allah. Shalat. Shalat"

Adakah hati yang tidak bergetar mendengarnya...?
Begitu sayangnya beliau kepada kita, Ummatnya..
Hingga disaat saat paling menyakitkan...
Disaat sakaratulmaut ..
Disaat saat terakhir di bumi ini...
Disaat saat nafas terakhirnya, saat Ruh itu hampir terlepas dari raga..
Beliau masih menyempatkan sebuah do'a untuk kita...

Seperti sabdanya...
"Kematian itu 70 kali lebih sakit dari tusukan pedang"

Tapi..Diantara kesakitan itu
Beliau masih mengingat kita..
Dan berdo'a untuk kita..
Maafkan kami...
Wahai Rasul Allah...
Wahai kekasih Allah..
Maafkan kelalaian kami dalam menapaki sunnah sunnahmu..

Jazakumullahu ya Rasulallah,Jazakallah ya Rasulallah Shalallahu Alaihi Wassalam..

Ruh bagindapun sampai kepada halqumnya.Cahaya memancar dari wajahnya, meliputi keluarganya.
Baginda membuka kedua belah matanya untuk terakhir kali. Baginda menunjukan syarat dengan jari ketauhidannya, Baginda menghirup nafas terakhirnya di dunia ini dan menyerahkan ruhnya kepada Tuhannya.

Sejahtralah jasad Baginda..
Setelah melalui hari harinya yang penat dan meletihkan..
Untuk kita, umatnya.

Sejahtralah jasad Baginda...
Beliau bisa beristirahat setelah perutnya yang di ikat dengan batu karena kelaparan untuk kita,.

Sejahteralah jasad yang pernah dilempari batu sehingga terluka untuk kita.
Sejahteralah gerhamnya yang pernah patah untuk kita, Umatnya.
Sejahteralah jasad yang pernah pernah terluka dan mengalir darahnya...
Sejahteralah jasad yang pernah tertusuk daging pipinya untuk kita.
Sejahteralah jasad yang kakinya bengkak disebabkan pengabdiannya pada Allah serta dakwah untuk kita.
Sejahteralah jasad yang memikul kesukaran, keletihan, kesakitan dan kelaparan untuk kita, Ummatnya.

Rumah itu diselubungi dengan tangisan, menyaksikan kepergian peminpin mereka setelah ruh meninggalkan jasadnya..
Masjidpun diselubungi dengan kesedihan..
"Ketahuilah! Bahwa kepedihan telah menimpa Nabi.."

Berita itu pun tersebar keseluruh Kota Madinah..
Sayyidina Alli bin Abi Thalib berada disamping Baginda.
Aisyah radiyallahu anha menangis, ruhnya terguncang. Sayyidina Alli membawa dan meletakan tubuh Rasulullah saw di kamarnya, sayyidina Ali pun terjatuh. Beliau tidak kuat berdiri, ..

Ditengah tangisan yang menyelubungi rumah duka itu, tiba tiba terdengar satu suara yang tidak diketahui dari mana asalnya: "Kita adalah milik Allah, dan padanya kita akan Kembali. Wahai penghuni rumah, Allah membesarkan pahalamu, bersabarlah dan bermuhasabahlah dengan musibah itu. Sesungguhnya Rasulullah mendahuluimu sekalian di Syurga".

Mereka terdiam dan menjadi tenang sesaat.Setelah suara itu berhenti, mereka menangis lagi...
Demi Allah, kita ini tidak pernah diberi musibah seperti yang mereka rasakan, tiada satu rumahpun yang merasa kehilangan seperti yang mereka rasakan saat itu..

Khabar itu pun tersebar keseluruh Madinah..,Para sahabat panik.
Sebagian mereka menyeru; "Wahai para sahabat! Tidak kah kamu mengetahui bahwsannya Baginda adalah Manusia dan akan wafat?"
Sebagian mereka berkata: "Ya. Tapi kehidupannya kekal didalam diri kami dan memberi tamparan hebat kepada jiwa kami"
BERGETARLAH HATI PARA SAHABAT..

Sayyidina Umar Bin Al-Khatab mengeluarkan pedangnya dan mengacungkannya di jalan.
Beliau hilang kesadaran karena kesedihan itu, beliau berteriak: "Sekelompok dari orang-orang munafik berkata bahwa Rasulullah telah mati. Rasulullah tidak mati. Akan tetapi Rasulullah menuju kepada Rabbnya sebagaimana perginya nabi Musa dan Baginda kembali kepada kita. Siapa yang mengatakan bahwa Rasulullah telah mati, aku akan menyentuhnya dengan pedangku ini "
Sayyidina Utsman bin Affan membisu, Ia tidak berkata apa apa. Ketika fikiran mereka terganngu, hati mereka pun kebingungan..

Kemudian sampailah berita ini kepada Abu Bakar Assidiq, Diapun merasakan keadaan yang begitu menyedihkan itu. Dia segera menuju Madinnah dan langsung menuju masjid Nabawi, melintasinya dan sampailah kekamar Rasulullah. Beliau meminta izin kepada penghuni rumah itu untuk masuk dan lalu dizinkan masuk.
Sayyidina Abu Bakar masuk dalam keadaan dadanya yang berdebar debar dan keluh kesah seakan nyawanya yang dicabut. Beliau menangis, terdengar seperti suara yang menggeletar yang memasuki air. Dia berpaling, airmatanya bercucuran melihat jasad Nabi diliputi kain, beliau membuka kain yang menutupinya untuk menatap wajah yang paling mulia itu.
Beliau memandang wajah Nabi dalam dalam, Beliau mendekapkan wajahnya dan mencium wajah dan pipi Rasulullah saw.

Beliau menangis sambil berkata:"Demi ibu dan ayahku wahai Rasulullah, betapa mulianya kehidupan dan kewafatanmu. Allah tidak akan merasakan untukmu kewafatan kedua kalinya untukmu. Jikalau tangisan itu bermanfaat bagimu, niscaya air mata ini akan terus berlinangan. Tetapi tiada tempat mengadu melainkan Allah. Kita Milik Allah dan kepadanya kita akan Kembali

Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan kamu wahai Muhammad adalah utusan Allah..
Engkau telah sampaikan risalah dan sampaikan amanah, hingga engkau meninggalkan kami diatas jalan yang bersih"

Nafas beliau tersedu sedu dalam tangisan, Beliau memandang jasad Rasulullah saw dan berkata kata lagi: "Ingatlah kami disisi Tuhanmu wahai Muhammad..."

Hari itu madinah menjadi layu..

Subhanallah..
Wahai Allah yang Maha Hidup dan Menghidupkan..
Wahai Allah penggerak langit dan Bumi..
Bantulah kami untuk senantiasa mengingat, mensyukuri dan beribadah kepadamu dengan cara yang Engkau ridhai

Wahai Allah..
Perlihatkanlah kepada kami kebenaran itu sebagai kebenaran
Arahkanlah kami untuk mengikuti cahaya kebenaran itu menuju keridhaan Mu

Wahai Allah..
Ampunkanlah kami dengan taubatannasuha,
Bersihkanlah debu debu dosa yang meliputi hati kami, bersihkan tubuh dan ruh kami.
Beri kekuatan untuk menolak kemaksiatan..
Cerdaskanlah kami untuk bertaubat kepada Mu..

Ya Allah peliharalah kami.
Ampunilah dosa kami yang telah lalu, dan kumpulkanlah jemaah kami pada hari kiamat beserta Rasulullah dan Sahabat serta orang orang yang dikasihi.

Ya Allah hidupkanlah kecintaan kepada Rasulullah dalam hati kami..
Ya Allah hidupkanlah kami dengan mencintai sunnah sunnahnya

Hidupkan cahaya Rasulallah dalam batin kami.
Hidupkan hidayahnya dalam zahir kami. Hidupkan perjalanannya dalam rumahtangga dan kehidupan kami.

WAHAI ALLAH !
JANGAN ENGKAU TANGGALKAN DARI HATI KAMI CAHAYA IKATAN DENGAN SAYYIDINA MUHAMMAD SHALALLAHU ALAIHI WASSALAM...Amiin ya Allah ya Robbal Alamiin..

Sahabat Pena,
Catatan diatas adalah kisah shahih yang saya terjemahkan dari narasi Rekaman Video Habib Ali Aljufri saat berkunjungan ke Malaysia beberapa tahun lalu.

Versi aslinya adalah bahasa Arab dengan teks melayu,
Telah saya sesuaikan kembali kedalam bahasa Indonesia dengan berbagai penyesuaian diksi dan intonasi agar menyentuh makna terdalam hati kita dengan tidak menghilangkan pesan yang ingin disampaikan narator.
Semoga Catatan ini menyentuh dan menyegarkan kembali ingatan kita kepada perjalanan Rasulullah saw dan Sunnah Sunnahnya. Semoga dari pena sederhana ini, bisa sedikit menahan dan mengingatkan jiwa yang sering lalai dan terbuai, termasuk nasihat pada diriku sendiri.

hamba Alloh

SIAPAKAH YANG AKAN MENUNTUN  UMATNYA SETELAH RASULULLAH WAFAT
Suatu ketika Rasulullah saw mengadu kepada Tuhan: “Aku akan meninggalkan dunia ini, Aku akan meninggalkan umatku. Siapakah yang akanmenuntun mereka setelahku? Bagaimana nasib mereka sesudahku?”, Allah lalumenurunkan firman-Nya :Jangan khawatir, Aku telah mengaruniakanmuAssab’ul-matsani dan al-Qur’an yang agung. Dengan keduanya maka umat islamsesudahmu akan selamat dari kesesatan (bila mereka berpegang kepadanya).

Assab’ul-matsani dan al-Qur’an, dua pegangan yangmenyelamatkan kita dari kesesatan, dua perkara yang telah membuat Rasulullah saw tenang meninggalkan umat. Al Qur’an kita telah mengetahuinya lalu apakah yang dimaksud dengan Assab’ul-matsani ?
“Sab’an minal-matsani” terdiri dari tiga kata; Sab’an,Min dan al-Matsani. Sab’an berarti tujuh. Min berarti dari. Sementaraal-Matsani adalah bentuk jama’ dari Matsna yang artinya dua-dua. Dengandemikian maka Matsani berarti empat-empat (berkelompok-kelompok, setiapkelompok terdiri dari empat).

Kelompok-kelompok itu amat banyak, namun Allah hanyamenyebutkan / mengutus tujuh kelompok saja dari kelompok-kelompok itu (sebagaipemimpin matsani yang lain) “Sab’an minal-matsani”; Tujuh kelompok darikelompok-kelompok al-Matsani. Tujuh kelompok itulah yang disebut dan dimaksud denganAssab’ul-matsani, yang mana setiap kelompok terdiri dari empat orang.
Tujuh kelompok itulah yang bertugas melayani Rasul dan umat sejak awalpenciptaan sampai kiamat menjelang.
Tujuh kelompok itulah yang akan menunjuki umat ke jalan yang benar.
Tujuh kelompok itulah yang akan membimbing umat dalam mengamalkan al-Qur’an.
Tujuh kelompok itulah yang akan meneruskan dan mewarisi perjuangan Rasululllah saw
Tujuh kelompok itulah yang bila diikuti, dipegang dan ditaati umat makaselamatlah mereka dari kesesatan.
Tujuh kelompok itulah pelayan-pelayan Rasul dan umat sampai hari kiamat (maupun sesudahnya).
Allah berfirman: “Wa atainaka sab’an minal-matsaniwal-Qur’anal-azim”; Aku telah mengutus demi kamu hai Muhammad tujuh kelompokmatsani yang akan melayanimu dan melayani umatmu, Akupun telah menurunkanal-Qur’an agar menjadi pegangan kedua bagi umatmu”.

Mengapa al-Qur’an dinomorduakan oleh Allah swt?
Jawabannya adalah karena seorang penunjuk lebih diutamakan dari pada sebuah buku petunjuk. Allah swt berfirman:Telah datang kepadamu: (1) seorang Rasul, dan (2) al-Qur’an. Maka Rasul itu lebih pentingdari pada al-Qur’an, sebab al-Qur’an (buku petunjuk) tidak akan difahami denganbenar tanpa Rasul (seorang penunjuk).

Allah swt juga berfirman:Orang-orang yang beruntung adalah apabila mereka: (1) beriman kepada Nabi Muhammad, (2) memuliakannya (3)membelanya, kemudian (4) mengikuti kitab suci yang dibawanya. Maka haruslahkita mencari seorang penunjuk, kemudian mencintainya, menghormatinya,membelanya, mengagung-agungkannya dan mentaatinya, setelah itu barulah kitamengikuti buku petunjuk yang ia bawa.
Dari itulah Allah swt mendahulukan Assab’ul-matsani sebelum al-Qur’an. Bukan karena al-Qur’an itu tidak penting, melainkan karena tanpa seorang penerang dan penunjuk maka al-Qur’an tak dapat difahami dengan benar dan tak dapat diamalkan dengan baik.

Siapakah Assab’ul-matsani itu? siapa saja kelompok-kelompokitu?
Imam Mazhab yang empat termasuk kedalam Assab’ul-matsanisebagaimana yang disampaikan Syekh Mukhtar ra yang  menyebutkan bahwasanya tujuh kelompok (Assab’ul-matsani) tersebut adalah sebagai berikut:
1. Empat pemimpin para mala’ikat Kurubiyyin / Alin /Haffin hawlal-arsy.
2. Empat pemimpin para mala’ikat Falakiyyin : Jibril,Mika’il, Israfil dan Izra’il as.
3. Empat pemimpin para nabi dan rasul yang disebut denganUlul-azmi : Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan Nabi Isa as.
4. Empat Pemimpin para sahabat Rasul yang disebut denganKhulafa’ rasyidin : Sayyidina Abu Bakr, Sayyidina Umar bin Khaththab, Sayyidina Utsman bin Affan dan Sayyidina Ali bin AbiThalib ra.
5. Empat pemimpin para penulis wahyu (al-Qur’an) yangdisebut dengan al-Abadilah / Abadilatul-Qur’an:  Sayyidina Abdullah bin Umar, Sayyidina Abdullah bin Azzubair, Sayyidina Abdullah bin Mas’uddan Sayyidina Abdullah bin Abbas ra’in.
6. Empat pemimpin para imam syari’at (mazhab fiqh) yangdisebut dengan al-A’immah al-Arba’ah / A’immatul-mazahibil-arba’ah : Imam AbuHanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris Asysyafi’i dan Imam Ahmadbin Hanbal ra.
7. Empat pemimpin para imam atau  pemimpin paraauliya’ullah yang disebut dengan al-Aqthab al-Arba’ah (empat wali kutub) /A’immatuth thariqah wal-haqiqah setiap zaman sampai akhir zaman.
Contohnya adalah  Syekh Ahmad Arrifa’i, SyekhAbdul-Qadir al-Jailani, Syekh Ahmad al-Badawi dan Syekh Ibrahim Addusuqi ra danseterusnya. Kaum muslim  ada yang tidak mengenal kelompom yang ke tujuh.

Dalam hadits qudsi, “Allah berfirman: “Para Wali-Ku itu ada dibawah naungan-Ku, tiadayang mengenal mereka dan mendekat kepada seorang wali, kecuali jika Allah memberikan Taufiq HidayahNya”

Abu Yazid al Busthami mengatakan: “Para wali Allah merupakan pengantin-pengantindi bumi-Nya dan takkan dapat melihat para pengantin itu melainkan ahlinya“.
Sahl Ibn ‘Abd Allah at-Tustari ketika ditanya oleh muridnya tentang bagaimana (cara) mengenal Waliyullah, ia menjawab: “Allah tidak akan memperkenalkan mereka kecuali kepada orang-orang yang serupa dengan mereka, atau kepada orang yang bakal mendapat manfaat dari mereka untuk mengenal dan mendekat kepada-Nya.”
As Sarraj at-Tusi mengatakan : “Jika ada yang menanyakan kepadamu perihal siapa sebenarnya wali itu dan bagaimana sifat mereka, maka jawablah : Mereka adalah orang yang tahu tentang Allah dan hukum-hukum Allah, dan mengamalkan apa yang diajarkan Allah kepada mereka. Mereka adalah hamba-hamba Allah yang tulus dan wali-wali-Nya yang bertakwa“.

Dari Abu Umamah ra, Rasulullah saw bersabda: “berfirman Allah Yang Maha Besar dan Agung:“Diantara para wali-Ku di hadhirat-Ku, yang paling menerbitkan iri-hati ialah si mu’min yang kurang hartanya, yang menemukan nasib hidupnya dalam shalat,yang paling baik ibadat kepada Tuhannya, dan taat kepada-Nya dalam keadaan tersembunyi maupun terang. Ia tak terlihat di antara khalayak, tak tertuding dengan telunjuk. Rezekinya secukupnya, tetapi iapun sabar dengan hal itu. Kemudian Beliau saw menjentikkan jarinya, lalu bersabda: ”Kematiannya dipercepat, tangisnya hanya sedikitdan peninggalannya amat kurangnya”.  (HR. At Tirmidzi, Ibn Majah, Ibn Hanbal)

Bumi ini tidak akan kosong dari Imam Wali Allah dan para Wali Allah.
Setiap mereka wafat maka Allah Azza wa Jalla akan menggantikan mereka dengan yang lain sehingga agama Islam beserta Al Qur’an tetap terjaga sampai akhir zaman.
Imam Sayyidina Ali Bin Abi Thalib berkata kepada Kumail An Nakha’i: “Bumi ini tidak akan kosong dari hamba-hamba Allah yang menegakkan agama Allah dengan penuh keberanian dan keikhlasan, sehingga agama Allah tidak akan punah dari peredarannya. Akan tetapi, berapakah jumlah mereka dan dimanakah mereka berada? Kiranya hanya Allah yang mengetahui tentang mereka. Demi Allah, jumlah mereka tidak banyak, tetapi nilai mereka di sisi Allah sangat mulia. Dengan mereka, Allah menjaga agamaNya dan syariatNya, sampai dapat diterima oleh orang-orang seperti mereka. Mereka menyebarkan ilmu dan ruh keyakinan. Mereka tidak suka kemewahan, mereka senang dengan kesederhanaan. Meskipun tubuh mereka berada di dunia, tetapi rohaninya membumbung ke alam malakut. Mereka adalah khalifah-khalifah Allah di muka bumi dan para da’i kepada agamaNya yang lurus. Sungguh, betapa rindunya aku kepada mereka”

Dalam sebuah hadits Rasul menyebutkan bahwa Assab’ul-matsani itu adalah surat Fatihah. Itu benar, namun yang dimaksud oleh hadits tersebut adalah bahwasanya Assab’ul-matsani (tujuh kelompok) itu telah diisyaratkan oleh salah satu ayat dalam surat Fatihah, tepatnya pada firman-Nya :”Ya Allah, tunjukilah kami jalanyang lurus, yaitu jalan orang-orang yang Engkau karuniai nikmat”.

Mereka itulah Assba’ul-matsani, sebagaimana firman Allah :Orang-orang yang dikaruniai nikmat oleh Allah adalah: Para nabi, para shiddiqin, para syuhada’ dan orang-orang shalih, mereka itulah sebaik-baik teman. Mereka itulah Assab’ul-matsani.
Shiddiqin adalah muslim yang membenarkan dan menyaksikanAllah dengan hatinya (ain bashiroh) atau muslim yang bermakrifat. Muslim yang bermakrifat atau muslim yang menyaksikan Allah ta’ala dengan hati (ainbashiroh) adalah muslim yang selalu meyakini kehadiranNya, selalu sadar daningat kepadaNya.

Imam Qusyairi mengatakan “Asy-Syahid untuk menunjukkan sesuatu yang hadir dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga seakan-akan pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan menyaksikan-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid(penyaksi)”

Jika belum dapat bermakrifat yakinlah bahwa Allah Azza waJalla melihat kita.
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya (bermakrifat), maka jika kamu tidak melihat-Nya (bermakrifat) maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR Muslim 11)

Firman Allah ta’ala “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS AlFaathir [35]:28)

Muslim yang takut kepada Allah karena mereka selalu yakin diawasi oleh Allah Azza wa Jalla  atau mereka yang selalu memandang Allah dengan hatinya (ain bashiroh), setiap akan bersikap atau berbuat sehingga mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya , menghindari perbuatan maksiat, menghindari perbuatan keji dan mungkar hingga dia dekat dengan Allah ta’ala karena berakhlakul karimah meneladani manusia yang paing mulia Sayyidina Muhammad Rasulullah saw.
Rasulullah saw bersabda “Sesungguhnyaaku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad)
Firman Allah ta’ala yang artinya,“Sungguh dalam dirimu terdapat akhlak yang mulia”. (QS Al-Qalam:4)

“Sesungguhnya telah ada pada(diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebutAllah”. (QS Al-Ahzab:21)

Imam Sayyidina Ali ra berpesan, “Allah swt telah menjadikan akhlak mulia sebagai perantara antara Dia dan hambaNya. Oleh karena itu, berpeganglah pada akhlak, yang langsung menghubungkan anda kepada Allah”

Manusia terhubung kepada Allah ta’ala sehingga dekat denganNya adalah dengan akhlak yang baik
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapayang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah hidayahnya, maka dia tidak bertambah dekat kepada Allah melainkan bertambah jauh“
Sebagaimana diperibahasakan oleh orang tua kita dahulu bagaikan padi semakin berisi semakin merunduk, semakin berilmu dan beramal maka semakin tawadhu, rendah hati dan tidak sombong.
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia tidak bertambah dari Allah kecuali semakin jauh dariNya” (HR. athThabarani dalam al-Kabir)

Firman Allah ta’ala “Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar” (QS al Ankabut [29]:45).

Muslim yang dekat Allah ta’ala adalah yang dengan sholat mencegahnya dari perbuatan yang dibenciNya, mencegahnya dari perbuatan yang maksiat dan mencegahnya dari perbuatan yang keji dan mungkar hingga terbentuklah muslim yang berakhlakul karimah. Muslim yang berakhlakul karimah, muslim yang sholeh (sholihin), muslim yang ihsan (muhsin/ muhsinin) adalah yang kelak akan berkumpul dengan  Rasulullah saw, para Nabi, para Shiddiqin dan Syuhada

Rasulullah saw bersabda “sesungguhnya ada di antara hamba Allah (manusia) yang mereka itu bukanlah para Nabi dan bukan pula para Syuhada’. Mereka dirindukan oleh para Nabi dan Syuhada’ pada hari kiamat karena kedudukan (pangkat) mereka di sisi Allah swt“ Seorang dari sahabatnya berkata,“siapa gerangan mereka itu wahai Rasulullah? Semoga kita dapat mencintai mereka“.
Nabi saw menjawab dengan sabdanya: “Mereka adalah suatu kaum yang saling berkasih sayang dengan anugerah Allah bukan karena ada hubungan kekeluargaan dan bukan karena harta benda, wajah-wajah mereka memancarkan cahaya dan mereka berdiri di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Tiada mereka merasa takut seperti manusia merasakannya dan tiada mereka berduka cita apabila para manusia berduka cita”. (HR. an Nasai dan Ibnu Hibban dalam kitabshahihnya)

Hadits senada, dari ‘Umar bin Khathab ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya diantara hamba-hambaku itu ada manusia manusia yang bukan termasuk golongan para Nabi, bukan pula syuhada tetapi pada hari kiamat Allah ‘Azza wa Jalla menempatkan maqam mereka itu adalah maqam para Nabi dan syuhada.” Seorang laki-laki bertanya : “siapa mereka itu dan apa amalan mereka?” mudah-mudahan kami menyukainya“.
Nabi saw bersabda: “yaitu Kaum yang saling menyayangi karena Allah ‘Azza wa Jalla walaupun mereka tidak bertalian darah, dan merekaitu saling menyayangi bukan karena hartanya, dan demi Allah sungguh wajah mereka itu bercahaya, dan sungguh tempat mereka itu dari cahaya, dan mereka itu tidak takut seperti yang ditakuti manusia, dan tidak susah seperti yang disusahkan manusia,” kemudian beliau membaca ayat : ” Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS Yunus [10]:62)

Rasulullah saw bersabda :“Sesungguhnya bagi Allah adaorang-orang yang baik (yang tidak pernah menonjolkan diri) di antara para hamba-Nya yang dipelihara dalam kasih sayang dan dihidupkan di dalam afiat. Apabila mereka diwafatkan, niscaya dimasukkan kedalam surganya. Mereka terkena fitnah atau ujian, sehingga mereka seperti berjalan di sebagian malam yang gelap, sedang mereka selamat daripadanya“. (HR. AbuNu’aim dalam kitab Al Hilya jilid I hal 6).
Wassalam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar